Mohon tunggu...
mughliya liadamil ghois
mughliya liadamil ghois Mohon Tunggu... Jurnalis - dari IAIN Jember

hanya seorang mahasiswi yang sedang mencoba menuntaskan pembelajaran di bangku perkuliahan.

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Di Balik Penolakan Masyarakat terhadap RUU Pertanahan

3 Oktober 2019   18:47 Diperbarui: 3 Oktober 2019   18:55 55
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pemerintahan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Akhir akhir ini masyarakat indonesia sedang gencar gencarnya melakukan aksi demo penolakan RUU yang dirancang oleh DPR. Karna menurut masyarakat, banyak butir butir yang merugikan masyarakat sendiri. 

Terutama pada RUU Pertanahan. Banyak pasal pasal kontroversial yang sangat memberatkan masyarakat bahkan terkesan tidak adil bagi masyarakat. Adapun beberapa pasal pasal kontroversial yang terdapat di RUU pertanahan sebagai berikut:

  • Pasal  91 yang berisi "Setiap orang yang menghalangi petugas dan/atau aparatur penegak hukum yang melaksanakan tugas pada bidang tanah miliknya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (4) huruf c atau orang suruhannya, dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 500.000.000 (lima ratus juta rupiah),"  banyak masyarakat yang menolak pasal ini karena merasa pemerintah terlalu semena-mena terhadap rakyat, padahal masyarakat punya hak mempertahankan tanah milik mereka.
  • Pasal 95 yang berisi "Setiap orang baik sendiri maupun bersama-sama yang melakukan dan/atau membantu melakukan permufakatan jahat yang mengakibatkan sengketa atau konflik Pertanahan dipidana dengan pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun serta denda paling banyak Rp 15.000.000.000 (lima belas milyar rupiah),"
  •  pasal 25, disebutkan perpanjangan HGU yang sudah diberikan selama 35 tahun bisa diperpanjang untuk kedua kalinya sehingga total HGU mencapai 90 tahun. Padahal, sebelumnya disebutkan perpanjangan HGU hanya bisa dilakukan satu kali. RUU Pertanahan memberi pengecualian perpanjangan hingga dua kali dengan mempertimbangkan umur tanaman, skala investasi, dan daya tarik investasi. Namun, tidak jelas pihak mana yang menentukan hal tersebut.
  • Pasal 36, yang mewajibkan permohonan perpanjangan lima tahun sebelum hak atas tanah berakhir. Ketika satu tanah tidak bisa dibuktikan siapa pemiliknya, otomatis negara memilikinya. Pasal ini sama seperti praktik  politik agraria pada saat zaman penjajahan Belanda yang bernama Domein Verklaring, tanah yang tidak didaftarkan akan menjadi milik negara.

Selain pasal-pasal diatas, masih banyak pasal yang tidak mencerminkan isi dari Pancasila sila ke-5, yaitu keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Sebaliknya pasal-pasal tersebut malah mencekik masyarakat yang statusnya sebagai rantai tertinggi di pemerintahan Indonesia. Akan tetapi, dibalik semua penolakan dan demo masyarakat ada juga masyarakat yang pro terhadap pasal-pasal tersebut.

Seperti yang ditulis seseorang yang pro terhadap pasal-pasal tersebut dalam komentar di salah satu situs berita terkenal, ia menulis bahwa dari semua pasal-pasal tersebut tidak ada yang salah, malah hal itu dapat mempercepat proyek pembangunan pemerintah yang selama ini terhambat oleh lahan. Dalam kurun waktu sehari banyak yang membalas komentar tersebut dengan negatif. Padahal semua orang punya hak berpendapat perihal hal ini.

Masalah pro dan kontra pada sebuah masalah kemasyarakatan adalah suatu hal yang wajar. Bukankah negara ini negara demokrasi, harusnya hak-hak masyarakat harus ditegakkan. Dari pihak pemerintah ke masyarakat maupun dari masyarakat ke masyarakat.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun