Mohon tunggu...
M Saekan Muchith
M Saekan Muchith Mohon Tunggu... Ilmuwan - Dosen UIN Walisongo Semarang dan Peneliti Pada Yayasan Tasamuh Indonesia Mengabdi

Pemerhati Masalah Pendidikan, Sosial Agama dan Politik

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Indonesia Darurat (dalam) Beragama?

17 Mei 2018   07:16 Diperbarui: 17 Mei 2018   12:46 1073
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Masyarakat yang keyakinan beragama didominasi oleh dimensi sacral, merasa bahwa agama tidak boleh di kotori, dihina dan dilecehkan oleh siapapun. Karena agama adalah sesuatu yang suci dan harus dijunjung tinggi. Merendahkan atau melecehkan agama berarti merendahkan Tuhan Sang Pencipta alam semesta. Pesan atau teks agama (wahyu) bersifat final, tetap, statis tidak boleh dimaknai selain seperti yang tersurat (tekstual). 

Beragamanya dilakukan dengan klaim kebenaran sehingga merasa dirinya paling benar, menuduh orang lain salah bahkan tidak segan segan memberi predikat kafir, musyriq kepada siapapun yang pemahaman terhadap agama tidak sama dengan dirinya. Melihat agama secara hitam putih dengan menitik beratkan pengamalan agama yang bersifat formalistic-ritualistik. 

Amin Abdullah, dalam Ilyas Ismail (2013) dalam buku " True Islam: Moral Intelektual, Spiritual", menjelaskan ada enam kelemahan dalam memahami agama, yaitu Pertama, dalam aspek teologi, berifat jabariyah atau fatalistik sehingga tidak kondusif untuk melakukan perubahan dan kemajuan. Kedua, dalam aspek moral (akhlaq) hanya menekankan ajaran sopan santun yang bersifat personal (kesalehan individual) sehingga agama terkesan hanya urusan pribadi (privat). 

Ketiga, dalam aspek ibadah hanya terjebak pada amalan atau tindakan rutinitas yang kering makna. Keempat, dalam aspek hukum (fiqh) dianggap sudah final dan lebih memperhatikan bunyi hukum ketimbang semangat atau maknanya. Kelima, agama lebih dipahami hanya sebagai dogma tidak memperkuat kapasitas dan kualitas rasional sehingga tidak memiliki semangat untuk pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Keenam, belajar al qur'an lebih menekankan pada bacaanya bukan pada upaya untuk menemukan maknanya.

Beragama bangsa Indonesia dapat dilihat dan dirasakan lebih didominasi dimensi sacral, setidakanya jika dilihat dari komentar dan juga sikap dan perilaku umat Islam melalui sosial media seperti WhatsApp (WA), Twitter, Facebook (FB), Instagram (IG). Setiap hari bahkan setiap jam, bisa di baca berita berita yang melalui akun personal maupun lembaga yang isinya kata kata mendiskriditkan kelompok lain yang dibungkus dengan issu agama (Islam). 

Kalimat Takbir " Allahu Akbar", yang seharusnya untuk motivasi mendekatkan diri (taqarrub) kepada Allah swt, justru dijadikan sarana membakar semangat dan emosi peserta aksi massa yang tujuanya menggagalkan salah satu pasangan calon pilkada dan juga menekan aparat hukum untuk memenjarakan seseorang yang dianggap menistakan agama.

Bulan ramadhan, bulan yang suci dan penuh berkah, dijadikan momentum melakukan kekeraan, merusak tempat hiburan, merazia warung makan. Anehnya, mengatasnamakan amar ma'ruf (mengajak berbuat kebaikan) dan nahi mungkar (melarang perbuatan jahat), tetapi dilakukan dengan cara cara kekeraan yang lebih menakutkan, lebih mencekam dan lebih mengerikan bagi siapapun. 

Terhadap sesama agama, hanya gara gara dianggap memiliki keyakinan dan cara beribadah yang berbeda, dianggap telah menyebarkan ajaran sesat sehingga tega melakukan penyerangan dan penganiayaan yang menyebabkan hilangnya nyawa manusia. Toleransi antar agama juga dipersoalkan, dianggap merusak keyakinan atau keimanan. 

Mengucapkan selamat hari raya kepada agama lain dilarang dan dianggap haram. Tokoh atau ilmuan yang memiliki pemikiran berbeda dilarang atau ditolak menjadi nara sumber seminar atau diskusi keagaaan. Agama lain diposisikan sebagai musuh yang harus dilawan dan dimusnahkan, sehingga setiap agama lain merayakan upacara keagamaan aparat hukum mengerahkan pasukan untuk mengantisiapsi dan menjaga hal hal yang tidak diinginkan. Apa akibatnya? Islam terkesan agama yang jauh dari kedamaian, ketenangan dan keharmonisan. 

Islam terkesan agama yang tidak mengenal nilai nilai kemanusiaan. Islam terkesan agama yang menebar kebencian dan anarkhis. Islam terkesan anti demokrasi dan toleransi. Fenomena inilah yang melahirkan kelompok Islam Phobia (takut kepada Islam) sehingga melakukan propaganda dengan menyatakan Islam agama teroris dan criminal.

Islam Indonesia

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun