Ini juga berlaku pada hubungan kekerabatan, pertemanan, atau persahabatan.
Dengan mengakui kelemahan kita pada orang lain, kita tidak lagi merasa dituntut untuk menjadi sempurna. Sungguh menakjubkan bagaimana budaya kita mendorong begitu keras untuk menghayati cita-cita yang mustahil, mengisi bejana kesempurnaan yang kosong.
Beri Komentar
Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!