Cinta Dengan Sekeping LukaÂ
Bagian 15
Oleh: Mugiarni
Di antara kebun buah yang sunyi, Purbaningrum dan Aditya merasakan keberuntungan yang mereka miliki. Mereka adalah pemilik kebun yang penuh dengan kehangatan, cinta, dan kebahagiaan. Dalam keheningan malam yang sunyi, mereka membiarkan getaran cinta mereka terus mengalir, mengisi setiap sudut kebun buah mereka dengan keindahan yang abadi.
Mereka berdua duduk di tepi kebun, dengan tangan mereka yang berdebu dari tanah. Wajah mereka dipenuhi semangat dan antusiasme saat mereka melihat tanah kosong di depan mereka, siap untuk ditanami dengan bibit-bibit buah.
Purbaningrum dan Aditya saling memandang dengan senyuman yang penuh semangat. "Aditya, ingat saat pertama kita menanam buah di sini?" ucap Purbaningrum sambil mengusap-usap tanah di tangannya. "Waktu itu, semua ini hanya tanah kosong, tanpa harapan apa pun. Tapi sekarang, kita memiliki kebun buah yang indah."
Aditya mengangguk setuju, matanya bersinar penuh kebanggaan. "Benar, Purbaningrum. Saat kita menanam bibit-bibit buah pertama kali, kita tidak tahu apa yang akan terjadi. Tapi kita memutuskan untuk percaya dan bekerja keras. Dan sekarang, kita melihat buah dari kerja keras kita tumbuh di sini."
Mereka berdua kemudian berdiri dan mulai merenung di depan kebun buah yang kini penuh dengan pohon-pohon yang subur dan buah-buah yang menggantung. Mereka merasakan kepuasan yang mendalam, melihat buah dari perjuangan mereka yang tak kenal lelah.
"Dalam proses menanam buah, kita belajar tentang ketekunan, kesabaran, dan harapan," kata Purbaningrum dengan suara lembut. "Dan dalam cinta kita, kita juga belajar hal-hal yang sama. Kita merawat dan memupuk hubungan kita dengan kehangatan dan perhatian, sama seperti kita merawat kebun ini."
Aditya menggenggam tangan Purbaningrum erat-erat. "Sama seperti setiap buah yang tumbuh dalam kebun kita, cinta kita juga terus berkembang dan berbuah. Kita telah melewati banyak tantangan dan kegembiraan bersama, dan itulah yang membuat hubungan kita semakin kuat."