Mohon tunggu...
Muhamad Yus Yunus
Muhamad Yus Yunus Mohon Tunggu... Seniman - Sastrawan, dan Teaterawan

Lulusan Sarjana Sastra, Prodi Sastra Indonesia, Fakultas Sastra, Universitas Pamulang. Penulis buku, kumpulan puisi Dukri Petot: Gaya-gayaan, Novel Tidak ada Jalan Pulang Kecuali Pergi, Anak Imaji, dan Sandiwara Kita di dalam atau di Luar Panggung Sama Saja (2020) Guepedia. Pendiri Teater Lonceng, Tangsel. https://sites.google.com/view/myusyunus

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Kenapa Setan Lagi yang Disalahkan? Dekonstruksi Setan dan Cerita Lama

25 September 2021   15:50 Diperbarui: 30 Mei 2023   10:54 705
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Heru Kesawamurti dengan naskah "Dhemit"-nya memiliki kesamaan yaitu mengaitkan manusia dengan mahluk halus seperti setan atau hantu. Yang mana bagi masyarakat Indonesia cerita semacam itu telah mengakar dari dahulu. Heru berpikir logis jika setan atau demit memang benar ada, dengan menggambarkan aktivitas, permasalahan, sampai struktur sosial mereka. Nyatanya penyajian seperti itu membuat naskah "Dhemit" bergenre komedi, tidak terbayang bagaimana suara ketawa penonton saat milhat naskah "Dhemit" ini dimainkan. Tapi kembali lagi kepada pembaca, apakah dialog-dialog satir dalam naskah ini disebut komedi atau malahan menjadi bahan renungan. Bahawa sebenarnya demit adalah manusia itu sendiri, karena cerita tentang Genderuwo, Wilwo, Egrang, dan Kuntilanak berasal dari cerita buatan manusia itu sendiri.

Sedikit berbeda tapi sama, naskah "Setan dalam Bahaya" dengan "Dhemit" ini terbilang satu benang lurus namun berbeda ujung. Dhemit karya Heru Kesawamurti lebih condong untuk mengkritik pemerintahan Orde Baru selama Bapak Pembangunan memimpin negara. Banyak ketimpangan-ketimpangan sosial yang terjadi. Di mana manusia Indonesia tidak lagi memegang teguh pendirian leluhur, tetapi malah merusaknya dengan kemodernan. Dan semua hinggar bingar tentang kehidupan mentereng yang semu.

Satu poin yang sama dalam kedua naskah drama ini adalah sama-sama membahas tentang sifat, pemikiran, dan kekuasaan manusia yang merusak. Keduanya sama-sama membawa gerakan perdamaian, mencintai kehidupan yang rukun dan membiarkan perbedaan sebagai ciri sebuah bangsa tanpa perang dan permusuhan. Jika Taufiq Al Hakim mendekonstruksi keberadaan Setan yang selalu membawa bencana peperangan, Heru Kesawamurti lebih memilih untuk mendekonstruksi demit yang menjadi tumbal atas keserakahan manusia.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun