Mohon tunggu...
Muhammad Andi Firmansyah
Muhammad Andi Firmansyah Mohon Tunggu... Penulis - Mahasiswa Ilmu Politik

Fate seemed to be toying us with jokes that were really not funny.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Kenali 7 Kebenaran yang Menyakitkan untuk Memahami Kehidupan

6 Mei 2021   09:22 Diperbarui: 6 Mei 2021   09:33 1071
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Memahami jalannya kehidupan bukanlah suatu kebutuhan "sambil lalu" seperti tren | Ilustrasi oleh Tumisu via Pixabay

Saya mengerti, menjadi pihak yang dipersalahkan itu sangat menjengkelkan. Dan karenanya kita tidak mau salah. Akan tetapi, kita lupa dengan sisi cerah dari mengakui kesalahan.

Orang-orang sangat fanatik dengan kebenaran. Mereka tidak mau dipersalahkan. Padahal tidak mengakui kesalahan adalah bentuk dari kesalahan itu sendiri.

Ironisnya, apa yang kita pikir benar belum tentu sepenuhnya benar. Ketika kita merasa tahu tentang "A", kita hanya tahu di permukaannya saja. Kita belum tentu tahu apa yang ada di balik "A".

Dan ketika kita mempelajari sesuatu yang baru, kita tidak beranjak dari "salah" menuju "benar". Kita hanya beranjak dari "salah" menuju "sedikit salah", kemudian menuju "kesalahan yang lebih sedikit", dan seterusnya.

Memang, kita selalu berproses menuju kebenaran dan kesempurnaan. Namun, kita tidak pernah benar-benar mencapainya. Selalu ada ruang untuk menjadi lebih baik.

Anda dapat berdalih bahwa Anda mengetahui 1 + 1 = 2. Tapi, Anda mungkin tidak benar-benar tahu mengapa bisa demikian. Ya, Anda hanya menyelam di permukaan.

Bahkan apa pun yang kita kenali dengan indra sering kali hanyalah ilusi. Indra adalah penipu yang andal. Kita pikir itu nyata, tetapi kita terjebak dalam fatamorgana.

Misalnya ketika Anda melihat objek yang jauh. Katakan saja Anda melihat rel kereta api yang memanjang hingga tidak tampak di mana ujungnya.

Anda akan melihat bahwa rel itu, semakin jauh dari pandangan, semakin ia terlihat menyatu. Kenyataannya, rel itu tetaplah rel yang seperti tangga; tidak menyatu sama sekali.

Semakin tidak terjangkau pandangan, kita melihat rel tersebut seperti semakin menyatu | Ilustrasi oleh Martin Winkler via Pixabay
Semakin tidak terjangkau pandangan, kita melihat rel tersebut seperti semakin menyatu | Ilustrasi oleh Martin Winkler via Pixabay
Inilah gambaran betapa kita sering sok tahu terhadap segala hal. Alih-alih berusaha menjadi benar setiap saat, sebaiknya kita mencari tahu bagaimana kita bisa keliru setiap saat.

Karena kita memang demikian adanya. Kita selalu bermula dari tak tahu apa-apa. Kita tidak tahu apa-apa; kita hanya tidak tahu apa-apa.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun