Mohon tunggu...
Muhammad Andi Firmansyah
Muhammad Andi Firmansyah Mohon Tunggu... Penulis - Mahasiswa Ilmu Politik

Fate seemed to be toying us with jokes that were really not funny.

Selanjutnya

Tutup

Diary Artikel Utama

Pelajaran Berharga yang Saya Petik Selama Aktif Menulis

28 Mei 2021   06:19 Diperbarui: 29 Mei 2021   13:53 1239
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Mengolah rasa hanyalah satu dari banyak fondasi ketika menulis | Ilustrasi oleh Startup Stock Photos via Pixabay

Inilah mengapa para penulis fiksi menciptakan realitasnya sendiri sebagaimana Tuhan menciptakan dunia. Mereka mempunyai suatu imajinasi untuk menciptakan alam raya versinya sendiri.

Dalam pengembaraannya di tengah pesona sastra, mereka dapat merasakan hilangnya batas antara impian dan kenyataan. Ya ... tidaklah heran mengapa kebanyakan penulis fiksi mudah tenggelam dalam khayalan seiring jari tangan mengetik dan pikiran mengembara.

Selama penulisan novel pertama saya, juga beberapa cerpen, imajinasi adalah medium untuk memutarbalikkan realitas. Karenanya untuk benar-benar peduli terhadap imajinasi, diperlukan kemampuan berempati yang cermat.

Berempati di sini maksudnya adalah menempatkan diri secara utuh ke dalam dunia pikiran. Suatu karangan fiksi tidak bisa "hidup" tanpa sikap empati terhadap imajinasi.

Ketika imajinasi itu terpisah dari diri kita, maka kita hanya akan mengatakan apa yang terlintas dan bukannya menggambarkan apa yang terpikirkan. 

Kisah yang ditulis pun tidak bernyawa, dan otomatis para penikmat lebih suka menonton film daripada membaca karangan kita. Atau maksudnya "saya", bukan "kita".

Mengasah lebih lama sebelum menebang jauh lebih efektif

Jika Anda berbincang dengan saya, Anda akan mendapati saya banyak menganggukkan kepala. Bukan berarti saya menyetujui semua perkataan Anda, tapi saya terbiasa untuk mendengar lebih lama sebelum mulai berbicara.

Saya lebih senang mendiagnosis terlebih dahulu sebelum memberikan resep.

Prinsip yang sama saya bawa dalam kegiatan menulis. Ketimbang menghabiskan waktu sepanjang hari untuk menulis, saya lebih suka menghabiskan lebih banyak waktu untuk membaca. Ini berarti terdapat kerenggangan dalam aktivitas menulis.

Paradigma yang selama ini berkembang menyerukan kita untuk menulis setiap waktu agar terasah keterampilannya. Dan tidak ada yang salah dengan itu, tapi perlu digarisbawahi bahwa menulis juga membutuhkan amunisi.

Jika menulis diibaratkan menebang pohon, maka membaca atau berpikir adalah cara kita mengasah gergaji kita. Daripada menghabiskan waktu belasan jam untuk menebang, lebih baik mengasah gergaji dulu selama berjam-jam agar proses penebangan lebih efektif.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun