Mohon tunggu...
Andi MuhaiminDarwis
Andi MuhaiminDarwis Mohon Tunggu... Relawan - Menulislah. Sebelum kenangan indah terbuang sia-sia. Hargai hidupmu lebih dari siapapun itu.

Teknik Sipil 2015, Univ. Muhammadiyah Makassar.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Bukber Membentuk Pola Hidup Konsumtif dan Antimasjid?

8 Mei 2019   19:34 Diperbarui: 8 Mei 2019   19:38 105
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Hari ke-3 puasa telah dijalankan. Dapat terlihat raut wajah keletihan beberapa anak kecil, remaja maupun orang dewasa yang tengah menahan nafsu-lebih tepatnya lapar dan dahaga-. Untuk hari-hari awal, memang terkadang masih dibutuhkan penyesuaian ataupun latihan agar terbiasa menahan dahaga, lapar, dan hawa nafsu lainnya. Tidak hanya itu, penyesuaian juga dilakukan seiring dengan pola hidup yang berubah begitu saja sesaat setelah memasuki fase awal bulan Ramadan. Contoh riilnya adalah berkenaan dengan maksimalisasi ibadah, atau hanya sekadar formalitas berunsur artifisial. Tak jarang pula ditemukan kaum remaja maupun dewasa menggunakan waktu Ramadan sebagai waktu-waktu mujarab untuk bergaul dan merekat kembali tali silaturahmi yang sempat renggang. Sangat identik dengan kopi, rokok, dan begadang.

Yang menarik dari tiap-tiap perhelatan puasa dari tahun ke tahun adalah wacana-wacana Bukber (Buka puasa bersama) yang tersebar dengan heboh melalui media sosial, berupa hadirnya grup chat yang sebelumnya "mati suri". Ada yang berhasil, ada yang tetap menjadi "wacana forever"; ada yang CLBK (Cinta Lama Bersemi Kembali), ada pula yang justru saling menghina untuk menghibur. Semuanya menjadi cerita unik yang menghiasi bulan Ramadan. Entah dimulai sejak kapan, namun budaya Bukber telah menjadi Megatrend di seluruh sudut kota di Indonesia.

Menanggapi Megatrend ini, diperlukan kejernihan rasio umat muslim agar tidak terjerumus kepada kebatilan. Ada beberapa hal yang laik menjadi bahan pertimbangan ataupun menjadi bahan diskursus publik. Bukan mengada-ada, logika ini lahir di tengah membabi butanya budaya Bukber.

Bukber merupakan ajang silaturahmi umat muslim dengan memanfaatkan momentum berbuka puasa. Budaya positif ini dapat berkonotasi negatif apabila dilakukan dengan melanggar syariat pula. Budaya Buka Puasa Bersama menurut hemat saya menyimbolkan pola konsumtif masyarakat modern. Dapat dihitung kembali, betapa banyak pundi-pundi yang meluap ketika Bukber dilaksanakan. Lebih dari itu, dapat pula kita bandingkan bersama, berapa jumlah penduduk yang melepas dahaga seharian di masjid dan di caf serta rumah makan terdekat. Mereka yang memiliki uang, memilih menghamburkannya di tempat yang sebenarnya telah bertumpuk-tumpuk manusia di dalamnya. Rakyat kecil nan sederhana lebih memilih berbuka puasa di masjid terdekat. Sehingga, fenomena ini menimbulkan disparitas sosial sebagai dampak konsumtifitas masyarakat. Sepertinya, cukup efektif bila kue dan hidangan yang disumbangkan oleh masyarakat dipindahsalurkan ke caf-caf dan rumah makan, agar tidak mubazir. Toh, tak ada yang datang ke masjid.

Aktivitas ini lebih lanjut pula, memberikan afirmasi dan membentuk karakter kaum anti masjid. Dengan memanfaatkan caf-caf dan rumah makan terdekat, secara tak langsung memberikan gambaran bahwa caf yang berbayar lebih menarik daripada masjid yang gratis. Salah satu alasan kaum penggiat Bukber adalah terkadang aktivitas salat di masjid sangat dekat dengan waktu berbuka puasa, sehingga membuat mereka yang hendak menikmati hidangan menjadi terburu-buru. Berbeda dengan di tempat selain masjid. Mereka dapat menikmati hidangan sesuka hati mereka. Namun sayangnya, musala yang disediakan di tempat berbuka puasa amatlah sempit untuk ratusan orang. Ya! Too complicated.

Sila dipikirkan ataupun dijadikan bahan diskusi dengan rekan terdekat, agar hakikat ibadah tidak menjadi sekedar komplementer. Tentunya, buka puasa yang dmaksudkan di atas terlepas dari Bukber dalam kegiatan laga amal, sedekah, dan lain sebagainya. Yang patut dipastikan adalah untung dan madaratnya, ibadah setelah berbuka puasa, dan selebihnya.

Semoga menjadi referensi yang baik.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun