Mohon tunggu...
Tari Abdullah
Tari Abdullah Mohon Tunggu... Freelancer - Freelancer
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Nama lengkap Mudjilestari tapi lebih sering disapa dengan Tari Abdullah profesi sebagai penulis, conten creator, dan motivator. Ibu dari 4 anak berstatus sebagai single parent. Berdarah campuran sunda - jawa.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Kembang Kertas

20 Maret 2021   16:40 Diperbarui: 20 Maret 2021   17:08 195
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi/Kembang/photo:doc.pri

"Jangan terlalu panas." Zie melanjutkan ujar saat melihat teh pesanannya mengepulkan uap panas.

"Totalnya 30.000," kata penjaga kantin.

Zie mematung beberapa detik. Menatap kosong nampan berisi satu  cup teh manis hangat beserta 3 lembar tisu yang masih terlipat rapi. Jika tadi lambungnya menggigil, kini jemari Zie yang  gemetar demi mengorek uang 30.000 untuk satu cup teh manis hangat. Pikirannya melayang membayangkan sekotak berisi 30 kantong teh celup, satu  kilo gula pasir dan sebungkus water kesukaan putrinya. Zie lupa bahwa ia pun pernah membayar satu gelas air putih seharga 10.000 demi konten instragamable mengisi beranda sosial medianya.

Teh selesai dibayar. Zie kembali mengedarkan pandang. Matanya berbinar manakala sosok berseragam biru muda  membuka pintu akrilik bertuliskan Ruang Radiasi. Ia mengenali betul gadis kecil yang sedang didorong. Kabel pengisi daya segera dikemas dan dimasukkan ke dalam tas, lalu tergopoh menyusul brankar yang sudah setengah masuk ke dalam lift.

"Makasih ya, Sus, sudah banyak membantu kami," sapa Zie pada perawat yang masih memegangi brankar.

"Sama sama, Bu, dengan senang hati kami membantu." jawabnya.

Ponsel Zie berbunyi tepat ketika pintu lift terbuka. "Assalamu'alaikum, Mas," sapa Zie.  "Kakak baru saja selesai kemo," lanjutnya. Zie membiarkan perawat mendorong brankar, sementara ia berusaha bicara pada laki-laki yang menikahinya lima tahun lalu itu untuk mendapatkan kekuatan kembali. Saat gadis kecilnya terbangun nanti ia harus memiliki sejuta senyum untuk sang buah hati.

"Kakak masih bobo,  tapi badannya panas. Kata Suster efek kemo sih, Mas," ujar Zie manja, hanya dengan cara itu beban di pundaknya terasa sedikit terurai.

"Kamu yang sabar, ya, nanti malam mas usahakan pulang. Mas kangen kalian." Suara di seberang sana membuat bendungan Zie jebol, dengan kasar ia menyusut air matanya.

Di luar gelap merayap, mendung bergelayut menambah resah hati Zie. Namun, bukan Zie jika karena hal itu ia murung. Keresahan dalam hatinya segera ia bungkus rapi, lalu menyimpannya pada ruang istimewa dalam hati.

Zie menatap nanar pada tubuh ringkih yang tengah terlelap. Napas  panjang ia embuskan hingga paru parunya terasa lebih lega.  Kembang kertas tak akan layu, ia harus bisa bertahan untuk Brassia ... bunga Anggrek kesayangannya yang harus kehilangan sebelah matanya karena dimakan Blostoma.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun