Dalam segala hal yang kita lakukan dalam hidup ini, hanya ada satu alat yang tetap bersama kita dari awal hingga akhir, yaitu pikiran kita. Oleh karena itu, kita perlu menginvestasikan waktu dan tenaga untuk memahami pikiran kita sebaik mungkin.
Pemikiran yang keliru bisa menjadi akar dari segala macam bentuk kejahatan, karena pikiran itu sendiri merupakan "program" yang menggerakkan kita.
Jadi apa pun itu, kita semua harus mencari tahu kecenderungan kita sendiri dan kemudian belajar bagaimana memantaunya untuk bisa beradaptasi dengannya.
6. Nilai dari kegagalan
Kita tidak bisa mengelak lagi bahwa ada beberapa pengajar yang memarahi muridnya ketika mereka mendapatkan nilai rendah dalam ujian.
Secara implisit, itu mendorong murid mereka untuk menjadi anti-kegagalan, fanatik dengan kesuksesan sampai-sampai menutupi apa yang sebenarnya menjadi bakat mereka.
Seorang teman pernah menjalani hukuman karena mendapatkan nilai kecil dalam ujian Matematika. Otomatis dia berusaha untuk memperbaiki nilainya di ujian berikutnya. Tapi hasilnya tetap sama. Pada akhirnya, dia mengambil jalan mudah: menyontek.
Dan ironisnya, dia menjadi terbiasa untuk menyontek pada pelajaran-pelajaran lain. Padahal saya tahu bahwa dia sangat berbakat dalam sepak bola. Tapi karena fanatiknya terhadap nilai tinggi, dia mulai mengubur bakatnya sendiri.
Pelajar kita perlu tahu bahwa pertanyaannya bukanlah apa yang ingin kita raih, melainkan apa yang ingin kita perjuangkan, apa yang membuat kita rela menderita.
Karena hidup memang berjalan demikian.
Jika pengajar ingin memberikan hadiah kepada murid mereka, hal terbaik yang saya sarankan adalah mengajari muridnya untuk menyukai tantangan, tergoda oleh kesalahan, menikmati proses, dan kemudian belajar darinya.
Dengan begitu, murid mereka tidak harus menjadi haus akan pujian. Mereka akan memiliki cara seumur hidup untuk terus berkembang dengan kepercayaan diri yang membara.