Mohon tunggu...
M Saekan Muchith
M Saekan Muchith Mohon Tunggu... Ilmuwan - Dosen UIN Walisongo Semarang dan Peneliti Pada Yayasan Tasamuh Indonesia Mengabdi

Pemerhati Masalah Pendidikan, Sosial Agama dan Politik

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Penceramah, Sertifikat, dan Sertifikasi

15 September 2020   06:35 Diperbarui: 15 September 2020   06:44 113
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Oleh : M. Saekan Muchith

Kementerian Agama dengan ormas Islam sedang berpolemik mengenai tiga  kata yaitu Penceramah, Sertifikat dan Sertifikasi. Majelis Ulama Indonesia (MUI)  dengan tegas menolak program dari Kemenag yang di beri nama Penceramah / dai bersertifikat karena dianggap menimbulkan kegaduhan, kesalahpahaman dan kekhawatiran akan adanya intervensi Pemerintah pada aspek keagamaan yang dalam pelaksanaannya dapat menyulitkan umat Islam dan berpotensi disalahgunakan oleh pihak-pihak tertentu untuk dijadikan alat untuk mengontrol kehidupan keagamaan. 

Penolakan MUI dituangkan dalam Surat pernyataan sikap MUI bernomor Kep-1626/DP MUI/IX/2020  yang ditanda tangani  oleh Waketum MUI Muhyiddin Junaidi dan Sekjen MUI Anwar Abbas.

Kementerian Agama melalui Dirjen Bimas Islam Kamaruddin Amin menyatakan bahwa Penceramah bersertifikat ini bukan sertifikasi profesi, seperti sertifikasi dosen dan guru. Kalau guru dan dosen itu sertifikasi profesi sehingga jika mereka sudah tersertifikasi maka harus dibayar sesuai standar yang ditetapkan. Program sertifikasi penceramah merupakan kegiatan yang sifatnya biasa yang dimaksudkan untuk meningkatkan kapasitas para penceramah. ( CNN, 7 September 2020).

Dalam kesempatan lain, Kamaruddin Amin mengatakan program ini bukan murni diinisiasi Kemenag tetapi  arahan dari Wakil Presiden Ma'ruf Amin yang juga merupakan Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia. Tahun 2020 ini, target peserta program adalah 8.200 penceramah yang terdiri atas 8.000 penceramah di daerah dan 200 di pusat. (Tempo.com, 6 September 2020).

Sampai disini bisa dianggap clear (selesai), karena program kemenag itu bukan bertujuan menentukan seorang penceramah itu layak atau tidak (profesional ) untuk berdakwah, melainkan semacam pembekalan untuk menambah wawasan para penceramah. Dapat dikatakan program yang akan dilaksanakan kemenag itu jelas bukan Sertifikasi penceramah tetapi penceramah bersertifikat.
Implikasi

Baik diberi nama penceramah bersertifikat maupun sertifikasi penceramah, masih menyimpan potensi polemik di ranah publik. Pertama, bila program itu bernama Penceramah bersertifikat berarti program yang dilaksanakan kemenag bertujuan meningkatkan kualitas para penceramah baik yang berkaitan dengan wawasan ilmu keagamaan, metodologi berdakwah ( ceramah)  dan  kualitas kepribadian (moralitas) sang penceramah. Indikasi kualitas diberikan selembar kertas bernama Sertifikat. 

Artinya, penceramah yang mengikuti program kemenag dan telah memiliki sertifikat maka bisa dikatakan penceramah yang berkualitas dan lebih layak berceramah dibanding penceramah yang tidak memiliki sertifikat.

Walaupun itu sifatnya tidak wajib atau tidak mengikat, secara evolutif akan memunculkan dikhotomi penceramah bersertifikat dan penceramah non sertifikat, Penceramah berkualitas dan tidak berkualitas, penceramah yang layak dan tidak layak dan penceramah berwawasan kebangsaan bagus dan kurang bagus bahkan bisa muncul sebutan yang lain.

Pelabelan kualitas penceramah berdasarkan selembar kertas sertifikat dan pelatihan beberapa hari atau minggu juga menyimpan perdebatan. Sederet gelar berikut ijasah yang diperoleh melalui proses pendidikan bertahun tahun saja belum menjamin seseorang itu bisa dikategorikan manusia berkualitas. Apa lagi proses pelatihan para penceramah yang hanya beberapa hari atau minggu. Kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) lebih banyak ditentukan pengalaman. John Dewey dalam Pendidikan Progresif mengatakan bahwa kesempurnaan manusia didasarkan dari pikiran dan pengalaman yang pernah dilalui dalam jangka waktu yang relatif lama.

Kedua, jika program bernama Sertifikasi Penceramah berarti tujuan akhirnya melahirkan profil atau sosok penceramah profesional. Setiap penceramah yang selesai ikut pelatihan dan memperoleh sertifikat mereka dinyatakan penceramah bersertifikat alias penceramah profesional yang layak berdakwah. Persoalanya, pekerjaan sebagai penceranah belum ada regulasi yang menyatakan sebagai profesi seperti Dosen, guru, dokter, advokat dan lainya. Menyatakan penceramah profesional bisa bisa dibenarkan berdasarkan peraturan yang berlaku.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun