Mohon tunggu...
Muhammad Andi Firmansyah
Muhammad Andi Firmansyah Mohon Tunggu... Penulis - Mahasiswa Ilmu Politik

Fate seemed to be toying us with jokes that were really not funny.

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Artikel Utama

Apakah Hari Sial Itu Benar-Benar Ada?

10 Juni 2021   19:54 Diperbarui: 17 Juni 2021   12:34 2028
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kita sering mengeluh tentang hari sial, tetapi apakah hari sial itu benar-benar nyata? | Ilustrasi oleh Free-Photos via Pixabay

Semua peristiwa yang terjadi dalam hidup kita berlaku seperti itu. Segala sesuatu yang kita alami selalu bersifat netral.

Ketika kita mengira itu pengalaman yang buruk, kita hanya belum menemukan pembelajaran darinya. Dan ketika kita menyebut sesuatu sebagai pengalaman beruntung, kita hanya tidak tahu apa keburukan darinya.

Kita memiliki dua mata, tetapi dalam banyak kasus, kita hanya melihat sesuatu dari satu sisi dan melewatkan sisi lainnya.

Ini seperti teka-teki gelas separuh. Jika saya punya satu gelas yang separuhnya berisi air, apakah saya harus menyebutnya gelas setengah berisi atau gelas setengah kosong? Dan apa pun jawabannya, tidak ada jawaban benar atau pun salah.

Ilustrasi oleh Cocoparisienne via Pixabay
Ilustrasi oleh Cocoparisienne via Pixabay
Jika Anda mengklaim satu jawaban, katakanlah bahwa gelas itu setengah berisi, berarti Anda menyederhanakan kesimpulan dan mengabaikan kebenaran lainnya. Begitu pun ketika Anda mengklaim hari kesialan, Anda melihatnya dengan satu mata seperti bajak laut.

Pembenaran interpretasi atau asumsi

Kini pikirkan sejenak: kapan terakhir kali Anda mengalami hari yang buruk? Jujur, saya tidak peduli. Sebab masalahnya, tidak ada yang namanya hari buruk atau sial dalam kenyataan.

Hari buruk yang kita klaim hanyalah buah dari interpretasi kita tentang realitas, yang kemudian menjadi ramalan yang terpenuhi dengan sendirinya. Kita punya kebiasaan yang lucu, bahwa kita selalu ingin membenarkan asumsi kita sendiri.

Misalnya pada suatu hari yang cerah, Anda terjatuh ke dalam parit saat sedang fokus bermain ponsel. Anda mengucapkan sumpah serapah selama perjalanan pulang hingga menjadi pusat pandangan orang-orang sekitar. Kini Anda bertambah malu.

Kemudian Anda tidak sengaja melihat kalender di ponsel dan mulai menganga. Ini hari Jumat tanggal 13! Ah, angka 13 adalah angka sial! Anda pun mulai mengaitkan segala asumsi Anda dengan mitos-mitos yang tersebar, dan melanjutkan kembali sumpah serapah.

Begitulah masalahnya: ketika seseorang percaya dengan adanya hari sial, maka segala peristiwa yang dia alami, tidak peduli seremeh apa pun kemalangan itu, dia akan tetap mengatakannya sebagai hari sial.

Tidak bisa tidak, sebab orang-orang seperti dia selalu ingin membenarkan asumsinya sendiri. Mereka merasa punya kebenaran, sekalipun seluruh dunia mampu membuktikan bahwa mereka salah.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun