Mohon tunggu...
muhammad ahsan
muhammad ahsan Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Rendahnya Minat Baca Kaum Milenial di Desa Werdoyo, Indonesia Masih Jauh Mencapai SDG no. 4?

8 Februari 2018   08:43 Diperbarui: 8 Februari 2018   10:01 869
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
dokumentasi pribadi

Sebagai jendela ilmu, membaca merupakan kunci untuk mengakses segala ilmu pengetahuan. Karena pada dasarnya, ilmu tersebut paling mudah kita temukan pada buku, media massa, atau tulisan. Salah satu cara untuk mengaksesnya adalah dengan membaca. Membaca sebagai dasar pendidikan harus dikuasai oleh semua orang. Dikutip dari laman cnnindonesia.com,Harris Iskandar sebagai Direktur Jenderal Pendidikan Anak Usia Dini dan Pendidikan Masyarakat Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemdikbud) ketika memperingati Hari Aksara Internasional tahun 2017 lalu, ia mengatakan bahwa ada enam literasi dasar yang harus dikuasai oleh semua orang, yaitu baca tulis, literasi numerasi, literasi finansial, literasi sains, literasi budaya dan kewarganegaraan, literasi teknologi informasi atau komunikasi dan digital. Enam literasi dasar tersebut merupakan standar yang telah ditetapkan oleh World Economic Forum. Standar diatas merupakan standar literasi yang harus dikuasai oleh orang dewasa. Bagaimana dengan anak-anak? Penguasaan literasi oleh anak-anak lebih kepada membaca, menulis dan berhitung. 

United Nations Educational, Scientific and Cultural Organization atau UNESCO pada tahun 2017 menyebutkan setidaknya saat ini ada 750 juta orang dewasa dan 264 juta anak putus sekolah yang minim kemampuan literasi dasar. 

Bagaimana dengan Indonesia? Menurut statistik tingkat literasi oleh UNESCO, dari total 61 negara, Indonesia berada di peringkat 60. Hal ini merupakan catatan buruk bagi pendidikan di Indonesia. Di peringkat 59 ada Thailand dan peringkat terakhir ditempati oleh Botswana. 

Data lain dari United Nations Development Programme (UNDP) dalam laman yang sama, tingkat pendidikan Indonesia berdasarkan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) prrosentase Indonesia hanya nencapai angka 14.6% dibandingkan dengan Malaysia yang mencapai angka 28% dan Singapura dengan 32%. 

Pada level yang lebih rendah, yakni pada level desa. Rendahnya tingkat literasi Indonesa sangat terasa ketika Tim 1 KKN Undip yang ditugaskan untuk Desa Werdoyo, Kecamatan Godong, Kabupaten Grobogan membuka bimbingan belajar untuk anak-anak sekolah dasar. Lebih kurang 50 anak-anak terdata sebagai peserta bimbel dan terbagi dalam beberapa kelas

Setelah 30 hari mengabdi, Tim 1 KKN Undip mengamati hanya kurang dari 40% yang menguasai literasi dasar (membaca, tulis, dan hitung). 32% lainnya mampu menulis namun tidak bisa membaca, bisa membaca namun tidak memahami apa yang dibaca, vice versa. Dan 18% sisanya, tidak bisa membaca, menulis, bahkan berhitung sama sekali. Persentase ini didasarkan kemampuan anak-anak ketika diberikan soal oleh mahasiswa untuk mengetahui kemampuan membaca, menulis, dan berhitung (calistung).

Ada beberapa faktor yang menyebabkan kemampuan calistung anak - anak Desa Werdoyo masih sangat rendah. Pertama, tidak adanya kebiasaan membaca yang ditanamkan sejak dini. Keluarga yang seharusnya menjadi role model bagi anak-anak tidak menanamkan kebiasaan tersebut. 

Kedua, sebagai pengganti orang tua di sekolah. Guru berperan besar untuk mengedukasi anak-anak. Sudah seharusnya guru mengajarkan muridnya dasar-dasar mata pelajaran di sekolah. Namun, tidak hanya mengajar. Murid harus dibimbing dalam kegiatan belajar mengajar. Sayangnya, Tim 1 KKN Undip merasakan absennya peran guru untuk membimbing murid di sekolah. Hal itu dirasakan ketika masih adanya murid yang tidak bisa mengenali huruf namun tetap diloloskan untuk 'naik kelas'. 

Hal ini menjadi tanda tanya, bagaimana murid tersebut tetap diloloskan ke jenjang selanjutnya padahal salah satu syarat untuk naik kelas adalah dengan mengerjakan ujian tertulis. Otomatis apabila mengenali huruf tidak bisa, maka menulis, memahami tulisan, dan mengerjakan soal ujian tidak akan bisa.

Ketiga, kurangnya perhatian dari pemerintah desa dan kecamatan untuk mengedukasi anak-anak atau memberikan fasilitas yang menunjang pendidikan dasar dan membudayakan kebiasaan untuk membaca. 

Rendahnya literasi dasar anak-anak usia dini di Desa Werdoyo merupakan bukti bahwa Indonesia memiliki PR besar untuk mengejar ketertinggalan kemampuan literasi dengan negara-negara tetangga. Serta ini merupakan tantangan bagi pemerintah untuk tetap keep on track dalam menyukseskan salah satu target Sustainable Development Goalsno. 4 yaitu Pendidikan Berkualitas yang dicanangkan oleh PBB tahun 2015 lalu.

Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun