Mohon tunggu...
Muhammad Andi Firmansyah
Muhammad Andi Firmansyah Mohon Tunggu... Penulis - Mahasiswa Ilmu Politik

Fate seemed to be toying us with jokes that were really not funny.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Mengapa Kita Kerap Kali Membuat Keputusan yang Buruk?

22 Januari 2021   09:36 Diperbarui: 22 Januari 2021   15:09 457
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi (Sumber: www.shutterstock.com)

Inilah masalah sebenarnya dari orang-orang yang menderita keragu-raguan: mereka tidak tahu apa yang mereka pedulikan. Mereka tidak tahu apa yang penting bagi mereka. Mereka tidak punya komitmen. Seandainya semua ini teratasi, mengambil tindakan atau keputusan akan menjadi jauh lebih sederhana.

Barangkali Anda dapat melihat pola yang jelas dari contoh di atas. Tapi itu benar, bahwa keputusan yang baik cenderung sulit dibuat karena alasan tertentu. Bahkan saat keputusan itu jelas dan kita tahu itu adalah keputusan yang baik, kita masih harus berjuang untuk mewujudkannya.

Sedangkan dalam keputusan yang buruk, itu disebabkan karena kita cenderung kesulitan dalam menilai risiko dan imbalan secara objektif. Ada beberapa hal yang berpengaruh pada datangnya keputusan yang buruk.

Pertama, pengaruh emosi kita. Saya banyak berteman dengan orang-orang yang membuat keputusan saat mereka sedang marah, sedih, atau galau. Karenanya rasa penyesalan sering kali tak bisa dihindarkan.

Saat emosi kita sedang tidak stabil, kemungkinan besar segala keputusan yang kita ambil hanya untuk menguntungkan situasi kita saat itu. Keputusan yang diambil cenderung pada sesuatu yang membenarkan situasi kita saat itu. Dan karenanya kita buta dengan biaya dan manfaat dalam hal ini.

Kedua, persepsi kita tentang waktu. Saya masih ingat ketika saya menulis sebuah buku yang selesai hanya dalam waktu 2 minggu. Hasilnya benar-benar kacau dan berantakan! Persepsi saya tentang waktu yang mengejar membuat saya mengambil keputusan yang buruk dengan menulis buku secara asal-asalan. Beruntung buku itu tak pernah terbit!

Ketiga, godaan status sosial. Saya tidak perlu menjelaskan dengan detail tentang bagaimana gengsi dapat memengaruhi keputusan yang kita ambil. Banyak orang yang memutuskan untuk tidak berjualan kecil-kecilan karena gengsi. Mereka mungkin lupa, bahwa kebanyakan pengusaha besar berawal dari sesuatu yang kecil dan remeh.

Biasanya, respon alami kita terhadap keputusan buruk adalah timbulnya rasa penyesalan. Tapi, hidup terlalu singkat jika dihabiskan untuk meratapi penyesalan. Meskipun itu hanya beberapa menit, sesungguhnya Anda bisa melakukan hal lain yang berguna dalam beberapa menit itu.

Saya selalu "antusias" saat rasa penyesalan tiba. Memang ini cukup berlebihan, tapi saya tahu betapa berharganya rasa penyesalan. Bagi saya, rasa penyesalan adalah alarm akan adanya sesuatu yang belum dipelajari dengan benar.

Penyesalan hanyalah bentuk kesalahan yang belum kita pelajari dengan benar.

Kesalahan yang telah dipelajari akan berguna bagi kita dan dengan begitulah rasa penyesalan ada.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun