Mohon tunggu...
M Saekan Muchith
M Saekan Muchith Mohon Tunggu... Ilmuwan - Dosen UIN Walisongo Semarang dan Peneliti Pada Yayasan Tasamuh Indonesia Mengabdi

Pemerhati Masalah Pendidikan, Sosial Agama dan Politik

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Politik Indonesia Antara Politik Mu'awiyah dan Syeh Siti Jenar

18 November 2018   11:55 Diperbarui: 19 November 2018   05:06 157
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dunia perpolitikan bangsa Indonesia  setiap kali menjelang pemilu makin  aneh dan tidak mendidik (not educable) khususnya issu issu yang di angkat ke permukaan. Alih alih mencerdaskan, justru yang terjadi adalah kemunafikan dan kebohongan yang ditutupi dengan simbol atau issu agama.Semua pesan agama pasti mengajarkan kedamaian, ketenangan, ketentraman, kasih sayang, saling menghormati dan menghargai.

Agama seharusnya di perjuangkan melalui jalur politik, bukan politik kekuasaan di perjuangkan / diperoleh dengan menjual issu agama.
Sudah beberapa kali bahkan bisa dikatakan tidak bisa dihitung,  bangsa Indonesia dipertontonkan dengan realitas dimana para elit dalam mencapai keinginan kekuasaan ( politik kekuasaan) di tempuh dengan "menjual" issu agama. 

Anehnya bangsa Indonesia tidak semakin sadar jika dirinya di tipu, di rekayasa dan dimanfaatkan segelintir elit untuk meraih ambisi kekuasaan. Tuduhan menistakan agama, melecehkan agama dan tuduhan kesesatan beragama masih terbukti ampuh menggaet dukungan suara dari bangsa Indonesia.

Hakekat politik kekuasaan adalah dukungan sebanyak banyaknya dari rakyat. Para pelaku pollitik tidak begitu peduli dengan cara yang ditempuh walaupun dengan cara memanipulasi dan menjual agama. Asal bisa meraup dukungan mayoriras maka apapun di lakukan walaupun harus dengan cara "bersilat lidah" dalam menjalankan agama. Kemana mana berkoar koar memperjuangkan dan menegakan agama tetapi mereka tidak paham agama, bahkan perilakunya sehari hari tidak mencerminkan orang yang paham agama. 

Berkata kata kotor, suka mencaci maki, sombong dan arogan, selalu bekata bohong atau minimal suka menyebarkan kabar bohong (hoaxs). Selalu mengatakan memperjuangkan Islam tetapi di lalukan dengan cara cara yang bertentangan dengan pesan Islam. Katanya membela Islam tetapi sebenarnya menjadikan Islam untuk tameng meraih atau memperebutkan kekuasaan.

Fenomena berlindung dibalik issu atau simbol agama untuk meraih atau mempertahankan kekuasaan sudah terjadi sejak dahulu kala. Setidaknya ada dua peristiwa sejarah yang dapat dijadikan bukti bahwa issu atau simbol agama telah berhasil untuk meraih dan mempertahankan kekuasaan.

Pertama, issu agama dijadikan alat ntuk merebut kekuasan. Perpindahan kepemimpinan Sayyidina Ali bin Abi Thalib kepada kepemimpinan Mu'awiyah bin Abu Sofyan dari bani umayyah pada tahun 661 M dilakukan dengan menggunakan simbol alqur'an dalam peristiwa perjanjian damai ( tahkim), dimana kelompok sayap politik Mu'awiyah pura pura ingin damai dan berjuang untuk menegakkan Islam dengan " bersumpah" atau bejanji dengan mengangkat mushaf alqur'an di ujung tombak. Ternyata mengangkat mushaf  qur'an hanya untuk mengelabuhi atau menipu kelompok  sayap politik sayyidina Ali. Kedua kelompok sepakat utuk menanggallan ego kelompok masing masing demi ketenangan rakyat dan menyerahkan kekemimpinan kepada rakyat untuk menentukan sesuai pihanya. 

Pada saat sayidina Ali menyatakan mundur dari kekuasaannya untuk memberi kesempatan rakyat memilih pemimpin yang sesuai pilihanya tiba tiba Mua' wiyah mendeklarasilan dirinya sebagai khalifah dengan alasan mengisi kekosongan kekuasaan.  Akhirnya kepemimpinan Ali bin Abi thalib sukses  diambil Mu'awiyah bin Abu Sofyan yang menandai awal bekuasanya Dinasti Bani Umayyah selama 90 tahun. ( 661-750 M). 

Kelompok Ali bin Abi Thalib tidak pernah menduga jika Mua'wiyah nekat berbuat seperti itu karena sejak awal berkata ingin mewujudkan kedamaian dengan mengangkat Mushaf Al Qur' an. Fakta sejarah ini jelas menunjukan bahwa simbol agama ( mushaf alqur'an) telah dijadikan sarana untuk merebut kekuasaan.

Kedua, issu agama dijadikan sarana untuk mempertahankan kekuasaan. Dalam sejarah Islam di jelaskan bahwa Syeh Siti Jenar dikejar kejar dan dihukum mati karena di tuduh  memiliki ajaran sesat dan dianggap bisa menyesatkan umat Islam. Pada saat para tokoh menentang Syeh Siti Jenar, Raja kerajaan Demak Raden Patah juga mengambil kebijakan menentang Syeh Siti Jenar. 

Alasan Raden Patah menentang bukan karena ajaran sesat yang dimiliki Syeh Siti Jenar tetapi karena salah satu muridnya Syeh Siti Jenar keturunan Prabu Brawijaya yang di khawatirkan melakukan pemberontakan  kepada kepemimpinan Raden Patah sebagai Raja Demak. Ini bukti sejarah bahwa issu Islam telah dijadikan sarana untuk mempertahankan atau melanggengkang kekuasaan.

Di era sekarang dimana rakyat semakin cerdas seharusnya issu agama dalam politik kekuasaan sudah tidak efektif karena rakyat tidak mau percaya. Tetapi justru di era teknologi ini, politik dengan menggunakan issu agama makin marak dan yang lebih aneh rakyat juga percaya. Aneh dan sungguh aneh.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun