Jadwal kontrol Gischa tiba, Â pagi-pagi perempuan itu sudah menelepon Lintang memintanya menemani ke rumah sakit. Lintang menyanggupi, Â setelah berhenti kerja, ia belum memiliki kegiatan selain menghabiskan waktu bersama Anggie dan Bobby.
Pukul delapan tepat Lintang sudah memarkir mobilnya di depan warung Bakso Barokah. Nampak Gischa menyambut di teras, mengenakan gamis merah maron dengan jilbab senada, senyumnya mengembang melihat kedatangan Lintang.
Anandito yang sibuk mengatur posisi mobil agar Gischa mudah mencapainya dengan kursi roda tersenyum menyapa Lintang.
Gischa memajukan kursi rodanya mendekati mobil, Â perempuan itu sudah mandiri, terlihat biasa beraktifitas di atas kursi rodanya. Bahkan menolak ketika Lintang berniat membantunya.
Mobil yang dikemudikan Anan berhenti di rumah sakit ternama, Lintang menatap Gischa masih penasaran sebenarnya apa yang menimpa sahabatnya hingga kondisinya lumpuh.
Dengan cekatan Anan membopong Gischa keluar dari mobil, meletakkannya di kursi roda kemudian mendorongnya menuju bagian fisioterapi. Rupanya Anan sudah mendaftarkan nomer antrian karena tak ingin menunggu terlalu lama.
Dokter Fisioterapi nampaknya sudah akrab dengan Gischa. Menyapa ramah, kemudian membawa Gischa ke sebuah ruangan untuk memulai terapinya.
Lintang yang duduk di bangku panjang bergeser  memberi tempat pada Anan, sedikit menjauh. Bagaimanapun ia merasa risih jika harus berdekatan dengan Anan yang sangat agamis dan menempatkan norma syariat, selain Anan adalah suami sahabatnya.
*
Kehamilan Gischa sangat ditunggu, setelah sebelumnya Gischa sempat mengalami beberapa kali keguguran.
"Mas, aku hamil," ucap Gischa sore itu yang langsung disambut ciuman hangat Anan pada wanita yang dicintainya itu.
"Jaga kondisimu dan bayi kita, nggak boleh capek. Aku nggak mau kehilangan calon anak kita lagi."