"Jangan terlalu panas." Zie melanjutkan ujar saat melihat teh pesanannya mengepulkan uap panas.
"Totalnya 30.000," kata penjaga kantin.
Zie mematung beberapa detik. Menatap kosong nampan berisi satu  cup teh manis hangat beserta 3 lembar tisu yang masih terlipat rapi. Jika tadi lambungnya menggigil, kini jemari Zie yang  gemetar demi mengorek uang 30.000 untuk satu cup teh manis hangat. Pikirannya melayang membayangkan sekotak berisi 30 kantong teh celup, satu  kilo gula pasir dan sebungkus water kesukaan putrinya. Zie lupa bahwa ia pun pernah membayar satu gelas air putih seharga 10.000 demi konten instragamable mengisi beranda sosial medianya.
Teh selesai dibayar. Zie kembali mengedarkan pandang. Matanya berbinar manakala sosok berseragam biru muda  membuka pintu akrilik bertuliskan Ruang Radiasi. Ia mengenali betul gadis kecil yang sedang didorong. Kabel pengisi daya segera dikemas dan dimasukkan ke dalam tas, lalu tergopoh menyusul brankar yang sudah setengah masuk ke dalam lift.
"Makasih ya, Sus, sudah banyak membantu kami," sapa Zie pada perawat yang masih memegangi brankar.
"Sama sama, Bu, dengan senang hati kami membantu." jawabnya.
Ponsel Zie berbunyi tepat ketika pintu lift terbuka. "Assalamu'alaikum, Mas," sapa Zie. Â "Kakak baru saja selesai kemo," lanjutnya. Zie membiarkan perawat mendorong brankar, sementara ia berusaha bicara pada laki-laki yang menikahinya lima tahun lalu itu untuk mendapatkan kekuatan kembali. Saat gadis kecilnya terbangun nanti ia harus memiliki sejuta senyum untuk sang buah hati.
"Kakak masih bobo, Â tapi badannya panas. Kata Suster efek kemo sih, Mas," ujar Zie manja, hanya dengan cara itu beban di pundaknya terasa sedikit terurai.
"Kamu yang sabar, ya, nanti malam mas usahakan pulang. Mas kangen kalian." Suara di seberang sana membuat bendungan Zie jebol, dengan kasar ia menyusut air matanya.
Di luar gelap merayap, mendung bergelayut menambah resah hati Zie. Namun, bukan Zie jika karena hal itu ia murung. Keresahan dalam hatinya segera ia bungkus rapi, lalu menyimpannya pada ruang istimewa dalam hati.
Zie menatap nanar pada tubuh ringkih yang tengah terlelap. Napas  panjang ia embuskan hingga paru parunya terasa lebih lega.  Kembang kertas tak akan layu, ia harus bisa bertahan untuk Brassia ... bunga Anggrek kesayangannya yang harus kehilangan sebelah matanya karena dimakan Blostoma.