Mohon tunggu...
Muhamad Yus Yunus
Muhamad Yus Yunus Mohon Tunggu... Seniman - Sastrawan, dan Teaterawan

Lulusan Sarjana Sastra, Prodi Sastra Indonesia, Fakultas Sastra, Universitas Pamulang. Penulis buku, kumpulan puisi Dukri Petot: Gaya-gayaan, Novel Tidak ada Jalan Pulang Kecuali Pergi, Anak Imaji, dan Sandiwara Kita di dalam atau di Luar Panggung Sama Saja (2020) Guepedia. Pendiri Teater Lonceng, Tangsel. https://sites.google.com/view/myusyunus

Selanjutnya

Tutup

Bahasa Pilihan

Apakah Sastra Siber Itu Semacam Jajanan Modern di Pasar Tradisional?

24 Juni 2021   22:29 Diperbarui: 30 Mei 2023   10:52 249
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Mudah sekali menulis sesuatu di era digital seperti saat ini. Hanya dengan ponsel pintar saja seseorang dapat membagikan tulisannya kepada siapa saja melalui jaringan internet. Semua orang mungkin pernah menulis puisi, cerpen atau mencoba menulis novel, tapi tidak semua orang berhasil mendapatkan jumlah pembaca. Hal yang demikian terjadi karena adanya beberapa masalah.

Masalah yang pertama adalah kepercayaan diri. Sebelum era sastra siber berkelanjutan atau ketika kita belum menyadari keberadaan sastra siber, orang-orang menganggap puisi karyanya hanyalah sebatas celetukan hati untuk sang kekasih tercinta saja sehingga mereka tidak menghadirkan kebutuhkan publikasi untuk mendapatkan pembaca. Privasi menjadi alasan yang paling kuat dalam hal ini. Sifat ingin diakui secara manusiawi hanya diperuntungkan untuk seorang kekasih saja. lebih dari itu, mereka menyadari sepenuhnya bahwa kualitas tulisan yang diciptakannya sebatas coba-coba. Tidak benar-benar sengaja ingin terjun ke dalam dunia persajakan.

Berbeda sekali dengan keadaan seperti saat ini. Media sosial telah memanjakan manusia untuk terus abadi di dalamnya. Abadi tidak hanya dalam bantuk gambar atau vidio saja, melainkan juga dalam bentuk tulisan seperti ini. Tapi tidak banyak dari kita yang mengetahui bahwa sastra siber telah kita baca setiap hari.

Dengan media sosial dan segala kemajuan teknologi informasi, penulis tidak lagi takut jikaulau karyanya akan hilang begitu saja atau lupa terbawa usia sebab lama sekali tidak menemukan publisher.  

Dunia siber memberikan nilai keabadian bagi para penciptanya, sepreti yang dikatakan oleh Pramudya Anata Toer "menulis untuk keabadian." Hal itu sejalan dengan sifat manusia itu sendiri, yang kerap khawatir akan ketiadaan atau kemusnahan. Tapi apakah itu sastra siber? Apakah istilah ini masih terdengar cukup asing? 

Manusia, Siber, Keabadian, dan Sastra

Sastra siber memberikan kepercayaan diri bagi penulis muda untuk mempublikasikan karya-karyanya melalui siber. Puisi cinta tentang rembulan dan hujan, kini tidak lagi hanya bisa ditulis oleh seseorang yang sedang kasmaran kepada lawan jenisnya. Puisi semacam itu tidak lagi dijadikan hadiah untuk sebuah hubungan emosional.  Melainkan lebih dari itu, puisi romantis seketika menjadi sebuah produk yang siap memberikan citra tersendiri bagi penulisnya.

Pada kalangan remaja, dahulu orang akan menemukan sebuah potongan puisi di dalam laci sebuah meja yang dimiliki oleh seorang anak sekolahan. Atau kita menemukannya dalam pelajaran bahasa Indonesia, sebagai bentuk pelunasan sebuah hutang yang disebabkan karena tugas dari seorang guru. Bahkan orang kerap menemukannya dalam buku catatan seorang gadis manis yang terjebak cinta monyet. Tetapi sekarang kita dapat menemukannya di tempat yang berbeda. 

Sekarang seseorang dapat menulis puisi di dalam twitter, facebook, atau blog pribadi mereka. Tanpa meraka tahu esensi dari pada menulis puisi itu sendiri. Tidak hanya puisi saja, bentuk-bentuk yang lain pun muncul, seperti yang sering kita tahu. 

Kebanyakan orang menyebutnya sebagai qiuotes, ketimbang menyebutnya dengan istilah "Kata-kiata mutiara." Tapi apakah sastra siber mengakui keberadaan qiuotes sebagai sebuah bentuk yang baru? Atau benarkah quotes itu bentuk yang baru? Jangan-jangan tidak sama sekali.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bahasa Selengkapnya
Lihat Bahasa Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun