Mohon tunggu...
Muftia Dinastri
Muftia Dinastri Mohon Tunggu... Freelancer - Pembelajar Seumur Hidup

Trust the power of the beginning

Selanjutnya

Tutup

Music Pilihan

Alasan di Balik Banyaknya Suara Musik atau Seniman Jalanan di Jepang

7 Juni 2020   07:31 Diperbarui: 10 Juni 2020   14:34 178
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Suasana keramaian Tokyo di jam sibuk. (Gambar: Getty Images/Kiyoshi Ota via time.com)

Tentu kita semua tahu jika sore hari atau menjelang magrib adalah waktu setiap orang pulang kerja. Di Indonesia terutama di Jakarta dan kota-kota besar lain, jalanan pasti padat ketika jam-jam tersebut. Suara klakson mobil dan motor sudah tidak asing lagi kita dengar saat perjalanan pulang. 

Namun hal ini berbeda di Jepang. Pada jam-jam tersebut, jalanan tidak ramai oleh suara kendaraan atau suara klakson mobil dan motor melainkan oleh suara manusia dan suara musik di mana-mana. Terbayang bagaimana suasananya? Jika belum, kalian bisa simak video berikut.


Video berdurasi kira-kira 1 jam tersebut menunjukkan jalanan di Kota Tokyo yang sangat ramai saat jam pulang kerja. Terlihat jelas banyak orang berjalan kaki di setiap sudut. 

Pada awal video, kalian akan disuguhkan oleh musisi jalanan, kemudian semakin lama semakin banyak suara musik yang diputar di setiap gedung atau toko. Tidak terdengar suara klakson kemacetan sekalipun. Suasananya seolah ada acara besar di sana, padahal ini terjadi setiap hari di Jepang dan tidak ada acara besar apapun.

Warga Jepang biasanya menyelesaikan pekerjaan mereka ketika matahari terbenam, atau kisaran jam 5 sore sampai jam 6 menjelang malam. Para pekerja akan berjalan pulang menuju tempat tinggal, atau bersiap makan malam di restoran terdekat. 

Pada jam-jam itulah musisi-musisi jalanan memulai aksinya, musik atau instrumen di toko-toko dan restoran-restoran mulai  bersahut-sahutan menyambut siapa. Bagi warga Jepang, ini adalah hiburan tersendiri setelah lelah bekerja seharian.

Alasan pemutaran musik dan keberadaan seniman jalanan bukan semata-mata untuk menarik keuntungan pribadi. Kenyataannya, mereka tidak berharap diberikan uang recehan dan ingin bermusik secara sukarela.

Selain itu, semua kegiatan tersebut masuk ke dalam kebijakan pemerintah Jepang sejak bertahun-tahun lalu.  

Dikutip dari buku Susy ONG, seorang ahli sejarah Jepang sekaligus dosen Program Studi Kajian Jepang di Universitas Indonesia yang menyatakan bahwa kebijakan tersebut disahkan pemerintah Jepang setelah kekalahan Jepang pada tahun 1945. 

Setelah Jepang kalah, masyarakat harus terpaksa hidup berkekurangan dan mengalami frustasi sehingga etos kerja mereka menurun. Pemerintah Jepang saat itu khawatir masyrakatnya mengalami kemunduran semangat berkepanjangan dan mempengaruhi masa depan Jepang, sehingga melalui Kementrian Kesejahteraan Rakyat didirikanlah Asosiasi Rekreasi Jepang (ARJ). 

Salah satu dari program kerja ARJ adalah membentuk kebijakan tentang hiburan di Jepang. Kebijakan ini tidak hanya meliputi pertunjukan musikal seperti musik-musik jalanan, tetapi juga memperdengarkan musik di kota-kota atau desa-desa, mempertunjukan seni seperti melukis, teater dan sandiwara. 

Kebijakan yang dibentuk sekitar 100 tahun lalu ini masih bertahan sampai sekarang dan terbukti dapat meningkatkan keharmonisan masyarakat, mengobati rasa galau muda-mudi, bahkan mengurangi tingkat kriminalitas di Jepang. Unik sekali, bukan?

Referensi:
ONG, Susy. 2017. Seikatsu Kaizen. Elex Media Komputindo, Jakarta: 240 hlm.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Music Selengkapnya
Lihat Music Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun