Mohon tunggu...
Mugniar
Mugniar Mohon Tunggu... Full Time Blogger - Mamak Blogger

Ibu dari 3 anak dan penulis freelance yang berumah maya di www.mugniar.com.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Lontong Instan di Pasar Baru

30 November 2014   05:38 Diperbarui: 17 Juni 2015   16:29 486
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

“Cuma tiga, Bu. Ada tadi Saya simpankan lontong ta’ tapi adikku jual ke orang lain,” ujar perempuan itu usai mencari-cari lontong pesanan saya.

Perempuan itu – sebut saja namanya Minah (nama samaran) adalah anak dari suami-istri pemilik lods yang saya tempati memesan lontong di Pasar Baru – Jalan W. R. Supratman Makassar. Minah yang bertanggung jawab atas penjualan makanan pokok tradisional di lods itu sementara ayah dan ibunya menggawangi lods di sebelahnya yang menjual sayur-mayur dan bahan-bahan kebutuhan pokok.

Saat itu, menjelang Idul Adha tahun ini, ibu saya menyuruh saya memesan lontong, ketupat, dan buras untuk memeriahkan Idul Adha di rumah kami. Ada kira-kira belasan lods yang menjual “ketupat dan buras instan” di Pasar Baru. Maksudnya ketupat yang sudah jadi, tinggal disantap tetapi kita harus memesannya minimal sehari sebelumnya. Tetapi yang menjual lontong instan hanyalah lods Minah. Mau tidak mau, saya hanya bisa memesannya di situ.

[caption id="attachment_379203" align="aligncenter" width="320" caption="Buras dan lepe"][/caption]

“Saya gantikan ki’ dengan ketupat mi saja di’?” tawar Minah ketika melihat gurat dongkol di wajah saya.

“Tidak usah! Kembalikan saja uangnya! Ini pesanan mamaku. Saya takut nanti kecewa ki karena yang dipesan sepuluh lontong baru 3 ji yang ada!” saya belum bisa menghapus rasa dongkol yang menghentak-hentak kesabaran saya. Sungguh kecerobohan yang keterlaluan. Saya sudah memesannya sejak kemarin. Bagaimana bisa pesanan saya diberikan kepada orang yang tiba-tiba datang membeli?

Lagi pula kami (saya dan suami) sudah mengambil pesanan berupa ketupat dan buras di lods milik Pak Irfan dan istrinya. Seandainya Pak Irfan menyediakan lontong, tentu di sana pula kami membelinya.

Masih berharap ada yang menjual lontong selain di lods Minah, kami berkeliling Pasar Baru. Nihil. Para penjual makanan pokok instan yang lain itu hanya menjual ketupat, buras, dan makanan pokok tradisional lainnya (seperti gogos dan lepe’-lepe’). Tak ada lagi yang menjual lontong. Akhirnya kekurangan lontong, diganti dengan sejumlah ketupat yang dibeli di lods lain.

[caption id="attachment_379204" align="aligncenter" width="320" caption="Aneka bumbu jadi"]

14172753301435694302
14172753301435694302
[/caption]

Beruntung kami sudah mendapatkan ketupat dan buras instan tanpa perlu bersusah payah menganyam kulit ketupat, mencari dan memotong-motong daun pisang, dan menunggui ketupat/buras masak selama berjam-jam. Harga Rp. 5.000 untuk sebuah ketupat/buras instan sudah memadai sekali (ketimbang mengerjakan semua proses pembuatannya sendiri).

Inilah keunikan Pasar Baru menjelang lebaran. Pasar ini merupakan salah satu pasar tertua di kota Makassar. Pada sebuah tulisan disebutkan bahwa di sebuah peta tua yang diterbitkan tahun 1955, pasar ini sudah tertera sebagai bagian dari Kota Makassar. Pasar ini terletak di Kampung Baru, kira-kira 200 meter di sebelah selatan Fort Rotterdam – benteng tua peninggalan Belanda yang dibangun pada tahun 1545, sebuah ikon wisata sejarah di Makassar.

Kampung Baru sendiri disinyalir sudah ada pada awal abad ke-18. Merupakan bagian dari "kota tua" Makassar, Kampung Baru dulunya merupakan kediaman orang-orang Melayu, Buton, Ternate, Mestizo, dan China. Dulu, Kampung Baru menjadi pusat gravitasi kehidupan kota yang mengontrol potensi perekonomian dan kekuatan politik dan sosial masyarakat pribumi. Kampung ini saat itu merupakan model masyarakat plural produk kekuasaan kolonial di timur .

[caption id="attachment_383331" align="aligncenter" width="410" caption="Bangunan Pasar Baru"]

1418801142504021601
1418801142504021601
[/caption]

[caption id="attachment_383332" align="aligncenter" width="410" caption="Lantai 2 tak dipergunakan"]

14188011781300112031
14188011781300112031
[/caption]

Kini bangunan Pasar Baru berupa ruko-ruko permanen. Karena bangunannya permanen, bagian dalam pasar ini tak becek di musim penghujan. Terletak bersebelahan dengan pasar burung, di sisi selatan Kantor Pos Besar, membuat pasar ini sangat strategis. Terlebih jalur angkot menjangkau pasar, dari arah barat dan timur.

Keunikan lainnya, beberapa pedagang di Pasar Baru menjual bumbu jadi. Aneka bumbu untuk berbagai masakan tersedia. Ada bumbu opor, kari, rendang, soto, masakan tradisional (seperti coto dan topa’ lada), dan lain-lain. Tinggal mengatakan kepada pedagangnya, jenis masakan dan takaran bahannya saja maka dengan cekatan sejumlah takaran bumbu bisa diperoleh dengan harga memuaskan. Ingin memasak opor ayam misalnya, kita hanya perlu menyebutkan berapa ekor ayam yang dipergunakan.

Apakah Anda, ibu-ibu yang ingin lebih bersantai menjelang hari raya? Atau bapak-bapak yang ingin memanjakan istri menjelang hari raya? Ke Pasar Baru saja. Di sana ada solusinya!

Makassar, 29 November 2014

Catatan kaki:

Buras atau burasa’ adalah makanan pokok tradisional orang Bugis/Makassar. Terbuat dari beras yang dimasak dengan santan kemudian dikukus menggunakan daun pisang. Rasanya gurih. Tiap daerah Bugis/Makassar seanteor Provinsi Sulawesi Selatan punya takaran tersendiri dalam komposisi santan dan berasnya. Di Makassar, cukup mudah menemukan buras. Banyak penjual bakso yang menjajakan baksonya untuk dimakan bersama buras. Selain itu buras menjadi makanan istimewa di hari lebaran.

Ishak Salim, 2014, Pasar Butung pada Suatu Ahad Tahun 2010, Anwar Jimpe Rahman, Jurnalisme Plat Kuning: Seri Kompilasi Tulisan Makassar Nol Kilometer (Dotcom), Tanah Indie, Makassar.

Sumber: http://id.wikipedia.org/wiki/Fort_Rotterdam

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun