Mohon tunggu...
M Saekan Muchith
M Saekan Muchith Mohon Tunggu... Ilmuwan - Dosen UIN Walisongo Semarang dan Peneliti Pada Yayasan Tasamuh Indonesia Mengabdi

Pemerhati Masalah Pendidikan, Sosial Agama dan Politik

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

IAIN dan Problematika Umat Islam ( Catatan 8 STAIN menjadi IAIN)

21 Mei 2018   05:51 Diperbarui: 21 Mei 2018   08:41 1181
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pada bulan kemarin tepatnya tanggal 20 april 2018, Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin melantik  8 (delapan)  Ketua Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri (STAIN) sebagai Rektor Institut Agama Islam Negeri (IAIN).  Pelantikan itu sebagai  konsekuensi lahirnya  Peraturan Presiden (Perpres) tentang transformasi (alih fungsi) kelembagaan dari STAIN Menjadi IAIN. Kedelapan STAIN yang akan menjadi IAIN adalah STAIN Curug Bengkulu, STAIN Parepare Sulawesi Selatan, STAIN Watampone Sulawesi Selatan, STAIN Al-Fatah Jayapura Papua, STAIN Pamekasan, STAIN Bangka Belitung, STAIN Kudus Jawa Tengah , dan STAIN Kediri Jawa Timur.

Seberapa besar keuntungan atau manfaat  yang dapat di rasakan umat Islam atas perubahan kelembagaan STAIN menjadi IAIN?. Dan sejauhmana urgensi pergantian STAIN menjadi IAIN? Dua pertanyaan itulah yang akan coba diulas dalam tulisan ini.

Salah satu pertimbangan yang dijadikan landasan para pimpinan STAIN mengajukan perubahan status kelembagaan menjadi IAIN diantaranya agar memiliki mandat lebih luas yang berimplikasi pada luasnya peran dalam melakukan pengembangan keilmuan dan dakwah Islamiyah. Sangat indah dan layak diberi apresiasi, karena dengan berubahnya STAIN menjadi IAIN umat Islam akan banyak diuntungkan. Toh tujuan utama berdirinya lembaga tinggi keagamaan memang diperuntukan untuk umat Islam khusuanya dan bangsa Indonesia pada umumnya. Mungkinkah tujuan utama tersebut akan dapat diraih setelah STAIN berubah menjadi IAIN? Apa benar, setelah menjadi IAIN ada banyak peran dan wewenang keilmuan yang dapat dijadikan sarana untuk membantu atau menyelesaikan problem umat Islam?

Undang Undang nomor 12 tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi menjelaskan bahwa Institut merupakan Perguruan Tinggi yang menyelenggarakan pendidikan akademik dan dapat menyelenggarakan pendidikan vokasi dalam sejumlah rumpun Ilmu Pengetahuan dan/atau Teknologi tertentu dan jika memenuhi syarat, institut dapat menyelenggarakan pendidikan profesi. Sedangkan Sekolah Tinggi merupakan Perguruan Tinggi yang menyelenggarakan pendidikan akademik dan dapat menyelenggarakan pendidikan vokasi dalam satu rumpun Ilmu Pengetahuan dan/atau Teknologi tertentu dan jika memenuhi syarat, sekolah tinggi dapat menyelenggarakan pendidikan profesi. (pasal 59 ayat 3-4).

Perbedaan antara Institut  dengan Sekolah Tinggi  sangat tipis yaitu dalam kata kata menjalankan pendidikan akademik dalam sejumlah rumpun ilmu pengetahuan (untuk Institut) dan dalam satu rumpun ilmu pengetahaun (untuk Sekolah Tinggi). Dalam konteks alih kelembagaan dari STAIN menjadi IAIN yang dimaksud rumpun ilmu pengetahaun adalah rumpun ilmu agama Islam. Jadi mandat keilmuan yang dimiliki STAIN dan IAIN masih sama yaitu menyelenggarakan pengembangan keilmuan agama Islam yang terdiri dari Tarbiyah, Syariah, Ushuludin, Dakwah dan Adab. Dari perspektif kewenangan pengembangan rumpun ilmu pengetahuan, praktis sama sekali tidak ada perubahan kewenangan yang dimiliki  antara STAIN atau  IAIN.

Problem Umat Islam 

Diakui atau tidak, problem umat Islam sangat kompleks dan menyangkut berbagai apek kehidupan. Konsekeunsinya, untuk menghadapi dan menyelesaikan problem umat Islam tidak bisa dilakukan  hanya dengan satu rumpun ilmu pengetahuan  (rumpun ilmu keagamaan saja) melainkan harus dengan berbagai rumpun ilmu pengetahuan. Yang dihadapi umat Islam tidak hanya memahami dan mengamalkan teks teks keagamaan (al qur'an hadis). Setiap hari umat Islam selalu dihadapkan dengan permasalahan ekonomi, teknologi, sosiologi, kebudayaan, pertanian, perikanan, kesehatan dan masih banyak lagi yang tidak mungkin disebut satu persatu.

Tugas utama Perguruan Tinggi Keagamaan Islam (PTKI) harus mampu mengembangkan ilmu pengetahuan dan ketrampilan yang dapat dijadikan bahan  untuk melakukan pengabdian masyarakat atau dakwah Islam secara optimal. PTKI harus selalu hadir ditengah tengah umat Islam untuk ikut aktif memberikan  solusi atas problem yang dimiliki.

PTKI yang status kelembagaan sebagai Sekolah Tinggi (STAIN) atau Institut (IAIN) tidak akan mampu berbuat banyak untuk membantu atau menyelesaikan problematika umat Islam karena keterbatasan kewenangan ilmu pengetahuan yang dimiliki yaitu rumun ilmu pengetahuan keagamaan yang bersifat normatif ideologis.  Masyarakat juga sulit untuk percaya kepada IAIN dalam hal  kemampuan menyelesiakan problem umat Islam, karena yang dipelajari dan dikembangkan ilmu ilmu keagamaan normatif ideologis seperti Tarbiyah, Syariah, dakwah, ushuluddin dan Adab.

Solusi Kebijakan 

Tranformasi kelembagaan mestinya bukan dari STAIN menjadi IAIN tetapi dari STAIN menjadi Universiats (UIN). Undang Undang Nomor 12 tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi secara eksplisit menggambarkan bahwa Universitas merupakan Perguruan Tinggi yang menyelenggarakan pendidikan akademik dan dapat menyelenggarakan pendidikan vokasi dalam berbagai rumpun Ilmu Pengetahuan dan/atau Teknologi dan jika memenuhi syarat,universitas dapat menyelenggarakan pendidikan profesi. (Pasal 59 ayat 2).

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun