Mohon tunggu...
Muhamad Yus Yunus
Muhamad Yus Yunus Mohon Tunggu... Seniman - Sastrawan, dan Teaterawan

Lulusan Sarjana Sastra, Prodi Sastra Indonesia, Fakultas Sastra, Universitas Pamulang. Penulis buku, kumpulan puisi Dukri Petot: Gaya-gayaan, Novel Tidak ada Jalan Pulang Kecuali Pergi, Anak Imaji, dan Sandiwara Kita di dalam atau di Luar Panggung Sama Saja (2020) Guepedia. Pendiri Teater Lonceng, Tangsel. https://sites.google.com/view/myusyunus

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Hidup Kok Taksi-Taksi Amat Yak?!

19 November 2021   09:39 Diperbarui: 3 Januari 2022   09:51 1225
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Jawaban dari semua persepsi kemodernan, kenyamanan, dan privasi adalah sebuah kebutuhan yang relevan dengan kecukupan isi dompet. Perkembangan zaman menuntut jasa angkutan umum yang lebih efesien, dan ekonomis telah terjawab dengan munculnya Transjakarta.

Bayangkan saja berapa waktu yang harus ditempuh oleh pengguna Metro dan Kopaja untuk mendapatkan kedua kendaraan itu. Belum lagi mereka suka berhenti seenaknya dan mengelur waktu keberangkatan demi mendapatkan penumpang lebih banyak.

Pada dasarnya baik Metro atau Kopaja adalah sebuah kendaraan yang mewajibkan sopirnya untuk mendayagunakan intuisi saat mengarungi derasnya hilir mudik kota. Mereka juga memiliki kemampuan yang diperoleh sopir taksi, namun tidak seelegan sopir taksi yang tidak hanya menyetir tetapi juga harus punya ketrampilan lain dalam hal pelayanan. Tentu saja baik sopir Metro maupun Kopaja tidak memiliki ketrampilan ini, kemampuan lain di berikan kepada kenek untuk berteriak memanggil penumpang tanpa mengedepankan ramah-tamah.

Sebagai seorang sopir taksi, keramahan merupakan kail yang siap memancing ikan di sebuah danau perkotaan. Kail itu akan dengan mudah menjerat mangsanya, dan menambah pemasukan dikemudian hari. Sebab dengan kemampuan itu, tidak jarak sopir taksi menerima pesanan langsung dari pelanggannya melalui telepon. Tidak jarang pula para pelanggan yang merasa cocok bersedia untuk menyewa jasanya berjam-jam bahkan berhari-hari untuk mengantar kemana saja.

Munculnya Transjakarta berarti adanya gagasan bahwa ketrampilan yang dimiliki oleh seorang sopir taksi tidak sepenuhnya memenuhi kebutuhan warga kota. Yang jelas sebenarnya warga kota tidak elegan-elegan amat, mereka juga kaum urban yang suka kepepet dan tidak jarang terserang penyakit migren dadakan kalau tagihan sewa kos, atau cicilan Iphone-nya sudah diujung tanduk.

Untuk dapat mencukupi kebutuhan, membayar kamar kos tepat waku, dan agar selalu dapat berselancar di dalam swapstories melalui smartphone mereka dengan biaya paket seluler yang sudah dikondisikan, Transjakarta adalah satu cara membuat pengeluaran mereka seefisien mungkin. Tentunya karena biaya yang murah dan AC yang dingin.

Seperti itulah kiranya keadaan warga kota yang sedemikian rupa mengolah pengeluaran menjadi sesuatu yang membahagiakan. Semakin efisien dan ekonomis, maka akan semakin menguntungkan.

Padahal tidak untung-untung amat selagi tagihan Iphone-nya belum selesai. Asalkan kehidupan dunia maya mereka masih dapat berjalan. Mencirikan bahwa warga kota adalah mahluk individualis yang tidak suka menyapa satu sama lain.

Secara kontan pula menunjukkan bahwa privasi yang dibangun oleh jasa angkutan umum seperti taksi, tidak cocok dengan keadaan warga kota saat ini yang tidak hanya suka berhemat untuk kepuasan lebih, mereka juga pandai memposting sesuatu agar terlihat tetap keren pada media maya.

Angkutan taksi barangkali tengah diujung ajal. Perlahan namun pasti, bukannya memperbaiki posisi karena banyaknya persaing malah menuju deretan panjang bangkus kosong. Kemunculan jasa Ojek Online membuat mereka kembali kesulitan mencari rezeki.

Pasalnya selain Ojol mudah untuk dipesan, ia pun tergolong kendaraan yang memiliki efisiensi dalam hal waktu dan sekaligus ekonomis. Maraknya promo spektakuler yang ditawarkan oleh jasa Ojol membuat kecemburuan tersendiri di kalangan para sopir taksi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun