Namun ketiga guru menjadi profesi, kewibawaan itu kian memudar. Guru sudah dianggap sebagai pekerjaan, tidak lebih dari itu. Karena pekerjaan, maka majikannya adalah yang membayar. Guru sudah dihargai dengan materi, sebagai profesi profesionalismenya. Akibatnya, tidak sedikit para siswa -- dan orang tuanya -- yang merasa sudah membayar guru, sehingga memposisikannya sebagai pekerjanya.Â
Guru seakan "pembantu" yang bekerja di sekolah, ketika siswa merasa "didholimi" segera lapor kepada orang tua yang seakan majikannya. Sehingga tidak sedikit guru yang menjadi korban kekerasan orang tua, atau kalau tidak mereka dikriminalisasikan atas nama HAM dan perlinduangan anak.
Atas dasar semua ini, negara harus bertindak. Meskipun guru dianggap sebagai profesi, harus dipahamkan bahwa profesi tersebut adalah mulia. Negara harus menempatkan guru di posisi agung, sembari guru harus sadar, bahwa dirinya adalah profesi yang mulia, sehingga menghindarkan diri dari prilaku yang tidak terpuji. Untungnya, beberapa waktu lalu ada edaran dari MA tentang larangan kriminalisasi guru.Â
Sehingga guru bisa mengekpresikan profesiya secara bebas dan kreatif, tanpa harus khawatir dikriminalisasi, karena ada perlindungan profesi. Kita yakin bahwa guru juga manusia, mereka mempunyai kelemahan dan kelebihan. Dan dengan sisi kurang dan lebihnya inilah mereka akan mampu memanusiakan manusia, mencerdaskan kehidupan bangsa. Dirgahayu guru Indonesia.