Mohon tunggu...
Muhamad Mustaqim
Muhamad Mustaqim Mohon Tunggu... Dosen - Peminat kajian sosial, politik, agama

Dosen

Selanjutnya

Tutup

Hukum Artikel Utama

Hari Anti Hoaks Nasional, Perlukah?

5 Oktober 2018   13:51 Diperbarui: 5 Oktober 2018   16:48 2907
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ratna Sarumpaet (KOMPAS.com/DAVID OLIVER PURBA)

Menarik menyimak usulan salah satu politisi Partai Persatuan Pembangunan (PPP), Ahmad Baidowi tentang pencatangan tanggal 3 Oktober sebagai hari anti-hoaks nasional. 

Usulan ini sepintas memang terkesan iseng, bahkan sarkasme, namun harus diakui hoaks sudah merasuk ke benak masyarakat kita. Anti klimaks drama "operasi plastik" yang dibungkus melalui aksi penganiayaan sungguh telah membuat heboh dunia perpolitikan nasional. Momentum kampanye pilpres sungguh telah memudahkan orang-orang untuk membagikan berita hoaks tanpa analisis dan konfirmasi.

Berita hoaks yang dipolitisir ini telah mampu membangkitkan sentimen politik salah satu pihak. Ketika awal isu penganiayaan Ratna Sarumpaet ini muncul, media sosial -- bahkan Televisi Nasional --menurunkan berita penganiayaan ini secara massif, terkadang disertai bumbu-bumbu politik. 

Para tokoh nasional, dengan mudah mengeluarkan pernyataan hujatan-cacian, bahkan fitnahan terhadap pemerintah yang dinilai "lambat" menganangi kasus ini. Klimaks nya, Prabowo Subianto beserta para pembesar koalisisi mengadakan konferensi pers, mengutuk keras oknum yang melakukan penganiayaan, yang sebenarnya diarahkan pada kubu lawan politik.

Benar saja, setelah polisi pergerak cepat, beberapa bukti saksi dikumpulkan. Kesimpulannya, Ratna Sarumpaet ternyata tidak dianiaya, melainkan operasi plastik di salah satu Rumah sakit Khusus Bedah. 

Drama pun terkuat. Memaksa pembuat hoaks harus berterus terang. Puncaknya, "korban" penganiayaan hoaks inipun meminta maaf, dan mengakui bahwa kegaduhan nasional yang dua hari  berlangsung tidak lain adalah karena cerita bohng yang di karangnya. 

Kehebohan ini kiranya perlu diabadikan, untuk mengenang kebohongan yang dipercaya oleh jutaan orang, sehingga melahirkan berbagai hujatan dan su'udzan berlebihan yang mengarah pada kebencian. Hari Anti-Hoaks kiranya menemukan relevansinya, dalam rangka mengingatkan masyarakat kita untuk berhati-hati ketika menerima dan menyampaikan sebuah berita.

Politik Akal sehat

Hal yang kiranya menjadikan saya tidak habis pikir, koq bisa-bisanya para politisi dengan mudahnya "menggoreng" sebuah informasi dengan sangat dini dan dangkal. Seorang calon Presiden, mantan komandan tentara strategis, bisa dengan mudahnya reaktif terhadap sebuah isu yang sebenarnya secara logika sulit untuk diterima. Seseorang digebuki tiga orang di bandung (Bandara), dibuang dicimahi, dan itu dilakukan pada tanggal 21 September. 

Baru cerita tanggal 2 Oktober, tidak menghubungi pengacara, tidak melaporkan penganiayaan, dan yang aneh, melalui alibi : diancam anak cucunya akan dihabisi. Orang sehebat Satna Sarumpaet, yang dengan Presiden saja tidak takut, tiba-tiba lemah, gimmick dengan sebuah ancaman. Saya tidak bisa membayangkan, bagaimana bila drama ini tidak terbongkar, maka akan dianggap sebagai kebenaran yang diercaya. 

Parahnya, jika hal ini dijadikan komoditas politik, maka akan melahirkan sberbagai manuver politik untuk menjatuhkan pihak lawan. Bukannya tidak mungkin, produksi "kebenaran yang hoaks" ini akan melahirkan berbagai gerakan masa, bahkan sampai berjilid-jilid. Kita tentunya masih ingat momentum Pilkada yang mampu menumbangkan dan memenjarakan seorang Ahok?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun