Mohon tunggu...
Muhamad Saudi
Muhamad Saudi Mohon Tunggu... Wiraswasta - Penikmat kopi hitam

Penikmat kopi hitam

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Kreasi di Tengah pandemi

8 Mei 2020   23:51 Diperbarui: 8 Mei 2020   23:44 70
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Panen bawang merah, berbagi dengan tetangga.(Dokpri)

Ditengah ketidakpastian berbagai bidang seperti politik ekonomi sosial dan budaya. Terutama yang sangat terasa adalah bidang ekonomi akibat dari pandemi covid19, saya tidak mau terbawa terpuruk di dalam lautan keluh kesah karena semua serba susah dan ikut-ikutan latah terus berharap akan bantuan sosial dari pemerintah.
Bukan isapan jempol belaka bahwa saat ini masyarakat khususnya kalangan terbawah menjerit menghadapi keadaan yang serba kekurangan karena menurunya daya beli.
Ini bukan dramatisasi di tengah pandemi. Tapi tentang masih banyaknya Keluarga miskin, yang tinggal di rumah berbentuk bidakan disekat menjadi 2 kamar, mandi di kobakan masjis, buang air di sungai, anak banyak, ditambah mengurus kedua orang tua.
Sang kepala keluarga hanya buruh serabutan dengan gaji "saling ngerti" sesama tetangga. Habis untuk menghidupi keluarga hari itu juga. Koreh koreh cong, nya ngoreh nya mancong kalo kata peribahasa sunda.(kikih kikih cong, sambil ngikih sambil dimmakan). segitu didalam kondisi normal. Tentunya saat ini, sang pemilik lahan atau yang biasa menyuruhnya bekerja lebih memilih mengerjakan sendiri pekerjaanya ketimbang nyuruh orang, karena mau tidak mau resiko dari menyuruh orang harus mengupah sekalipun dengan harga upah "saling ngerti" tadi.

Sekali lagi ini bukan dramatisasi. Tetapi ini juga tentang Janda tua, dengan kondisi rumah, MCK yang sama, mengurus beberapa anak yatim, mulai bekerja jam 4 pagi mencuci baju-baju  tetangga, menjelang siang bekerja di sawah mengambil upah buruh nandur padi menyiang rumput atau lainya, tengah hari baru bisa pulang membawa nasi lauk pauknya sisa antaran di sawah tadi. Habislah dimakan sang buah hati siang itu juga.
Yang lebih miris, keluarga yang selama ini bekerja di ibukota yang biasanya  ikut andil meringankan sedikit beban keluarga justeru sekarang malah menambah beban. Mau tidak mau. Jika Mereka tetap bertahan di kota sedang bekerja pun sudah tidak, satu-satunya harapan agar tidak lapar mereka memilih pulang kampung, karena setidaknya kalau untuk urusan perut di kampung tidak susah-susah amat. Ya paling tidak, tidak perlu serba mengeluarkan uang seperti di jakarta.

Lebih ironis lagi. Permasalahan di perkampungan hari ini bukan lagi makin  bertambah sulitnya masyarakat miskin memenuhi kebutuhan sehari-hari. Tetapi masalah sosial yang semestinya tidak terjadi ditengah gencarnya pemerintah menerapkan kebijakan phisycal dintanching dan sosial distanching demi memutus mata rantai virus yang belum diketemukan obatnya ini. Makin banyak ditemui kebiasaan berkerumun, nongkrong bareng, cerita tentang kehidupan dan keadaan di jakarta waktu masih bekerja dan tinggal di sana. Dan lain-lainya. Yang pada ahirnya corona mereka anggp hanya jalan cerita dalam film kartun doraemon yang tidak akan pernah terjadi di kehidupan nyata.


Penulis bersama masyarakat yang telah terbiasa hidup jauh dari hiruk pikuk metropolitan, telah mengantisipasi keadaan wabah ini dengan setanggap mungkin. Seperti melakukan kegiatan rutin penyemprotan di lingkungan kampung setiap tiga hari sekali. Dan sekali-kali keliling desa. Tak lain dan tak bukan demi menjaga sehatnya kampung kami. Tapi melihat kondisi seperti yang penulis bahas diatas tentang upaya menjaga sterilnya wilayah sepertinya akan memaksa membuat kami memulai dari nol lagi.
Membaurnya para pendatang dari zona merah tak bisa terhindarkan. Tetapi kami tetap optimis bahwa penyebaran corona tidak akan sampai ke kampung kami. Dan alhamdulillah nya sampai hari ini masyarakat tetap sehat

Kembali ke paragraf awal dimana saya menyikapi dampak dari wabah korona yang membuat semua sektor mata pencaharian terhambat. Yang membuat masyarakat miskin setengah terkapar, Saya tidak mau terpapar virus keluh kesah dan lautan harapan akan bantuan sosial dari pemerintah. Saya tetap bekerja keras untuk memenuhi kebutuhan keluarga dan bekerja cerdas demi  membantu tetangga.
Bekerja keras dengan tetap konsisten menggarap sawah menjaga tanaman palawija sebagai penunjang kebutuhan meja makan. Ketika hasil panen dirasa  cukup untuk keluarga, saya berbagi meski sedikit dengan tetangga. Meski bulan puasa dan ditengah teriknya cuaca, bukan alasan untuk berleha-leha dan tidur sampai menjelang berbuka. Disela-sela istirahat saya sempatkan untuk menulis. Sepulang dari sawah saya mengerjakan jahitan pakaian pesanan tetangga.

Mengubah ukuran pakaian tetangga (Dokpri)
Mengubah ukuran pakaian tetangga (Dokpri)
Bekerja cerdas melalui pergaulan dengan mencari donasi untuk disalurkan kepada yang benar benar membutuhkan. tidak melulu uang atau bahan makanan yang penting sampai kepada pihak yang sangat membutuhkan. Utamanya janda-janda tua dan yatim piatu.
Diawali dari hal kecil, tapi setelah saya jalankan manfaatnya ternyata sangat besar. Semoga ini menjadi gerakan yang bisa ditiru agar kita tidak perlu lagi wura-wiri ke rumah pak RT, bolak balik mengantar poto kopi KTP dan KK yang ujung-ujungnya merepotkan pemerintah.
Hal kecil yang saya lakukan ini adalah dengan mendatangi Anggota Dewan yang dulu saya usung, lalu 8 bulan yang lalu dilantik. Tidak perlu disebutkan permintaan kita dihadapan wakil rakyat kita ini, cukup ceritakan kondisi masyarakat yang menjadi dapilnya. Tidak punya masker kain ketika diwajibkan bermasker, alhasil Pak Dewan datang berkunjung meski sebentar karena terbentur aturan dilarang membuat kerumunan. Demi membagikan 1000 masker cuma cuma ke masyarakat, ditambah uang RP.500.000,- untuk biaya penyemprotan disinfektan massal di wilayah kampung.
Menghadapi lebaran Pak Chandra Angga Rahmayanda  anggota komisi 1 DPRD kabupaten Pandeglang dari partai PAN juga telah menyiapkan bingkisan berupa sembako untuk masyarakat tidak mampu, janda tua dan yatim piatu. Terimakasih atas perhatianmu Pak Dewan.

Chandra Angga Rahmayanda Anggota Komisi 1 DPRD Pandeglang dari Partai PAN (Dokpri)
Chandra Angga Rahmayanda Anggota Komisi 1 DPRD Pandeglang dari Partai PAN (Dokpri)
Dari Hal yang kecil awalnya tapi besar manfaatnya. Penulis mengajak kepada teman-teman yang kemarin-kemarin menjadi team sukses/relawan yang mengusung wakil rakyatnya dari mulai caleg DPRD kabupaten/ kota, Provinsi, DPR RI, dan DPD RI. untuk mengetuk pintu hati para wakil kita. Tak perlu lah diketuk karena saya yakin  hati para anggota dewan akan tersentuh dengan sendirinya ketika melihat rakyatnya. Apalagi di bulan ramadhan ini. bekerja sambil beramal. 

Dan saya juga yakin di semua gedung parlemen masih banyak Chandra Angga Rahmayanda lainya yang dengan kedermawanan serta jiwa mudanya peduli akan rakyatnya. biasanya para anggota dewan juga punya usaha sampingan berupa toko sembako warung bakso sampai budidaya dan bidang peternakan. 

Tidak segan segan saya menanyakan perlukah tenaga kerja untuk membantu pekerjaan pak dewan di toko dan di sawahnya. Bak gayung bersambut saya bisa menitipkan beberapa orang tetangga untuk ikut kerja di sana.


Hal kecil lainya yang kami terapkan di masyarakat yang juga cukup membantu bagi yang tidak mampu adalah gerakan membawa pibukaeun (makanan/minuman untuk buka puasa) untuk buka puasa bersama di masjid. Sebelum berbuka kami mengaji surat yasin bersama sama, memanjatkan doa untuk kesembuhan ibu pertiwi. lalu pibukaeun tadi di kumpulkan di bagikan kembali ke jamaah. Dari yang tadinya hanya membawa semangkuk kolak dapat juga merasakan pisang goreng dan seterusnya, karena memang setiap jamaah membawa panganan atau minuman yang berbeda. dan siapapun boleh berbuka di masjid. Jika berlebih kami antarkan ke rumah-rumah warga yang membutuhkan.
Pandemi bukan berarti menjadi penghalang untuk kita terus berbagi, pandemi menjadi pecut agar kita tetap berkreasi untuk membantu negeri.

Selamat menunaikan ibadah puasa bagi yang menjalankanya.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun