Mohon tunggu...
Mufti Riyani
Mufti Riyani Mohon Tunggu... Dosen - Pembelajar dan Penjelajah

Belajar dari apa saja, dari siapa saja, tentang apa saja.

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Demokrasi: Skeptis atau Pesimis?

30 Desember 2020   22:58 Diperbarui: 30 Desember 2020   23:32 609
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pemerintahan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Dalam hal demokrasi, kita juga telah melompat dari melamar demokrasi menuju liberalisme demokrasi. Suatu dampak paling buruk dari cara kita belajar dan mengangungkan demokrasi ala barat. Khususnya demokrasi Amerika seperti yang dicontohkan Anas Urbaningrum. Selama ini demokrasi yang diakui atau diharapkan menyelamatkan dunia adalah demokrasi modern (ala barat). 

Bahkan istilah demokrasi dalam paham Marxisme-Leninisme, seperti Demokrasi Proletar atau Demokrasi Soviet dan Demokrasi Sosialis dianggap bukan demokrasi dalam arti sesungguhnya. 

Pendukung Demokrasi Konstitusional, dalam International Commition of Jurist, tidak mengakui kedemokrasiannya (Budiardjo, 2008: 139). Konon terlebih lagi, agama dianggap tidak kompatibel dengan demokrasi. Suatu tesis yang juga diajukan oleh Samuel Huntington dan F. Fukuyama.

Jika kita menginginkan belajar demokrasi ala barat maka merujuk pada Models Of Democracy yang dirumuskan David Held. Harusnya kita telah terlebih dahulu belajar mengalami clasical democracy, protective republicanism dan Developmental  Repulicasism sebelum mencoba liberalisme democracy.  

Pada tahap klasik, masyarakat sebagai warga negara setidaknya  telah menikmati kesetaraan politik agar bebas memerintah dan diperintah secara bergantian. Melalui pendewasaan politik dalam tahap protective republicanism, partisipasi politik yang luas akan mengajarkan warganegara  agar mampu mengatur diri supaya tidak didominasi oleh yang lain. 

Kemudian pada tahap Development  Republicanism warga negara disyaratkan telah menikmati kesetaraan politik dan ekonomi agar tidak mengusai orang lain, menikmati kebebasan dan pembangunan yang sama dalam proses penentuan nasib. 

Baru kemudian sampai pada liberalisme demokrasi yang mapan dengan perlindungan negara dan warga negara untuk memastikan bahwa mereka mengatur kebijakan sepadan dengan kepentingan seluruh warga negara.

Menyoal model ini cocok atau tidak cocok dengan demokrasi Indonesia, maka model yang disebut diatas dapat disebut sebagai demokrasi  prosedural.  

Demokrasi dalam hal ini dapat dipandang dalam 2 dimensi; esensial dan prosedural. Jika dianalogikan, demokrasi subtansial atau secara esensial regulatif adalah ruh dari demokrasi sedangkan demokrasi prosedural dapat dianalogikan sebagai rel demokrasi. Nilai-nilai dasar demokrasi itu sendiri secara ideal berisi nilai, berupa persamaan dan kebebasan, kebaikan, keadilan dan nilai-nilai lain yang sifatnya universal. 

Dalam perjalanannya, demokrasi prosedural membutuhkan berbagai kebijakan. Memang realitanya tidak hanya mendukung proses demokrasi, kebijakan yang dilahirkan dapat pula menjadi bumerang bagi demokrasi. Kesadaran dan kemauan untuk saling mengingatkan dan mengembalikan kembali gerbong pada rel adalah keniscayaan.

Kemauan dan kesadaran ini bisa dimulai dengan tidak hanya menilai demokrasi dari apa yang nampak atau fenomenanya saja, melainkan apakah usaha itu diupayakan untuk sampai pada hal yang tidak nampak (nomena). 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun