Mohon tunggu...
Admin
Admin Mohon Tunggu... Jurnalis - Read To Write

Menulislah

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

"Grey Area" Jadi Alasan Penting untuk Selalu Ulas Masa Lalu

8 Oktober 2021   03:07 Diperbarui: 8 Oktober 2021   03:12 168
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Muhammad Tonis Dzikrullah (Kader GMNI)

Apakah hidup ini hanya berupa rangkaian dari tragedi satu ke tragedi lainnya, ataukah sekedar tumpukan harapan atas harapan? Dan apakah manusia menciptakan sejarahnya sendiri? Untuk pertanyaan-pertanyaan tersebut, kita jawab saja 'mungkin'.

Kemungkinan pertama, 'mungkin iya'. Hegel dalam dialektika para roh (baca roh absolute) menggambarkan perjalanan sejarah manusia melalui suatu hukum yang ia sebut sebagai hukum dialektika, yakni dua unsur yang saling bertentangan akan menghasilkan unsur yang baru. 

Dalam hal ini, Unsur baru tersebut berbeda dengan unsur-unsur sebelumnya. Seperti 'ada', sesuatu yang baru ada karena bermula dari adanya ketiadaan. Begitu juga sebaliknya, ketiadaan menjadi ada karena ada sesuatu yang ada. Kedua hal itu adalah unsur yang saling bertentangan. 

Sementara, unsur baru yang dilahirkan dari dua unsur yang saling bertentangan tersebut adalah 'kemenjadian'. Baik itu 'kemenjadian' menjadi 'ada' atau dari 'ada' menjadi 'tidak ada'. Yang jelas, unsur 'kemenjadian' itu berbeda dari unsur pembentuknya, yakni 'ada' dan 'tidak ada'.

Namun, yang dimaksud dengan 'kemenjadian' itu bukan pula degradasi, jawaban alternatif, jalan tengah, atau apapun yang dalam pemahaman kita merujuk pada semacam teknik kompilasi seperti yang ada pada salah satu metode ilmiah, melainkan benar-benar berbeda.

Perihal perbedaan antara 'kemenjadian' dengan unsur pembentuknya, Hegel pernah mengutarakan konsep dialektika para roh. Maksudnya, jangan lupakan unsur-unsur yang dianggap bertentangan agar bisa melihat bedanya. Menurut Hegel, unsur yang bertentangan itu adalah ide-ide dari semangat  sosial tertentu. 

Selebihnya, Hegel mereka-reka tentang ide absolute. Pada akhirnya nanti, wujud suatu kontradiksi akan selalu melahirkan kontradiksi yang lebih baru yang tidak akan ada habisnya. Hanya saja, Hegel menambah argumen untuk mengendalikan arah 'kemenjadian' itu dengan ide absolute.

Kemudian pada titik ini, Hegel menganggap bahwa sejarah laiknya kisah roman yang ditulis oleh ide absolute. Atau analogi sederhana seperti film-film India kebanyakan, dimana pada ahkir cerita, anak muda selalu menang. Pendapat Hegel ini kemudian bisa menginspirasi orang-orang untuk menciptakan idenya sendiri-sendiri. 

Konsekuensinya, sejarah tidak lagi dipahami sebagai perjalanan menuju surga atau neraka seperti yang diceritakan oleh pemuka agama, melainkan suatu perjalanan untuk menghabiskan sisa hidup di hari tua. Maksudnya, manusia menciptakan sejarahnya sendiri. Kesimpulannya, sejarah adalah tumpukan dari harapan atas harapan.

Kemungkinan kedua, 'mungkin tidak'. Sebab, dari perjalanan sejarah itu sendiri kita tau kalau ide-ide yang bertentangan itu bukan semata-mata ide tentang kebaikan bersama. Melainkan suatu ide yang selalu menguntungkan pihak tertentu. Sialnya, pihak tertentu itu selalu minoritas (baca pakta dominasi), dan sialnya lagi seringkali mengatasnamakan tentang kebaikan bersama. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun