Mohon tunggu...
Muhamad Irfan
Muhamad Irfan Mohon Tunggu... Jurnalis - Masih Bodoh

Sedang menamatkan studi di jurusan Sastra Indonesia Unand. Bergiat di Bengkel Seni Tradisional Minangkabau (BSTM), Labor Penulisan Kreatif (LPK), dan Lab. Pauh 9.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Teater Langkah Mendagang "Kematian" Perempuan

24 November 2019   15:13 Diperbarui: 24 November 2019   15:21 111
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Dokumentasi pementasan "Perempuan". (Muhammad Khairul)

Oleh Muhamad Irfan

"Perkembangan teknologi menyebabkan pergeseran nilai budaya kebarat-baratan. Pergeseran nilai-nilai adat dan kebudayaan pada kaum perempuan. Perempuan sebagai tonggak di negeri ini. Perempuan yang mempunyai sentuhan magis yang tidak dimiliki oleh para lelaki. Semuanya telah mati. Simarewan. Mambang tali awan. Apa yang bias kita lakukan sebagai laki-laki? Tidak ada. Kita tertidur. Kita sengaja tertidur. Kita semua telah lama tertidur.Semua lelaki membatu seperti Malin Kundang. Semuanya sudah mati."

Pementasan teater yang berjudul "Perempuan"karya Aga Pratama selaku anggota di Teater Langkah berlangsung di lantai IV Dinas Kebudayaan Sumatera Barat dalam rangka Festival Teater yang diadakan oleh Dinas Kebudayaan Sumatera Barat, Padang, Jumat(22/11).

Garapan teater ini berakar pada kesenian yang terdapat di Minangkabau, yaitu alu katentong, kesenian yang dimainkan oleh perempuan dengan media alu yang di hentakkan ke lantai dan menghasilkan bunyi, randai---pola legaran, kesenian permainan anak dalam suatu nagari.

Kali ini pementasan Teater Langkah mempersoalkan peran perempuan di Minangkabau yang tidak sesuai dengan hakikat semestinya menurut adat yang diturun-temurunkan oleh nenek moyang terdahulu.

"Matinya" peran perempuan di Minangkabau menyebabkan ketimpangan gaya hidup yang kebarat-baratan. Dari cara berpakaian, tingkah laku, sopan santun perempuan hari ini sangat menyimpang dari ajaran atau adat limpapeh rumah gadang.

Namun tidak ada yang disalahkan dalam hal ini, karena zaman terus berkembang. Perkembangan masa begitu cepat. Sehingga sakali aia gadang, sakali tapian barubah.

Perempuan yang digambarkan dalam garapan "Perempuan" merupakan perempuan yang telah kehilangan nilai-nilai keperempuanannya sebagai BundoKanduang.

"Kematian perempuan dalam adegan semua tokoh perempuan mendagang alu dan meletakkannya pada satu tempat yang sama. Penyimbolan tersebut dapat disimpulkan bahwa semua tokoh perempuan mendagang keranda kematian pada dirinya sendiri."Ujar Diki Perdana salah seorang penonton.

Muhamad Irfan lahir di Pariaman, 26 September. Mahasiswa jurusan Sastra Indonesia Unand. Bergiat di Bengkel Seni Tradisional Minangkabau (BSTM), Labor Penulisan Kreatif (LPK), Lab. Pauh 9.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun