Mohon tunggu...
Yasinisme
Yasinisme Mohon Tunggu... Lainnya - Lelaki penikmat es kelapa muda

Lelaki yang berusaha memanusiakan manusia. Kuli tinta, Pengabdi masyarakat. www.yasinisme.blogspoot.com

Selanjutnya

Tutup

Fiksi Islami

Kenalkan, Saya Anisa

19 Mei 2018   11:21 Diperbarui: 19 Mei 2018   11:53 753
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
picoku.net/tag/zahrumedia

Nama saya Anisa, saya mahasiswa semester 4 di Jogja, di sini saya tinggal dengan kakak, kampung halaman saya Aceh. Dalam tulisan ini, saya tidak bermaksud jelaskan kehidupan pribadi seorang wanita yang merantau, tapi sedikit membagi kisah yang saya tak paham, apakah ini kesalahan, atau memang kebenaran yang selama ini dipendam waktu. 

Beberapa hari yang lalu Bom meledak di beberapa kota di indonesia, saya sendiri melihat lewat televisi saat sedang istirahat perkuliyahan, dengan teman saya kami sempat berdecak kagum, tapi bukan kekaguman lantaran terpesona, namun lebih merasa kecewa, bahkan terpukul telak. Bagaimana bisa dia meledakan Bom di tempat peribadahan agama lain, dan kenapa mesti mengenakan peci, kenapa harus bercadar. 

Ini bukanlah awal dari kesedihan saya dan rekan-rekan saya pengguna cadar, ini juga bukan awal hati kami tertusuk-tusuk karena hujatan, karena cacian, juga karena makian, tapi sebelum ini kami juga sempat jadi bulan-bulanan beberapa orang yang tak menginginkan keberadaan sosok wanita yang berupaya menjaga diri, dan mengikuti anjuran kekasih yang sangat-sangat kami kasihi, Rosulullah. 

Bom meledak dengan sangat brutal, ada lebih dari satu korban yang meninggal, ada juga yang luka-luka, bahkan sempat ada yang terlihat mengucurkan darah segar lantaran ledakan itu, teman saya Aisyah sempat menangis, sayapun merasa hal demikian, kami bukan menangis karena kesedihan lantaran korban yang meninggal itu.

kami juga bukan menangis lantaran aksi bom itu, tapi kami menangis karena kami sadar beberapa menit lagi akan bertambah jumlah orang-orang yang akan menzolimi kami, bahkan perbuatannya bisa lebih parah dari sekedar ucapan yang kemarin-kemarin membuat kami harus mentulikan telinga. 

Sore itu Rifda menggenggam tangan kiri saya, matanya memerah, dari tampangnya itu saya memberhentikan aktivitas tangan kanan sedang bersiap merapihkan pakaian yang sudah kering terpanggang matahari, saya mengajaknya masuk kedalam rumah, tepat diruang tamu dia memeluk saya, ini pertama kali seorang wanita kelahiran Riau menangis sejadi-jadinya, saya biarkan tubuh yang tingginya 170cm merebah dalam pelukan, belum sempat saya ucapkan sepatah kata.

mulutnya berbisik pada telinga "aku nggak kuat kak, aku pulang saja, aku ingin di Riau saja" lirih suaranya bercampur basahnya bagian punda yang tertutup gamis hitam polos, saya sangat mengingatnya, sungguh dihari-hari kemarin kami didesak dalam keadaan yang tidak baik-baik saja, walau hanya beberapa yang bersebelahan memandang kami, tapi sungguh saya merasakan hebatnya cobaan dari beberapa orang-orang itu, sampai sahabat saya hampir pupus harafannya menggapai cita-cita sebagai sarjana ekonomi di salah satu kampus di tempat saya merantau. 

Demi Allah saya tak paham betapa dunia sudah diobrak-abrik kepentingan beberapa kelompok, demi Allah saya tak mengerti kepentingan mereka, sepenting itukah yang mereka inginkan, sampai agama kami dibuat peraduan, dilucuti dan benar-benar dibuat berantakan. Saya ingat malam senin beberapa pekan lalu, Bapak menelpon saat 30 menit adzan isa sudah selesai berkumandang, katanya "nak, kau baik-baik di situ, kuatkan imanmu, jangan lemah, jangan menyerah, jangan pernah berkeinginan mengganti pakaianmu dengan yang bukan keinginan Bapak, 

Bapak tau kau di situ sedang dalam keadaan yang tidak baik, kau kuat, harus kuat" saya hanya mengucap beberapa awalan pembicaraan dengan penjelasan kabar, tapi sesudahnya Bapak memberondong ucapan seperti itu, saya menangis, sungguh luar biasa perasaan ini dibuat bergetar, Allah menyentuh kehangatan kasih sayang seorang Bapak malam itu. Bapak adalah pribadi yang kuat, dan selalu menyemangati saya apapun dan bagaimanapun keadaan saya, kalau ibu, dia lebih ke pendengar saya, kalau ada masalah saya selalu menumpahkannya di Ibu, walau pada akhirnya Bapak pula yang bersuara, saya sayang mereka.

saya sangat mencintai mereka, dan membawa gelar sarjana sekaligus mendapat kelayakan pekerjaan adalah hal yang harus saya lakukan untuk membalas semua kasih sayang mereka. Saya memutar beberapa kali otak untuk kembali pada keadaan yang sebenarnya, sadar jika saat ini saya dan teman-teman yang kata mereka diluar sana seperti ninja sedang dalam keadaan buruk, harus kembali berjuang dengan perjuangan yang berbeda-beda, awal sebelum merantau niat saya melanjutkan perkuliyahan, yang saya pikir apa yang akan dihadapi hanyalah tugas perkuliyahan, tapi rupa-rupanya tidak.

saat ini ada 2 hal yang sedang saya lawan, Iman saya, dan pendidikan saya, dan itupun yang dihadapi teman-teman saya di sini. Kami berusaha untuk saling menguatkan, untuk saling bergenggaman tangan, kami sadar fitnah bukanlah musuh yang mudah, kami juga sadar berhadapan langsung dengan orang-orang yang mendendam lantaran saudaranya meninggal karena ulah kebodohan yang terjadi di sana juga bukanlah perkara yang mudah. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Fiksi Islami Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun