Mohon tunggu...
Muhamad Yus Yunus
Muhamad Yus Yunus Mohon Tunggu... Seniman - Sastrawan, dan Teaterawan

Lulusan Sarjana Sastra, Prodi Sastra Indonesia, Fakultas Sastra, Universitas Pamulang. Penulis buku, kumpulan puisi Dukri Petot: Gaya-gayaan, Novel Tidak ada Jalan Pulang Kecuali Pergi, Anak Imaji, dan Sandiwara Kita di dalam atau di Luar Panggung Sama Saja (2020) Guepedia. Pendiri Teater Lonceng, Tangsel. https://sites.google.com/view/myusyunus

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Hidup Kok Taksi-Taksi Amat Yak?!

19 November 2021   09:39 Diperbarui: 3 Januari 2022   09:51 1225
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dahulu begitu elegan, sekarang hampir hilang.

Dahulu lebih privasi, sekrang sudah mulai main buka-bukaan soal ekonomi.

Zaman semakin berubah seiring kebutuhan manusia yang selalu bertambah. Tidak terlepas dengan jasa transportasi masal yang terus berevolusi menjawab kebutuhan dari generasi ke generasi.

Tentunya telah sama-sama kita tahu, jabotabek sekrang terlihat lebih hijau. Bukan karena keberhasilan penghijauan, tetapi karena memang ulah si Mas Nadim sebelum jadi bapak menteri pendidikan.

Di era masa orde baru hingga munculnya reformasi sebelum tahun 2000an, para pengemudi taksi mangkal atau taksi panggilan hanya menggunakan daya insting dan nalarnya saat mencari lokasi tujuan.

Keahlian menghafal jalan raya dan intuisi mereka untuk menganalisa situasi kemacetan yang kemungkinan bakal terjadi adalah sebuah anugerah yang didapatkan bukan dengan cara gampang. Perlu adanya jam terbang yang super tinggi dan keberanian untuk bertualang. Secara kontan menjadi sebuah keharusan dalam lowongan pekerjaan jasa angkutan.

Pada era 2000an hingga tahun 2005an jasa angkutan ini menjadi salah satu yang paling dianggap elegan oleh kaum kalangan menengah ke atas. Selain dilengkapi AC yang super sejuk dan dingin, kendaraan ini juga cocok untuk para pekerja kantoran dengan alasan kenyamanan.

Namun pelan-pelan pilihan warga kota mulai beralih menuju alat transportasi masal lainnya yang tidak kalah nyaman, meskipun harus berdesakan. Sebut saja Transjakarta yang sudah genap berusia 17 tahun. Ada banyak sekali cara dan monopoli jasa angkutan masal ini yang baru saja menginjak usia remaja.

Jika berbicara soal privasi atau gengsi seolah-olah selera kaum metropolis kini menurun dengan adanya kendaraan ini. Yang semula satu angkutan digunakan untuk satu orang sewa, kini satu kendaraan umum digunakan melebih dari sepuluh orang sewa.

Sebenarnya tidak jauh berbeda dengan kendaraan angkutan umum lainnya seperti Metro Mini atau Kopaja, ketiganya sama-sama menampung jumlah penumpang lebih dari lima, bahkan sepuluh untuk Metro Mini dan Kopaja. Padahal jika berbicara soal kelas, angkutan umum seperti taksi jauh lebih berkelas dan lebih privasi, katanya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun