Mohon tunggu...
M Saekan Muchith
M Saekan Muchith Mohon Tunggu... Ilmuwan - Dosen UIN Walisongo Semarang dan Peneliti Pada Yayasan Tasamuh Indonesia Mengabdi

Pemerhati Masalah Pendidikan, Sosial Agama dan Politik

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Titik-titik Noda dalam Pendidikan

24 Mei 2018   06:40 Diperbarui: 24 Mei 2018   07:35 600
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pendidikan adalah proses memanusiakan manusai (humanisasi) yang mengandung makna melalui pendidikan manusai akan lebih bermakna,  semua sikap dan perilaku jauh berbeda dengan hewan atau binatang. Dalam teori filsafat, pada hakekatnya antara manusai dengan hewan/binatang adalah sama. Letak perbedaanya terletak sejauhmana manusia mampu mengoptimalkan potensi akal rasionya dan potensi sikap kepribadiannya.

Dengan pendidikan, manusia akan saling hormat menghormati, saling membantu, dan saling menghargai. Melalui pendidikan kehidupan akan terasa aman, nyaman, santun dan damai. Pendidikan menjadikan hidup mudah dan terarah. 

Pendidikan menyebabkan suasana kehidupan menajdi indah.  Hanya dengan pendidikan, semua potensi manusai akan dikembangkan secara optimal yang akhirnya produk pendidikan menajid orang yang ideal atau sempurna (insan kamil). 

Hal ini sesuai pengertian pendidikan yang dirumuskan Undang Undang nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional "Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan seluruh potensi dirinya untuk meraih kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta ketrampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat , bangsa dan negara. (Pasal 1 ayat 1).

Mengapa sampai hari ini, kita semua masih disuguhi berbagai fenomena yang tidak sesuai dengan nilai nilai dan pesan pendidikan? Kita masih sering melihat sikap perilaku manusia yang tidak sesuai harkat martabat manusia seperti melakukan kekerasan, pembunuhan, merusak diri sendiri, merusak nama baik orang lain, terlalu berorientasi kepentingan pribadi tanpa memperhatikan kepentingan orang lain (kepentingan umum).

Suasana sosial terasa mencekam, menakutkan, bepergian merasa tidak nyaman, rekreasi ingin memperoleh kesenangan dan hiburan, dapatnya kesediahan, datang ke forum pengajian ingin memperoleh siraman rohani, malah dapatnya indoktrinasi  yang menyudutkan. Car Free Day (CFD) yang seharusnya ajang relaksasi ujung ujungnya dapat intimidasi. 

Lembaga pendidikan (sekolah/madrasah) seharusnya sebagai lembaga untuk bereksrpesi dan berkreasi, malah  menjadi lembaga intimidasi yang menyebabkan depresi. Guru yang seharusnya membimbing berubah menjadi personal bullying, siswa semestinya sungkan kepada guru, yang terjadi  sering  melawan guru. Orang tua  (masyarakat) yang  idealnya  mensupport pendidikan justru sering membuat repot pendidikan. Sosial media diciptakan untuk menumbuhkan mental  positif dan  "nguri nguri" peradaban, malah dimanfaatkan secara negatif yang akhirnya menghilangkan peradaban.

Salah Arah 

Merujuk pada pengertian pendidikan seperti yang dirumuskan Undang Undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, secara jelas dan eksplisit disebutkan bahwa pendidikan untuk mewujudkan kualitas manusia seutuhnya yang mengangkut kecerdasan /ketrampilan intelektual (kognitif), kecerdasan /ketrampilan kepribadian (affektif) dan kecerdasan/ketrampilan fisik/mekanik (psikomotorik). Ketiga kecerdasan tersebut harus di optimalkan secara seimbang, bukan sebuah pilihan atau alternatif.

United Nations Educational, Scientific and Cultural Organization (UNESCO), Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) menggariskan tentang arah pendidikan yang diramu dengan istilah empat pilar pendidikan; learnimg to know, learning to do, learning to be dan learning to life togather.

Learning to know memiliki  pengertian  bahwa pendidikan dan  pembelajaran harus mampu mewujudkan manusia (lulusan) yang memiliki kecerdasan intelektual secara maksimal yang ditandai dengan 6 tingkatan (1) memiliki daya menghafal yang kuat, (2) memiliki kualitas pemahaman terhadap suatu teori atau fakta (3) memiliki kemampuan menerapkan pengetahuan yang dimiliki (4) mampu mengurai atau mengidentifikasi persoalan dengan pendekatan induktif (5) mampu menemukan solusi atas persoalan yang dihadapi (6) memiliki kemampuan menemukan kekurangan dan kelebihan yang terkandung di dalam suatu fakta atau teori.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun