Fadhira Nasyiwa duduk termenung di depan jendela kamarnya bersama Malaikat Arsa. Ini berada di lantai 2 dari rumahnya. Langit malam kota Alodie memang sering menampakkan pelangi malam aneh yang menarik minat mata. Katanya itu adalah aurora.
Dhira sering melihatnya belakangan ini. Padahal rumahnya tak berada dekat dengan Antartika; bahkan sangat jauh. Karena itulah ia menyebutnya pelangi malam. Tapi alam raya memang sulit ditebak; misteri akbar.
Banyak yang percaya kalau aurora merupakan cahaya penuntun jiwa-jiwa yang sudah meninggal menuju surga. Benarkah itu?
Kesunyian di antara Dhira dan Malaikat Arsa tak kunjung terpecahkan, akhirnya Dhira memulai.
"Banyak orang yang bilang, kami akan pergi ke surga setelah kami mati. Benarkah?"
Malaikat Arsa menghela napas dalam-dalam. "Kalian semua sekarang sudah berada di dalam surga. Sekarang, di sini. Jadi, menurutku, sebaiknya kalian berhenti bertengkar dan berkelahi. Lagi pula, sangat tidak sopan berkelahi di hadapan Tuhan."
"Inikah surga?"
Malaikat Arsa mengangguk. "Kalian kira bumi ini apa? Memang bumi hanyalah noktah kecil dari alam raya. Tapi, bumi juga adalah sepotong surga. Bumi adalah bagian kecil dari surga."
"Sepotong surga ..." ulang Dhira.
"Kalian sedang berada di bagian kecil dari surga."
"Kamu malaikat, pasti tinggal di surga, 'kan?"