Mohon tunggu...
Izza Alvarez
Izza Alvarez Mohon Tunggu... Sejarawan - Pelajar

Selagi kita mau berusaha dan berkarya untuk menentukan masa depan kita, tidak akan ada kata "Tidak bisa"

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Asal Mula Istilah Mbakrin di Pondok Pesantren Tambakberas

3 Desember 2019   18:01 Diperbarui: 3 Desember 2019   18:08 2
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

ASAL MULA ISTILAH MBAKRIN DI TAMBAKBERAS

 Bagi santri Tambakberas sudah tidak asing lagi dengan kata ,bakrin sebagai istilah pengganti bagi aktivitas meminta sumbangan atau meminta bantuan lainnya. Namun tidak hanya banyak yang tahu sejak kapan istilah itu muncul dan bermula dari mana.

 Syahdan, pada masa kepemimpinan Kiai Fatah sebagai pengasuh pondok Tambakberas, ada seorang yang profesinya minta-minta (pengemis), Namanya adalah Pak Bakrin. Penampilannya kumuh dan gimbal. Pak Bakrin selalu berkeliling dari rumah ke rumah untuk mengambil jatah rezekinya. Salah satunya adalah mendatangi ndalem Kiai Fattah.

 Tiap hari kamis pagi, Pak Bakrin selalu mengunjungi Kiai Fattah untuk meminta jatahnya. Kiai Fattah pun meladeninya sebagaimana layaknya tamu terhormat, bukan seperti umumnya orang bersikap kepada pengemis. Dia (Pak Bakrin) dipersilahkan masuk rumah dan dikasih jamuan minum, serta tak lupa juga dikasih uang saku secukupnya.

 Aktifitas tersebut berjalan rutin sampai bertahun-tahun. Saking rutinnya, bahkan apabila Kiai Fattah hendak berangkat mengajar ke sekolah, dan Pak Bakrin belum juga nongol untuk "mengambil jatahnya", maka Kiai Fattah selalu berpesan kepada istrinya (Nyai Musyarofah), "Ojo lali engko nek Pak Bakrin teko, diramut karo diwei jatahe..." (Jangan lupa nanti kalua Pak Bakrin dating, supaya diberi makan dan di kasih uang).

 Bukan hanya itu, saat Pak Bakrin tidak menghabiskan jamuan minumannya dan beranjak pergi dari situ, dengan diam-diam Kiai Fattah lalu mengambil minuman sisa tersebut dan meminumnya sampai habis. Kiai Fattah selalu melakukan hal tersebut kepada setiap tamunya. Tidak pandang bulu apa profesi dan kedudukan tamu tersebut.

 Bila para santri sekarang umumnya tabarrukan dengan cara menghabiskan sisa makanan atau minuman para Kiai, maka Kiai Fattah melakukan lebih dari itu. Siapapun tamu yang datang, layak dan pantas untuk dihormati dan dialap berkahnya, bahkan jika tamu itu adalah pengemis sekalipun.

 Aktivitas rutin Pak Bakrin tersebut, akhirnya menjadi kesohor di kalangan para santri Tambakberas. Hingga kemudian saat ada santri minta sumbangan atau banatuan, maka akan diwadani (dijuluki), "Ojo mbakrin ae... ngaji... ngaji..."(Jangan sibuk meminta bantuan saja, mari ngaji). Atau sebaliknya, bila ada acara besar untuk pondok yang perlu bantuan alumni, tapi para santri belum bergerak, maka diantara mereka pasti ada yang nyeletuk, "Ayo ndang mbakrin" (Ayosegera mencari sumbangan).

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun