Mohon tunggu...
M. Amin
M. Amin Mohon Tunggu... profesional -

Guru, Suka posting2...

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Saatnya yang Sederhana Memimpin

20 Oktober 2012   06:55 Diperbarui: 24 Juni 2015   22:36 562
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
1350715966696844633

[caption id="attachment_218859" align="aligncenter" width="321" caption="Dra. Novi HP. sedang membina para Kelompok UKM di Dinas Koperasi Lumajang"][/caption]

Tadi siang disaat aku menghadiri undangan Rapat di Dinas Koperasi dan UKM Kab. Lumajang, Aku menemukan sosok kesederhanaan lagi dari seorang pemimpin. Lagi-lagi kesederhanaan menjadi tolok ukur bagiku untuk menilai seorang pemimpin. Sebelumnya banyak orang telah menilai Jokowi yang saat ini menjabat sebagai Gubernur DKI Jakarta adalah osok seorang pemimpin yang sederhana. Karena kesederhanaanny dia mampu menjadi seorang pemimpin. Siapa sih yang tidak kenal Jokowi. Sorotan publik, tidak hanya masyarakat kalangan menengah keatas yang menilai sosok Jokowi adalah sosok yang sederhana. Akan tetapi masyarakat kalangan bawah juga menilai hal yang sama. Kata sederhana mempunyai makna yaitu tidak muluk-muluk, apa adanya, simpel tidak ribet dan lain sebagainya.

Sosok pemimpin yang sederhana yang aku maksud adalah dan aku temui kemarin siang adalah Dra. Novi Handayani Progolowati yang akrab dipanggil Ibu Novi. Dia adalah Kepala Dinas Koperasi, Usaha Kecil Menengah Kabupaten Lumajang, Jatim. Melihat dari tata bicaranya, bahasa yang ia gunakan, baju yang ia kenakan, tebar senyuman kepada semua yang hadir dan sebagainya, itu semua mencerminkan kesederhanaannya. Kesederhanaan yang tidak sengaja dipertontonkan akan menjadikan sebuah inspirasi buat rakyat untuk menentukan sebuah pemimpin yang layak menjadi panutan. Inilah sosok sederhana tapi mempunyai pemikiran yang luas dan terampil.

Kesederhanaan seorang pemimpinlah yang bisa kita jadikan sebagai suri tauladan yang baik bagi kita. Sederhana berarti andap asor kata orang jawa. Mereka mau membaur dengan rakyatnya, merekasadar bahwa semua manusia adalah makhluk ciptaan Allah Swt. Setiap makhluk ciptaan Nya semuanya sama dihadapan Nya tak terkecuali.

Gaya hidup mewah yang dipertontonkan oleh para pemimpin kita, baik di jajaran eksekutif maupun legislatif, sudah waktunya untuk dikikis habis. Rakyat sudah muak. Apalagi kalau kemudian duit untuk bergaya hidup mewah itu justru dicopet dari pundi-pundi anggaran yang disumbangkan rakyat. Mereka bukan lagi muak, namun mungkin malah sudah marah.

Ketika mata sudah buta, telinga sudah tuli, dan hati sudah bebal, apalagi yang bisa kita harapkan? Apakah orang-orang seperti itu yang kita harapkan membangun dan memperbaiki negeri ini. ketika gerakan moral sudah tak mempan lagi, maka kini saatnya  rakyat untuk bertindak secara nyata. Siapa yang akan menjadi pemimpin, siapa yang duduk di kursi kepmimpinan, sepenuhnya rakyatlah yang akan menilai.

Seorang pemimpin adalah panutan semua masyarakat. Seorang pemimpin dikatakan baik dan sukses dalam memimpin apabila mereka mampu dijadikan sebagai contoh, mampu mengemban amanah rakyat, dan mampu dijadikan sebagai tolok ukur semua lapisan masyarakat.

Dalam sejarah, pemimpin yang hidup sederhana lebih dicintai rakyat, bahkan dikenang sepanjang masa, ketimbang yang suka hidup bermewah-mewah. Seperti halnya Khalifah Umar bin Abdul Aziz. Bahkan beliau memiliki suatu slogan: “Hidup sederhana yang paling baik ialah di saat kita kaya.”

Bahkan, saat ditanyakan mengapa beliau tidak bermewah-mewahan, seperti tidak menggunakan pakaian mewah. Padahal pada saat itu, Umar adalah seorang khalifah atau pemimpin besar umat, yang memungkinkan untuk bergaya hidup mewah. Meskipun bergaya hidup sederhana, Umar tetap mencurahkan segenap pikirannya untuk kemaslahatan rakyat tidaklah sederhana, sehingga rakyatnya hidup sejahtera selama beliau memerintah.

Gaya hidup Khalifah Umar bin Abdul Aziz sepatutnya ditiru oleh pemimpin-pemimpin sekarang. Apalagi tidak sedikit masyarakat sekarang yang hidup dalam keadaan miskin, bahkan di bawah garis kemiskinan yang ditetapkan. Dengan sedikit memberikan perhatian kepada kemewahan diri, akan membuka kesempatan besar untuk memikirkan kehidupan rakyat.

Apalagi setiap pemimpin adalah penguasa yang akan diminta pertanggungjawaban terhadap yang dipimpinnya. Menurut Nabi SAW, “Sesungguhnya kekuasaan itu adalah amanah dan kekuasaan itu di hari kiamat kelak akan menjadi sumber kesedihan dan penyesalan, kecuali bagi orang yang mengambilnya dengan benar dan menyampaikan kepada mereka yang semestinya” (HR Muslim). Karena tanggung jawab besar dan panjang itulah, sebahagian pemimpin sukses terdulu malu untuk hidup mewah di saat rakyatnya melarat dan merasa malu kembali kepada Allah sebelum menyelesaikan urusan-urusannya dengan rakyat secara baik.Wallahua'lam

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun