Mohon tunggu...
Pakde Amin
Pakde Amin Mohon Tunggu... Penulis - Perjalanan Dalam Mencari Harmonisasi Kehidupan Diri

Belajar menikmati dan memaknai kehidupan melalui kata-kata

Selanjutnya

Tutup

Filsafat Pilihan

Humor Sufi: Potensi Diri (Terjebak Pemahaman Ego 2)

26 Desember 2022   06:00 Diperbarui: 26 Desember 2022   06:12 234
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

Keinginan yang begitu banyaknya yang ada pada dada diri kita mengakibatkan beban yang berat selama hidup di dunia ini.  Sehingga dalam hidupnya melupakan tugas utama diri dan sibuk dengan aktivitas hidup untuk memenuhi keinginan yang bukan tugas utama.  Beban pikir dan rasa serta keinginan yang ada di dada inilah merupakan awal dari kekhawatiran tentang kondisi kehidupan yang akan dijalani sehingga melupakan agar diri mengosongkan hal tersebut. Karena sebetulnya jaminan kehidupan sudah diberikan dan tinggal diri menjalani tanpa harus berpikir keras untuk mencukupinya. 

Memang bukan hal yang mudah dijalani oleh diri manusia terlebih jika diri tak pernah memiliki pemahaman yang benar sehingga mampu memiliki keyakinan tersebut.  Karena pemahaman yang mungkin diri miliki sekarang ini terlalu bersifat logika matematis karena bekal hidup selalu diukur dengan ukuran yang material.  Sebuah ketidaklengkapan pemahaman manakala diri bersifat seperti ini.

Sebuah kerugian dasar manakala diri selalu terpenjara pada pemahaman yang semua didasarkan atas logika material yang matematis.  Karena tidak pernah ada ajaran yang selalu mengajarkan diri untuk selalu berhitung dalam setiap kehidupan manakala diri memiliki pemahaman ilmu yang benar. Hal ini dikarenakan "prinsip kecukupan hidup" yang dilupakan sehingga diri hidup dalam bayang-bayang kekikiran. 

Kesadaran hidup tentang kepemilikan pengetahuan sekarang harus dilihat kembali apakah diri termasuk kelompok yang selalu berorientasi pada logika matematis.  Jika ini terjadi maka diri perlu melakukan dekonstruksi pemahaman agar mampu menjadi diri yang mampu mengosongkan ("suwung")  dada dari beban yang ada. Sehingga menjadikan diri hidup tanpa pamrih karena bentuk "manunggal" dalam menjalankan aktivitas kehidupan ini.   

Sedangkan pemahaman ke"AKU"an pada diri artinya dalam setiap aktivitas kehidupan diri lepas dari unsur "keinginan lain" yang ada pada diri manusia karena sebagai "peran pengganti"sehingga perilaku diri adalah perilaku manusia yang lurus sesuai dengan rel kehidupan diri.  Maka hidup tinggallah sekedar menjalani dan menikmati rel kehidupan karena jalan pasti akan menuju pada tujuan yang dikehendaki.  Karena diri kita hanyalah sebagai gerbong yang sudah memiliki rel perjalanan dan "remote" ada di tangan Tuhan. 

Ringannya beban yang ada di dada menjadi diri laksana gerbong yang dapat berjalan lancar dan tanpa ada beban yang membebani langkah kehidupan.  Namun mengosongkan beban bukanlah hal yang mudah karena butuh pemahaman yang mampu membentuk diri menjadi orang yang berprinsip dan tak pernah takut dengan kehidupan di masa depan.  Karena diri hanya sekedar berjalan menatap kedepan tanpa takut dengan beban kehidupan yang ada.

Ego sebagai jalan pencarian AKU akan dapat terwujud dimulai dengan pencarian dan menemukan potensi diri sebagai manusia.  Pencarian ini adalah dengan memahami modal dasar diciptakannya diri sebagai manusia yang hubungannya dengan fisik dan non fisik.  Fisik adalah hubungannya dengan pemahaman tentang kerja indra dan hati yang dimiliki oleh setiap diri manusia.  Sedangkan non fisik adalah pemahaman dan pengetahuan yang mampu menemukan dan menjalin konektivitas dengan Sang Pencipta.

Memang bukan hal yang sederhana untuk dimengerti manakala diri sekedar berpijak pada pengetahuan yang umum dipelajari sekarang ini.  Namun ketika diri mampu melakukan aktivitas "baca dan belajar" buku yang benar (Buku Panduan Hidup) maka diri akan mampu menemukan pemahaman yang demikian ini.  Butuh proses yang panjang dan tidak setiap diri mampu untuk itu namun keyakinanlah yang dapat mewujudkan pemahaman ego sebagai jalan pencarian AKU.

Namun manakala diri kita tidak pernah berusaha dengan maksimal seperti memaksimalkan "baca dan belajar" maka diri pun juga akan mampu meraih ego adalah jalan pencarian aku.  Namun "aku"nya adalah aku sebagai manusia bukan "AKU" sebagai kekasih dan pengganti Tuhan.  

Ketika diri sebagai aku (bukan "AKU") maka diri bukan sebagai hakekat manusia yang sesungguhnya dan sebagai makhluk yang sempurna.  Karena diri sudah hidup melewati batas bahkan sampai melampaui batas kehidupan yang seharusnya dijalani.  Sehingga mengakibatkan diri sebagai makhluk yang tidak sempurna dan bahkan memiliki derajat yang paling rendah. Pertumpahan darah dan membuat kerusakan alam semesta adalah hal yang sudah digariskan manakala diri tidak mampu menemukan "AKU".  

Maka perlu diri kita untuk selalu mawas diri dengan kondisi kehidupan yang ada sekarang ini.  Agar diri mampu memahami pencarian makna dari ego sebagai bentuk pengenalan dan menemukan diri sendiri sehingga mampu menemukan jalan untuk mencari "AKU".

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun