Pagi itu saat meliwati kerumah Bendahara Air PAM Swadaya, saya menyaksikan sebuah semangat hidup yang luar biasa, dari seorang nenek dengan 10 cucu, asik marendo di depan pintu. Sambil sesekali menghalau ayam yang menghampiri jemuran coklat, pinang di depannya. Namanya Daralih, sudah nggak kuat berdiri lama, karena kakinya yang rapuh.
Saya menyapa, "Nek, membuat rendo apo, "Ini lagi membuat taplak meja". Taplak 80 x 40 cm itu dapat diselesaikan nya dalam empat hari. Nanti dijual ke kelompok dengan harga Rp. 70.000. Bahan yang digunakan membuat taplak ini 6 gulung benang, Rp. 4500/gulung. Jenis rendo seperti tas, sarung bantal, penutup galon air dan lain lain, bisa dibuat sang nenek.
Rita Denghanum (52 tahun), mengaku sudah mulai marendo sejak kelas 3 SD. Ketrampilan ini semakin meningkat dengan datangnya pesanan berbagai jenis kerajinan dari rendo, seperti hiasan dinding, tempat tissu, variasi mukenah, bed cover dan barang barang lain.
Saat ditemui ia sedang menyelesaikan taplak meja ukuran 60 x 40 cm, pesanan langganan. Tas ukuran 45 x 50 cm dijual ke gallery di Bukittinggi Rp.150.000, dapat diselesaikan 5 hari. Benang untuk tas ini 10 gulung, Rp. 35.000. Biaya tambahan membuat lapisan dalam dan memasang resliuting Rp. 15.000.
Dia juga sedang menyelesaikan hiasan dinding berdiameter 50 cm dengan lingkar kawat. Tiap hiasan ini dijual Rp. 50.000, benang yang digunakan untuk tiap hiasan 4 gulung, dan harga kawat Rp. 15.000. Sehari dapat diselesaikan 2 buah. "Lumayan katanya, sambil menunggu warung makanan dan jajan yang berada 20 m dibelakang SMP N 2, Palupuh, Sipisang".
Ia diamanahkan oleh teman teman nya menjadi ketua Kelompok Pengrajin Rendo Permata, dengan anggota 15 orang. Di Jorong Sipisang ini ada 3 kelompok pengrajin lain dan beberapa kelompok tani.
Untuk pemasaran rendo sudah semakin baik, karena sudah mulai berdatangan wisatawan dari negera Jiran Malaysia dan wisatawan lokal di Bukittinggi. Ia lebih suka menjual kerajinan nya ke Toko Galery, karena harga dan kualitas lebih baik. Kalau di jual ke pedagang di Pasar Ateh Bukittinggi, harga nya rendah.
Kelompok pengrajin rendo ini telah memperoleh bantuan modal bergulir dari PNPM Mandiri. Sekarang masing anggota sudah memperoleh bantuan Rp. 10.juta per orang dan nanti dikembalikan dalam sebelas bulan, Rp. 1 juta sebulan Selisih nya itu disebut "Hujrah", jasa dan nanti juga akan diberikan bonus kepada kelompok yang disiplin.
Selain ketua kelompok, Rita, berpengalaman dalam KPPS sebagai ketua 4 kali, ia juga aktif membantu pemasaran barang barang anggota. Bila ke Bukittinggi, anggota lain nitip untuk membeli bahan benang.
Lain halnya dengan Ardasri (Das) yang sering diajak sebagai trainer untuk pelatihan kerajinan rendo di Padang. Ia menjadi ketua Kelompok Harapan Maju dengan 25 anggota pengrajin rendo. Ia membantu memasarkan rendo yang dihasilkan anggota. Setiap hari Ahad ia ke Bukittinggi membawa produk anggota ke padagang di pasar Ateh.
Barang yang dibawa dijual dengan "cash" atau paling lama minggu depan dibayar pedagang. Hasil penjualan barang yang laku, diberikan pada anggota, bila tidak laku, barangnya dikembalikan.
Di Nagari nan Tujuh, khusus nya Jorong Sipisang hampir semua keluarga bisa marendo, sekitar 200 orang. Mereka marendo saat musim tanam padi dan panen rampung, hari hari kosong dimanfaat kan untuk marendo. Rendo Sipisang sudah terkenal sejak puluhan tahun yang lalu.
Ada juga hasil kerajinan rendo di Pariaman, namun kualitas nya kurang baik, karena menggunakan bahan benang ukuran 9 (lebih besar). Das dengan dua anak ini, mendapatkan jasa Rp.5000 hingga 10.000 per jenis barang berhasil dipasarkan.
Masalah yang dihadapi pengrajin rendo ini adalah pemasaran. Ketika covid masih tinggi, kebanyakan yang membuat rendo berhenti. Karena pembeli rendo di Buktitinggi menurun. Malah yang laku adalah "connecting masker perempuan". Bila diperlukan bahan baku, di beli ke Bukittinggi, dengan harga satu ball 20 gulung Rp. 75.000. Ada bahan baku di jual di Sipisang, namun harga nya Rp. 4.500/gulung, lebih tinggi Rp. 1.000.
Masalah lain adalah, jenis dan disain rendo. Saat ini jenis nya lebih monoton. Dari dulu hingga sekarang taplak meja, sarung bantal, penutup gallon, variasi kotak tisu. Rita mengemukakan ada buku dari Jepang, di pinjamkan PKK Kabupaten Agam, "saya sering contek motif nya". Pelatihan ketrampilan untuk diversifikasi produk dan variasi disain, sangat diperlukan, khususnya para remaja yang mulai berminat.
Dalam lima tahun terakhir, kerajinan rendo tidak lagi di dominan oleh Sipisang. Namun sekarang telah berkembang pesat di Pariaman, Pasaman Barat dan juga Payakumbuh dan tempat lain di Sumatera Barat. Rendo dengan variasi benang emas, sedang "trend". Ini menjadi tantangan bagi Rendo Sipisang. Bilamana tidak diantisipasi, maka "Rendo Sipisang" akan tinggal kenangan. Hal ini harusnya menjadi agenda prioritas dari"Badan Usaha Milik Nagari".
Saran lain adalah perlunya "Show Room" kerajinan rendo di Sipisang ini, Show room ini bisa tempat berhenti mobil dari Bukittinggi ke Medan dan arah sebaliknya. Nagari diharapkan lebih giat, mempromosikan rendo ini. "Inyiak Wali, Pejabat Kecamatan Palupuah, perlu lebih memberikan perhatian pada kerajinan ini", tambah Rita.
Pastilah masyarakat Jorong Sipisang, tidak menghendaki Rendo Satuipisang, tinggal cerita dan kenangan. Pengrajin ini berharap akan maju dan berkembang di tahun mendatang.
Sejumlah baleno diharapkan terlihat di perbatasan Kabupaten Agam dan Pasaman Barat dan batas memasuki Nagari Nan Tujuah.
Hati hati!
Anda memasuki Kampung, Rendo Sipisang
Selamat datang di Kampuang Rendo, Sipisang
Anda, akan meliwati Mesjid Nurul Hikmah, mesjid tua usia 200 tahun