Mohon tunggu...
MUHAMAD NGAFIFI
MUHAMAD NGAFIFI Mohon Tunggu... Guru - Guru

Guru yang berikhtiar untuk terus belajar

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Sumpah Pemuda dan Peran Kaum Milenial Sebuah Refleksi

28 Oktober 2019   05:37 Diperbarui: 4 November 2019   09:55 1398
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Bangsa yang besar adalah bangsa yang menghargai jasa para pahlawannya. Bangsa yang besar ialah bangsa yang mau belajar dari pengalaman sejarahnya. Sejarah perjalanan bangsa Indonesia mencatat, selama hampir 3.5 abad bangsa kita hidup dalam cengkeraman penjajahan dari masa VOC, Belanda, Inggris dan Jepang. Penderitaan, kesengsaraan hidup, serta tragedi kemanusiaan yang dialami oleh kurang lebih lima generasi dengan asumsi life expextancy penduduk Indonesia 70 tahun merupakan pengalaman berharga bagi bangsa kita.

Dominasi politik, eksploitasi ekonomi dan penetrasi budaya asing telah menjadikan bangsa kita sebagai "kuli di negeri sendiri". Bangsa kita tentu tidak tinggal diam menghadapi kesewenang-wenangan penjajah. Perlawanan demi perlawanan di berbagai daerah dari Aceh hingga Papua telah mengakibatkan korban jiwa yang tak terhitung jumlahnya. Perjuangan mereka tidaklah sia-sia meski belum mampu mengusir kaum kolonial dari Nusantara. Ada hikmah serta pelajaran penting yang dapat dipetik dari perjuangan Kusuma Bangsa di abad ke-18 dan ke-19 yaitu pentingnya "Persatuan dan Kesatuan Bangsa" untuk meraih kemerdekaan Indonesia.

Kebijakan politik ethis (balas budi) yang secara pragmatis lebih berorientasi untuk kepentingan Belanda, namun ternyata melalui kebijakan tersebut lahirlah kaum intelektual di Indonesia. Para cendekiawan Indonesia itu mampu memodifikasi perjuangan meraih kemerdekaan melalui organisasi modern Budi Utomo, Sarekat Islam, Indische Partij, Perhimpunan Indonesia dan organisasi-organisasi pergerakan nasional lainnya.

Puncaknya yaitu bersatunya pemuda-pemuda Indonesia dari berbagai daerah, berbagai suku yang memiliki kesadaran yang sama dan pada akhirnya mengadakan konggres pemuda dengan konsensusnya yang kita kenal dengan "Sumpah Pemuda" pada tanggal 28 Oktober 1928. Melalui keluhuran budinya dari para pemuda Indonesia itu lahirlah suatu kesepakatan, ikrar bersama: "Satu Tanah Air, Satu Bangsa, dan Satu Bahasa" untuk menuju satu tujuan mulia yaitu "Kemerdekaan Indonesia".

Sumpah Pemuda merupakan tonggak perjuangan bangsa Indonesia untuk dapat melepaskan diri dari belenggu kolonialisme dan imperialisme. Tumbuhnya semangat untuk bersatu, rasa nasionalisme yang menggelora membawa bangsa Indonesia ke puncak perjuangannya meraih kemerdekaan pada tanggal 17 Agustus 1945. Keberhasilan bangsa Indonesia itu tidak lepas dari peran pemuda yang begitu jeli memanfaatkan momentum vacuum of power yang begitu singkat untuk mengambil alih kekuasaan kolonial dan menyatakan diri sebagai bangsa yang merdeka serta berdaulat.

Perjuangan Panjang dari pemuda Indonesia tentu belum berakhir di saat bangsa kita sudah merdeka. Tugas dan perjuangan mempertahankan serta mengisi kemerdekaan dengan pembangunan untuk kemaslahatan serta kemakmuran rakyat akan terus melekat selama Republik ini masih berdiri dengan kokoh.

Beda generasi tentu berbeda pula ladang perjuangannya. Jika zaman penjajahan para pemuda berjihad dengan jiwa raganya untuk mencapai kemerdekaan, maka pemuda saat ini, yang kita kenal dengan "Kaum Milenial" sudah sepatutnya berjuang untuk meningkatkan daya saing diri dan bangsa di tengah pesatnya peradaban dunia. Bonus demografi yang saat ini sedang kita nikmati tentunya akan menjadi anugerah untuk melakukan lompatan jauh menuju Indonesia yang maju dan sejahtera jika kaum milenial kita tumbuh menjadi pribadi yang tangguh, berkualitas, dan berkarakter. Namun demikian, bonus demografi bisa menjadi musibah jika generasi muda kita hanya tumbuh menjadi konsumen pengetahuan dan end user teknologi mutakhir.

Perubahan mindset bahwa negeri kita kaya sumber daya yang sering membuat kita terlena adalah salah satu kunci untuk menyiapkan kaum milenial handal. Hal ini mutlak diperlukan karena selama ini kita seolah di nina bobokkan dengan jargon negeri yang gemah ripah loh jinawi padahal kenyataannya dengan semakin bertambahnya penduduk kita tidak bisa hanya bertumpu pada kekayaan negeri ini untuk bisa survive di masa depan.

Sudah sepatutnya kita mau belajar dari Negeri Sakura (Jepang) yang hancur karena bom atom pada perang dunia II tahun 1945, negeri yang tidak cukup kaya SDA namun saat ini mereka bangkit menjadi negara maju dan menjadi raksasa teknologi di dunia. Rahasianya tidak lain adalah karena kemauan, keuletan, fighting spirit dan semangat kemandirian yang membuat Jepang tampil sebagai negara dengan kualitas SDM yang mumpuni.

Mari kita tengok pula Finlandia, negeri yang minim kekayaan alam namun karena sistem pendidikan yang baik, serta keyakinannya yang begitu tinggi bahwa karakter kejujuran adalah modal pembangunan maka saat ini negara ini menjadi salah satu negara paling makmur di dunia serta memiliki Human Development Index (HDI) yang tinggi.

Satu lagi negeri yang perlu kita bandingkan yaitu Negeri Tirai Bambu (RRC) yang merupakan negara dengan populasi penduduk terbesar di dunia dan tentunya memiliki problematika lebih kompleks dari Indonesia namun kenyataannya, RRC melesat begitu cepat dan menjadi salah satu negara yang neraca perdagangannya paling tinggi di dunia melalui strategi pembangunannya One Belt One Road (OBOR) atau Satu Sabuk dan Satu Jalan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun