Mohon tunggu...
Pakde Amin
Pakde Amin Mohon Tunggu... Penulis - Perjalanan Dalam Mencari Harmonisasi Kehidupan Diri

Belajar menikmati dan memaknai kehidupan melalui kata-kata

Selanjutnya

Tutup

Filsafat Pilihan

Humor Sufi: Kekecewaan Adalah Hasil Usaha Diri?

9 November 2021   23:06 Diperbarui: 10 November 2021   02:09 285
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

Setiap diri manusia pasti pernah merasakan sebuah rasa kekecewaan.  Biasanya ketika diri merasakan kecewa maka seringkali yang dilakukan adalah dengan menyalahkan pihak lain.  Padahal jika diri kita memiliki kesadaran mungkin rasa ini adalah sebuah hasil dari tindakan kita sendiri akibat dari sesuatu yang memang seharusnya tidak kita terima.  Karena rasa kecewa muncul dari sebuah keinginan atau harapan yang diri miliki terhadap sesuatu atau pihak lain dan ternyata tidak terpenuhi atau tercapai.

Topik ini muncul ketika diri melihat adanya seorang yang membawa map (mungkin berisi sebuah proposal sumbangan) yang mengetuk pintu rumah namun tidak dibuka dan pemilik rumah ada serta tidak dalam kondisi tidur.   Rasa jengkel menyelimuti diri tamu yang tidak dibukakan pintu dengan berkata sumpah serapah dan perasaan kecewa/marah kepada pemilik rumah tersebut. 

Perilaku yang demikian mungkin bagi diri kita adalah hal yang wajar dilihat dalam kehidupan sehari-hari.  Rasa kecewa karena keinginan diri yang disertai harapan tertentu ternyata tidak tercapai.  Dan mungkin juga ini adalah hal yang biasa kita lakukan jika kita merasa dikecewakan atau selalu dipersalahkan (Humor sufi: Diri yang selalu dipersalahkan).  

Melihat peristiwa tersebut kemudian muncul pertanyaan dalam diri, apakah betul ini adalah salah dari sang pemilik rumah tersebut? Dan ada pelajaran apa yang bisa diri ambil dari peristiwa tersebut?

Menyalahkan orang lain

Menyalahkan orang lain adalah sebuah hal yang biasa diri manusia lakukan walaupun sebetulnya diri kita sendiri yang salah.  Namun akibat dari diri yang tidak mau jatuh kehormatannya atau ingin selamat dari "hukuman" maka menyalahkan orang lain adalah alternatif yang tepat sebagai strategi dalam kehidupan. 

Kebiasaan menyalahkan orang lain sekarang ini sudah seperti hal yang wajar diri kita lakukan bahkan ini memang realita dari pepatah mengatakan "kuman di seberang lautan nampak dan gajah di pelupuk mata tak tampak".  Kebiasaan yang demikian ini bagaikan sebuah lempar batu sembunyi tangan dimana diri yang melakukan tapi kesalahan untuk orang lain sebagai bentuk untuk menjatuhkannya.  

Sebuah ironi budaya yang sekarang ini banyak berkembang di lingkungan diri kita.  Menyalahkan orang lain adalah sebuah hal yang wajar dan biasa ditemui.  Dan ketika itu terjadi banyak diri kita yang hanya diam dan membisu.  Diamnya diri melihat perilaku ironi budaya yang demikian bukan karena diri tidak tahu mana yang salah atau benar namun kebanyakan alasan yang digunakan adalah karena diri takut kehilangan materi.  Hal ini dikarenakan diri terpenjara dalam pemahaman yang keliru akibat diri lupa akan tugas dalam kehidupan di dunia ini.  

Ketakutan akibat diamnya diri karena fenomena terjadi yang berdampak pada menderitanya orang yang tidak salah apakah bukan sebuah "kekeliruan diri" dalam perjalanan kehidupan di dunia.  Diam diri adalah bagian dari sebuah kebohongan atas kesalahan yang ada di depan mata kita, dan jika ini berlanjut maka akan disusul dengan kebohongan-kebohongan yang baru.  Dan diamnya diri adalah sebagai bentuk kezaliman diri terhadap orang lain.

Maka tidak salah jika sekarang mungkin dapat dikatakan bahwa diri manusia hidup dalam dunia kebohongan atau dunia sandiwara.  Pelajaran bermain sandiwara yang di dapat dari pelajaran langsung dari realita kehidupan menjadikan diri sebagai aktor yang piawai dalam bermain sinetron kehidupan.  Sebuah drama yang menghiasi hidup kita menjadikan diri terpenjara dalam harapan-harapan yang hanya merupakan impian atau angan diri.

Hal ini mungkin sebuah refleksi dari cerita di atas bagaimana orang tersebut karena harapannya ingin ditemui oleh pemilik rumah agar bisa menyampaikan harapan dan maksud kedatangannya namun ditolak oleh pemilik rumah.  Ketika ketidaksadaran memenjara maka menyalahkan dan mengumpat kepada orang lain adalah hal yang wajar karena diri terlena oleh ego yang menguasai kehidupan diri.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun