Mohon tunggu...
Muhammad Muflih
Muhammad Muflih Mohon Tunggu... Bankir - Aktivis Muhammadiyah. Bankir Syariah.

@muflih_h on twitter -- hidayatmuflih.blogspot.com

Selanjutnya

Tutup

Lyfe

Tom & Jerry, Serigala Berwajah Ganteng dan Anak-anak

28 September 2014   23:26 Diperbarui: 17 Juni 2015   23:10 117
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hiburan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Rawpixel

Bulan ini saya baru selesai melaksanakan Kuliah Kerja Nyata (KKN) di ujung Kabupaten Bogor paling barat; Desa Kiarasari Kecamatan Sukajaya.

Kita mengisi kegiatan KKN dengan berbagai hal. Mengajar, gotong royong membangun infrastruktur, diskusi, keliling kampung hanya untuk sekedar bercengkrama dengan warga desa dan lain-lain.

Suati hari, ketika saya dan teman-teman sedang santai nonton TV, ada ibu-ibu yang tiba-tiba masuk ke ruangan kami.

“Kemarin Bunga (sebut saja anaknya ‘Bunga’) ngirim surat yah ke kakak-kakak?” Tanya si ibu setengah menodong. Si bunga nunduk. Wajahnya diselimuti ketakutan (agak lebay yah). Sepertinya baru dimarahi ibunya habis-habisan.

“Iya bu… gak apa-apa bu, namanya juga anak-anak,” saya hanya menjawab demikian sambil menahan tawa.

Gimana saya gak nahan ketawa, bahasa yang dipakai si bocah -yang baru duduk di kelas 4 SD itu- seperti bahasa orang dewasa. Suratnya romantis, ditujukan untuk seorang mahasiswa KKN. Saya setengah gak percaya si bunga nulis surat semacam itu. Dia terlalu polos. Wajahnya desa banget.

“Maaf ya kak, maaf banget… kalo udah gede sih gak apa-apa. Ini mah kan masih anak-anak. Ini sih gara-gara nonton sinetron terus”, sahut si Ibu sambil menyebut salah satu judul sinetron yang isinya Serigala berwajah ganteng.

Saya kembali menahan tawa. Tetapi kali ini disertai dengan rasa prihatin juga. Prihatin bahwa anak-anak sekarang, jauh di pelosok-pelosok desa sana, mudah sekali terpengaruh sinetron yang tak mendidik sedikit pun. Saya juga bingung kenapa si ibu hanya menyalahkan si anak? Bukankah si anak seharusnya nonton TV di bawah pengawasan ibu dan bapaknya? Ah, saya mau bilang gitu di depan si ibu, yang ada saya malah ikut disemprot.

Ketika ibunya bilang bahwa ‘surat cinta’ itu lahir karena efek sinetron, berarti sang ibu sudah tahu penyebabnya. Tapi ya begitulah, “anak diracuni sinetron, tontonan nomor 1 tetap sinetron”. Begitu prinspinya. Nyatanya sang ibujuga senang nonton sinetron.

Sekarang malah muncul peringatan dari KPI, salah satunya peringatan untuk tayangan Tom & Jerry, karena banyak mempertontonkan adegan kekerasan yang tak berprikehewanan (entah istilah ini ada di KBBI atau engga). Dan berbagai alasan lainnya. Ya ampun, saya dibesarkan dengan tontonan ini. Saya gak ada kebiasaan meniru adegan di kartun itu; nyolok mata temen sembarangan misalnya. Atau tiba-tiba nyiram orang pake soft drink.

Setelah bertahun-tahun tayang, kok baru dilarang? Agak lucu sih… padahal sepertinya pengaruh gadget yang saat ini bertebaran dimana-mana bisa lebih berbahaya untuk anak-anak ketimbang Tom & Jerry. Yah ini sih subjektif ya…

Wakil ketua KPI bilang, gak semua kartun untuk anak. Lha mana anak tau? Orang tuanya juga mana tau itu kartun dibuat bukan untuk anaknya, kalo gak ada sosialisasi. Kalo sinetron, tak perlu minta keterangan KPI, sudah pasti dibuat bukan untuk anak-anak. Tapi kan kenyataannya anak-anak malah nonton sinetron.  Sinetron aja dia nonton, apalagi kartun yang identic buat tontonan anak. Sekali lagi, masyarakat di kalangan paling bawah gak tau apapun, yang mereka  tahu, TV itu buat hiburan.

Ya mungkin pelarangan itu upaya KPI dalam memproteksi anak-anak. Tapi yang lebih penting bukan pelarangan ini itu. Gimana caranya supaya KPI melakukan sosialisasi ke berbagai penjuru tanah air, agar masyarakat –khususnya yang gak berpendidikan tinggi seperti di desa tempat saya KKN– bisa membedakan mana tontonan yang baik dan yang engga. Ambil contoh misalnya KPK, yang punya tim untuk sosialisasi anti korupsi ke sekolah-sekolah dan tempat-tempa lainnya.

Saya pikir kalo hanya himbauan untuUk tidak nonton ini itu, gak akan didengar. Kalo KPK bisa melakukan sosialisasi anti korupsi kemana-mana (saya ikut beberapa kali), kenapa KPI tidak bisa melaksanakan sosialisasi tentang tayangan yang sehat dan yang berbahaya? Toh keduanya sama-sama ‘Komisi’. TV mah jangan diharapkan menyajikan tayangan sehat, mereka taunya cuma ‘untung’. Tontonan sehat memang tanggung jawab semua pihak. Kalau pihak yang lain mesti bertanggung jawab, KPI ya mesti punya tanggung jawab yang lebih.

Ada yang lebih penting dari sekedar melarang nonton sebuah kartun. Contoh di atas soal dampak tayangan ‘pria ganteng berwajah serigala’ itu, adalah contoh nyata. Sayang sekali suratnya gak saya simpan sebagai bukti, hehe…  ada skala prioritas yang mesti dipertimbangkan oleh KPI, mana tontonan yang berdampak sangat buruk, buruk,atau tak berdampak apapun, lalu terjunlah ke masyarakat untuk memberi tahu masyarakat. Kalau KPI menghimbau di TV, maka  himbauan itu akan muncul di program berita. Masyarakat gak nonton berita. Mereka nonton sinetron atau infotainment. Apalagi kalau himbauannya di berita-berita internet. Masyarakat desa jarang sekali yang buka internet. Maka terjunlah ke bawah, berilah pencerahan kepada masyarakat di pelosok-pelosok Indonesia, tunjukkan pada mereka bagaimana tontonan yang sehat itu. Pasti banyak yang mau jadi relawan. Iya kan?

Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun