Mohon tunggu...
Muhamad Iqbal Al Hilal
Muhamad Iqbal Al Hilal Mohon Tunggu... Mahasiswa - Freelance Writer

Penulis berkonsentrasi pada isu sejarah, politik, sosial ,ekonomi, hiburan dan lain sebagainya

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud Pilihan

Suka Duka Mahasiswa Hidup Merantau di Kota Orang

25 Juni 2022   06:39 Diperbarui: 25 Juni 2022   07:01 676
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

(25/06/2022)- Perantauan identik dengan perantauan entah untuk para mahasiswa lama yang sudah menjadi sesepuh di kampus, maupun para mahasiswa baru yang masih imut-imut dan polos.

Sudah bukan rahasia lagi banyak suka maupun duka yang dirasakan semasa merantau untuk mencari dan menimba ilmu di bangku perguruan tinggi.

Sukanya tentu banyak mengenal teman dan relasi baru yang berbagai macam latar belakangnya sehingga akhirnya membuat orang-orang yang sudah hidup terbiasa secara homogen menjadi beradaptasi dengan keadaan yang heterogen.

Selain itu, kerasnya hidup di kota orang memang akan lebih terasa jika harus menghadapinya seorang diri. Jika ada kesulitan yang memberatkan fisik dan pikiran tentu sebaiknya meminta bantuan teman atau relasi yang dikenal.

Bagi saya yang pernah merantau semasa belum masa pandemi memang sudah terbiasa hidup seadanya terutama untuk asupan makanan karena enggan merepotkan keluarga yang ada di kampung halaman. 

Berbagai permasalahan sempat saya hadapi namun, pada akhirnya selalu terselesaikan dengan berbicara dengan sejumlah teman yang selalu setia membantu tanpa pamrih dan ikhlas.

Ibaratnya kami membiasakan diri untuk membantu satu sama lain ketika mengalami masalah yang remeh temeh maupun yang sifatnya relatif urgent dan sulit dan sensitif.

Dukanya terkadang merasa insecure karena banyak mahasiswa lain yang hidupnya bergelimang harta, hedon bahkan sering wara-wiri ke sana ke mari hanya dengan alasan menenangkan diri alias healing. Saya juga sempat terbawa hal hedon semasa berpacaran dahulu dengan mantan yang entah mengapa kami saat itu tidak memikirkan uang yang seharusnya memenuhi kebutuhan kami selama di perantauan justru dihabiskan untuk naik angkutan aplikasi online ynag harganya sangat tidak ramah bagi kantong mahasiswa.

Kelimpungan karena uang yang hampir menipis dan bingung untuk pulang karena ya tadi uang sudah defisit. Pada akhirnya saya sebisa mungkin irit makan dan ya saya pernah mengalami fase hanya dua kali makan dalam seminggu alias beberapa hari lainnya hanya makan gorengan saja dan pernah saya juga meminta tolong pada teman saya untuk sekedar ongkos pulang karena sudah benar-benar tidak memiliki uang.

Hidup merantau dengan penuh segala pengalaman membuat saya yakin dan jadi lebih bisa menghemat keuangan karena enggan untuk hidup bergaya hedon seperti orang lain lagi dan lebih mementingkan kehidupan pribadi agar tidak banyak merepotkan banyak orang.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun