Mohon tunggu...
Muhammad Andi Firmansyah
Muhammad Andi Firmansyah Mohon Tunggu... Penulis - Mahasiswa Ilmu Politik

Fate seemed to be toying us with jokes that were really not funny.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Alam & Tekno Pilihan

Haruskah Vaksinasi Dipaksakan?

26 Februari 2021   07:00 Diperbarui: 26 Februari 2021   07:03 360
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bersiaplah, karena artikel yang ini mungkin meledak di wajah Anda | Ilustrasi oleh Fernando Zhiminaicela via Pixabay

Kembali pada saat vaksin baru tiba di Indonesia, kita masing-masing mendapatkan tempat duduk di barisan depan menuju perang informasi untuk mengatasi ketidakpastian yang merajalela. Dalam beberapa hari saja, orang-orang mengembangkan keyakinan yang liar terkait vaksin, petugas kesehatan, pemerintah, dan negara.

Sebagian menyambut suka cita kedatangan vaksin. Beberapa memberontak dan menyalurkan kecemasan mereka dengan cara yang beragam.

Ironisnya, tidak satu orang pun yang dapat mengklaim sebuah kebenaran mutlak, namun semua orang berbicara dengan begitu yakin.

Kita cenderung menggenggam keyakinan kita yang paling keras ketika kita tidak tahu apakah itu benar. Tapi, menurut saya itulah intinya. Semakin keras kita berpegang teguh pada keyakinan dan asumsi kita, semakin kita terlindungi dari ketakutan akan hal yang tidak diketahui.

Dan itulah yang membuat kita mendapatkan masalah.

Saya bukan seorang ahli dalam hal apa pun. Jadi, artikel ini akan penuh dengan opini saya sebagai orang awam. Maka berhati-hatilah, karena saya bisa meledak kapan saja bak dinamit; tepat di wajah Anda.

Paradoks Pemaksaan

Baru 3 hari yang lalu, di sebuah sore yang suram, saya berteriak sekeras mungkin kepada keponakan saya yang baru berusia 3 tahun, "Tidak, jangan sentuh api itu!"

Dan Anda tahu, dia tetap melakukannya!

Sejak jauh hari, saya sering mewanti-wanti, "Jangan sentuh api, kecuali kamu seorang Avatar." Tapi tanggapannya selalu sama: dia tertawa seakan menganggap saya seorang badut yang sedang berlawak. Dan hari itu menjadi saksi, bahwa saya bukan sekadar badut yang tak berhati.

Atau pada saat saya duduk di bangku TK, Ibu melarang keras saya agar tak sering minum air dingin. Tapi, karena beliau sangat melarangnya, saya malah menjadi candu dengan air dingin. Setiap siang tanpa suara, saya melihat sekeliling sembari membuka kulkas. Setelah dirasa aman, saya meneguk habis satu botol air dingin dan lalu mengisi ulang botol dengan air biasa untuk menghilangkan jejak.

Satu minggu berlalu dengan kebiasaan yang sama, saya selalu mimisan setiap pagi dan kehilangan banyak darah.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Lihat Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun