Mohon tunggu...
Muhammad Andi Firmansyah
Muhammad Andi Firmansyah Mohon Tunggu... Penulis - Mahasiswa Ilmu Politik

Fate seemed to be toying us with jokes that were really not funny.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Alam & Tekno Pilihan

Haruskah Vaksinasi Dipaksakan?

26 Februari 2021   07:00 Diperbarui: 26 Februari 2021   07:03 360
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bersiaplah, karena artikel yang ini mungkin meledak di wajah Anda | Ilustrasi oleh Fernando Zhiminaicela via Pixabay

Pada akhirnya, pemaksaan hanya akan berujung pada antipati masyarakat yang pada dasarnya sudah banyak skeptis terhadap pemerintah. Jadi, menurut saya, masyarakat kita (hanya) membutuhkan edukasi. Mereka ingin diyakinkan tentang keamanan, kehalalan, bahkan kemujaraban dari vaksin. Barangkali hanya itu.

Semua orang ingin pandemi segera berakhir. Jadi, saya tak tahu bagaimana orang-orang bisa memberikan alasan yang etis untuk menolak vaksinasi. Barangkali mereka sedang dalam suasana ketidakpastian. Mereka takut dengan sesuatu yang tak diketahui.

Karenanya, edukasi bisa menjadi jawaban. Sebab jika sebuah alasan sudah tertanam kuat dalam dirinya, tidak seorang pun bisa menolak keyakinannya sendiri. Kita manusia adalah makhluk yang resah saat duduk berlama-lama dalam ketidakpastian.

Bayangkan kalau masyarakat sudah paham betul tentang vaksinasi. Mereka melakukannya dengan sukarela tanpa ada kebijakan yang memaksa. Dan lagi, mereka diberi insentif khusus karena melakukannya dengan sukarela. Bayangkan saja dulu!

Pemerintah bisa saja merasa sudah memberikan edukasi secara besar-besaran. Tapi, maaf, saya menyaksikannya sendiri; teman-teman saya pun masih menganggap vaksin sama dengan obat. Atau teman-teman saya memang kudet? Artinya, edukasi itu belum menyentuh orang-orang yang kudet.

Saya lebih menghargai seseorang yang dengan jujur mengatakan tak tahu apa-apa tentang vaksinasi ketimbang mereka yang meyakinkan orang lain bahwa vaksin berbahaya hanya karena ingin dianggap sebagai orang yang kritis.

Dan satu lagi, pembaca. Saya sudah sering mengungkapkan bahwa orang-orang yang hidup dengan paripurna tak akan takut untuk mati. Ya, saya ingin menjadi demikian.

Saya harus mati. Kalau sekarang sudah waktunya, biarlah saya mati. Kalau nanti, biarlah saya menikmati secangkir kopi dulu. Soal mati, nanti saya pikirkan lagi. Bahkan jika vaksin itu menjadi biang kerok, saya memang sudah seharusnya mati karenanya.

Hidup kita tidak ditentukan oleh apa pun kecuali tebakan terbaik yang dimuliakan, sebuah proses coba-coba yang konstan. Dan sekarang, tebakan terbaik saya adalah artikel ini sudah selesai.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Lihat Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun