Mohon tunggu...
Mudjilestari
Mudjilestari Mohon Tunggu... Freelancer - Author motivator and mompreneur

Author, motivator, and mompreneur

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

(Bukan) Matahari

29 Agustus 2022   09:37 Diperbarui: 29 Agustus 2022   09:58 287
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Orangtuamu pernah mengatakan bahwa arti dari namamu adalah Cahaya matahari. Mereka berharap kelak kamu akan tumbuh menjadi wanita yang memiliki cinta seperti matahari. Meskipun badai menghalangi cahayamu, tapi sinarmu tak pernah redup. Kelak jika badai berlalu, hangat sinarmu akan kembali menyapa bumi, mengantar harapan pada makhluk ciptaanNya.Nama adalah doa, dan Tuhan sepertinya mengijabah doa orang tuamu. Aku memang melihatmu seperti cahaya matahari. Selalu tersenyum dalam setiap keadaan meski kadang menyembunyikan luka. Kamu selalu ada buat orang lain meski letih memeluk ragamu. Kamu selalu berusaha membuat orang lain bahagia hingga lupa bagaimana caranya membahagiakan diri sendiri.Ketika ada sahabat yang mempertanyakan mengapa hidupnya selalu dirundung masalah, kamu akan tersenyum sambil mengelus pundaknya, "Hidup itu butuh masalah supaya kita punya kekuatan. Butuh pengorbanan supaya kita tahu cara bekerja keras. Butuh air mata supaya kita tahu merendahkan hati. Butuh dicela supaya kita tahu bagaimana cara menghargai."

Setelah itu sahabat yang berkeluh akan tersenyum, lalu memelukmu. Melihat sahabat yang kamu sayangi tersenyum, itulah kebahagiamu.  

"Tertawalah jika itu membuatmu bahagia, karena hidup butuh tertawa supaya kita tahu mengucap syukur. Butuh senyum supaya tahu kita punya cinta," ujarmu lagi.

"Terima kasih, aku nggak tahu apa jadinya jika nggak ada kamu," ucap sahabatmu.

"Hidup itu butuh orang lain supaya tahu kita tidak sendiri. Dan itulah gunanya sahabat." Kamu memeluk sahabatmu sekali lagi sebelum meninggalkannya karena kamu harus pulang.

Sore itu anak lelaki pertamamu mengeluh tentang keluarganya. Kamu pernah cerita bahwa anak lelaki pertamamu selalu menjadi ujian kesabaranmu. Kamu sering mengadu pada Rabb-mu, ketika anak lelaki yang seharusnya menjadi sosok pengganti ayahnya yang telah berpulang untuk kedua adiknya, justru menjadi beban terberat meski dia sudah berkeluarga.

Kelakuan dan sikapnya sering membuatmu menangis. Entah apa yang telah ditorehkan lelaki yang lahir dari rahimmu itu hingga dia lupa bahwa surganya ada pada ibunya. Tak sepatutnya dia membuat ibunya menangis.

"Kamu terlalu sabar menghadapi dia," ujar sahabatmu.

"Jangan dikasih hati, dia bisa ngelunjak," timpalku, sahabatmu sejak kanak-kanak.

"Aku bersabar karena sesungguhnya Allah sedang menguji kesabaranku," jawabmu lugas.

"Tapi masalah anakmu itu nggak ringan, lho," tukas sahabat yang sudah kau anggap seperti saudara. Kamu cuma mengembuskan napas, dua kristal bening meloncat dari sudut matamu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun