Mohon tunggu...
Pakde Amin
Pakde Amin Mohon Tunggu... Penulis - Perjalanan Dalam Mencari Harmonisasi Kehidupan Diri

Belajar menikmati dan memaknai kehidupan melalui kata-kata

Selanjutnya

Tutup

Filsafat Pilihan

Humor Sufi: Permadani dan Penguasa Kebenaran

15 November 2022   00:07 Diperbarui: 15 November 2022   07:52 223
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

Rentetan peristiwa dan kejadian yang sering diri lihat disekitar kita menjadikan sebuah pembelajaran untuk selalu mawas diri terhadap fenomena yang terjadi dan akan terjadi.  Kesadaran harus dikedepankan untuk mengkaji hal tersebut dan bukan emosi atau perasaan menjadi ujung tombak dalam memahami hakekatnya.  Karena dengan kesadaran inilah yang akan menjadi modal utama diri untuk mendapatkan pemahaman tentang ilmu hidup untuk mencari bekal kehidupan.

Kabar dan berita baik dari televisi maupun media lain menjadi informasi utama diri dalam memandang lingkungan sekitar kita.  Informasi yang baik tentunya akan meningkatkan pemahaman diri, namun ketika informasi adalah memiliki pengaruh negatif maka perlu melakukan penelaahan atas peristiwa yang terjadi agar menjadi tambahan pengetahuan dan bukan menjadi diri terbawa pada arus skenario dari informasi tersebut.  Karena kemungkinan berita negatif adalah sebuah rekayasa agar diri hanya berfokus pada informasi negatif tersebut.

Dan realita itupun juga ternyata menjadikan durian runtuh bagi sekelompok orang yang berkepentingan untuk orientasi bisnis agar diri mendapatkan keuntungan atas peristiwa tersebut.  Bahkan tidak sedikit dari masyarakat umum yang setiap saat selalu membicarakannya tentang kebenaran dan pembenaran atas kejadian tersebut.  Sebuah "sihir" yang membuat diri terlena disatu sisi diri terlena dengan membicarakan kejelekan orang lain namun lupa untuk menilai kondisi diri sendiri yang mungkin juga tidak memiliki bekal kehidupan.

Menjadi seorang pemimpin memang tugas setiap diri manusia.  Dan yang paling sederhana adalah tugas menjadi penguasa diri sendiri.  Bukanlah hal yang mudah ketika diri harus menjadi penguasa  karena dominasi faktor eksternal sudah menjadi selimut hati setiap manusia. Padahal seharusnya faktor eksternal harusnya merupakan efek dari dominasi faktor internal yang ada pada diri kita.

Kuatnya faktor internal inilah sebetulnya merupakan tugas utama diri dari setiap proses pencarian ilmu.  Karena faktor internal adalah esensi menyiapkan sumber daya diri kita yang dimulai dari pemaksimalan fungsi Indra yang diberikan oleh Sang Pencipta kepada setiap manusia.  Namun esensi ini luntur akibat dari proses pembelajaran yang dilakukan tidak secara komprehensip dan diri kita lebih senang dalam mempelajari hal-hal yang bersifat eksternal saja.

Padahal seharusnya dua faktor tersebut bukanlah merupakan masalah baru dalam hubungannya dengan kehidupan manusia ini karena banyak kegagalan kehidupan akibat lupa akan kedua hal tersebut.  Maka tugas sebagai manusia seharusnya diri mampu mengelola dua faktor (internal dan eksternal) sebagai sebuah satu kesatuan yang manunggal dari diri.  

Kemanunggalan dua faktor yang ada dalam diri kita ini akan mempermudah diri dalam melakukan tugas ketika menerima pendelegasian tugas.  Dan hal ini bukanlah sebagai sebuah keniscayaan tapi memang dibutuhkan jalan dan proses yang panjang untuk mencapai itu.  Tapi karena sifat dasar yang diri kita miliki yaitu ketergesa-gesaan atau terburu-buru maka biasanya diri mempermudah dan memiliki asumsi  (mamandang) bahwa kemanunggalan adalah proses yang bisa di capai ketika diri sudah bersedia menerima kuasa yang diberikan oleh sang pemberi kuasa.  

Berhati-hati dengan Jabatan

Hangatnya berita tentang oknum yang memiliki jabatan yang berlaku tidak semestinya menjadi santapan diri dari pagi sampai malam.  Contoh seperti ini adalah diri yang menyalah gunakan  nikmat jabatan yang diberikan sampai berlaku tidak baik terhadap orang lain hingga mampu merekayasa skenario untuk menutupi keburukannya.  

Mungkin sebetulnya hal ini tidak hanya terjadi pada oknum yang sering tampak di media tersebut melainkan banyak oknum lain yang senada dengan peristiwa tersebut.  Namun sebetulnya peristiwa tersebut menjadikan sebuah pembelajaran untuk belajar kembali hal-hal yang berhubungan dengan perilaku diri sebagai seorang yang diberi anugerah sebuah jabatan.   

Diri yang diberi anugerah jabatan atau lebih mudahnya disebut dengan penguasa sebetulnya merupakan sebuah ujian dalam kehidupan dan bukan merupakan hadiah yang pantas untuk disyukuri.  Mengapa demikian? karena menjadi penguasa adalah sebuah tanggung jawab berat yang dipikul untuk memimpin orang lain.  Bentuk pertanggungjawaban tidak hanya sebatas pada era kepemimpinan diri sewaktu memegang kuasa namun juga masih akan dipertanyakan kelak pada masa yang tiba.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun