Mohon tunggu...
M Saekan Muchith
M Saekan Muchith Mohon Tunggu... Ilmuwan - Dosen UIN Walisongo Semarang dan Peneliti Pada Yayasan Tasamuh Indonesia Mengabdi

Pemerhati Masalah Pendidikan, Sosial Agama dan Politik

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Dialog Imajiner Teroris vs Koruptor

17 Mei 2018   11:53 Diperbarui: 17 Mei 2018   11:58 542
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Firman Allah surah al Baqarah ayat 1-4 menerangkan bahwa alqur'an digunakan sebagai petunjuk bagi orang yang bertaqwa. Salah satu ciri orang yang bertaqa adalah yu'minuna bi al ghoibi (beriman dengan kepada yang ghoib). 

Dalam keterangan tafsirnya, yang ghoib adalah yang tidak bisa ditangkap pancaindra. Percaya dengan yang ghoib yaitu mengiktikadkan adanya sesuatu yang maujud yang tidak dapat ditangkap oleh pancaindra, karena adanya dalil yang menunjukkan kepada adanya seperti adanya Allah, Malaikat, hari akhir (kiamat) dan lain sebagainya.

Konsekuensinya setiap umat Islam wajib percaya adanya hari kiamat dan adanya kehidupan selanjutnya setelah kehidupan dunia, dimana dalam kehidupan akherat itu seseorang akan dihisab semua amal perbuatannya sesuai dengan kualitas yang dilakukan semasa hidup didunia. Bagi yang memiliki amal baik akan memperoleh imbalan surga dan yang beramala jahat/jelek memperoleh imbalan neraka. 

Sesuai firman Allah Surah Al Zalzalah ayat 7-8. "Barangsiapa yang mengerjakan kebaikan seberat dzarrahpun, niscaya Dia akan melihat (balasan)nya. dan Barangsiapa yang mengerjakan kejahatan sebesar dzarrahpun, niscaya Dia akan melihat (balasan)nya pula".

Suatu ketika ada seseorang yang meratapi nasibnya, karena selama hidupnya dia menjadi narapidana korupsi/koruptor. Akibat perbuatananya, seseorang itu menunggu antrian masuk neraka. Pada saat duduk antri masuk neraka, tiba-tiba datang seorang yang memakai surban putih yang juga bertampilan lesu, muram dan kelihatan susah, ternyata dia adalah sewaktu hidup didunia sebagai tersangka teroris. Langsung keduanya terlibat perbincangan saling cerita semasa hidup didunia.

Koruptor bertanya kepada sang teroris, Lho sampeyan kan yang dulu didunia katanya berjihad menegakkan agama Allah, memperjuangkan Islam, sering berteriak mengucapkan Allahu Akbar, sering membela Islam dan sampeyan kan mati sahid? 

Kenapa sekarang kok di sini ikut antri masuk neraka?. Kok Aneh.!! Sang koruptor bingung tujuh keliling dengan wajah terheran heran. Kalau saya pantas, wong saya saat didunia memang dianggap memakan uang rakyat, saya dibenci banyak orang, saya dianggap maling uang rakyat dan masih banyak sebutan yang jelek-jelek ditimpakan kepada saya.

Sang Teroris memberikan komentar sebelum menjawab pertanyaan dari sang koruptor. Bapak ini masih beruntung, meskipun sebagian ada yang mengatakan bapak ini maling uang rakyat, tetapi sebagian lagi masih banyak yang mengatakan bapak itu pahlawan, pada saat diperiksa bapak diposisikan sangat terhormat, tidak dibentak-bentak, tidak diborgol, didalam tahanan juga masih bisa sering pulang tengok keluarga. 

Bahkan kalau keluar dari penjara dan masih sering memberi uang, bapak tetap dianggap pahlawan ahli sodaqoh meskipun shodaqoh bapak berasal dari duit hasil rampokan uang rakyat. Lha kalau saya, ngeri pak, mata saya ditutup, diseret-seret, bahkan kalau saya melawan tidak segan-segan di tembak, seperti teman-teman saya yang lain.

Sang teroris terus nyerocos menunjukkan fenomena-fenoma yang menunjukkan kalau koruptor masih enak dibanding sang teroris. Bapak dan teman teman bapak pada saat di dalam penjara juga masih bisa menempati ruangnya yang ber AC, ada TV, tempat karaoke, masih bisa komunikasi dengan anak buah bapak yang diluar penjara. 

Yang lebih enak lagi, bapak dan teman teman bapak meskipun dinyatakan bersalah oleh pengadilan, bapak tidak di vonis hukuman yang berat, paling-paling 5-10 tahun. Kalau saya dan teman-teman, sangat ngeri pak. Sewaktu di dalam penjara saya menempati ruang yang pengap, sempit, tidak bisa berkomunikasi dengan pihak lain, dan bahkan banyak juga teman-teman saya yang dihukum dengan hukuman mati.

Sang koruptor, mengangguk-angguk, tidak membantah fenomena yang diceritakan sang teroris. Sang koruptor menjawab, iya, sih. Sampeyan benar. Tapi saya masih ada yang janggal dan penasaran, kenapa sampeyan itu kok disini bersama sama saya ikut antri masuk neraka? Kenapa?. Sampeyan kan telah melakukan Jihad, mestinya sampeyan harus menikmati pahala dari jihad sampeyan. Sang koruptor memaksa segera memperoleh jawabannya.

Sang teroris mulai memberi penjelasan kepada sang koruptor. Begini pak, ternyata jihad itu adalah usaha sungguh sungguh untuk memperjuangkan kebenaraan dengan cara-cara yang damai, santun dan baik. Sesuai firman Allah dalam surah al anbiya 107 "Wamaa arsalnaka illa rahmatan lil'alamiin" (Dan tiadalah kami mengutus kamu, melainkan untuk menjadi rahmat bagi semesta alam). Jihad itu harus memberikan keamanan, menyamanan , kasih sayang kepada semua. 

Hal ini di kuatkan dnegan Sabda Rasulullah "Sayangilah siapa saja yang ada di muka bumi niscaya Tuhan menyanyanginya". Jihad memiliki makna suatu upaya yang sungguh-sungguh untuk mendekatkan diri (ber-taqarrub) kepada Allah Swt. Ijtihad dalam konteks fiqih adalah kemampuan menalar dan upaya yang maksimal untuk mengistinbathkan hukum-hukum syariah.

Sang Koruptor melanjutkan pertanyaannya, terus aksi bom bunuh diri di berbagai hotel itu jihad apa tidak? Sang Teroris memberikan penjelasannya. Begini pak koruptor kalau kita mencermati konsep-konsep al-Qur'an dan hadist Nabi Saw, antara al-jihad, al-qital dan al-harb memiliki makna yang berbeda. Al-Qital dan al-harb bermakna perang. Dan al-Qur'an dalam hal perintah al-qital (perang) sangat berhati-hati. Kalaupun ada ayat yang memerintahkan untuk perang, itu pasti dalam rangka mempertahankan diri dari gangguan dan penganiayaan dari pihak luar (orang kafir). 

Seperti dalam surat al-Baqarah ayat 190-191, " dan perangilah di jalan Allah orang-orang yang memerangi kamu, (tetapi) janganlah kamu melampaui batas, karena Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas. dan bunuhlah mereka di mana saja kamu jumpai mereka, dan usirlah mereka dari tempat mereka telah mengusir kamu (Mekah); dan fitnah itu lebih besar bahayanya dari pembunuhan, dan janganlah kamu memerangi mereka di Masjidil haram, kecuali jika mereka memerangi kamu di tempat itu. jika mereka memerangi kamu (di tempat itu), Maka bunuhlah mereka. Demikanlah Balasan bagi orang-orang kafir"..

Sang koroptor semakin penasaran, lho yang sampeyan lakukan selama didunia kan perang melawan orang kafir, mestinya sampeyan dapat pahala dengan masuk surga? Sang teroris menjawab dengan penuh percaya diri. Iya, setelah saya sampe di akherat ini, ternyata perang itu ada etikanya. 

Sang koruptor bertanya lagi, masak perang ada etikanya? Sang teroris memberi penjelasan lengkap, begini pak koruptor, merujuk kepada Hadist Nabi Saw, menerangkan bahwa etika berperang dalam Islam itu ada beberapa macam: Pertama, berperang di jalan Allah Swt harus mengajak pihak lawan untuk bertakwa kepada Allah Swt. Kedua, tidak membunuh anak-anak. 

Ketiga, ketika sudah berhadapan dengan musuh tidak serta merta menyerang musuh, tetapi terlebih dahulu ditempuh cara berdiplomasi dan mengajak mereka untuk memeluk Islam. Keempat, Jika mereka tidak mau memeluk Islam, maka mintalah al-jizyiah (pajak kepala) sebagai jaminan hidup dan keamanan bagi mereka. Dan mereka yang termasuk ahl al-zimmah harus dalam perlindungan Islam. Umat Islam harus memegang teguh perjanjian dengan ahl al-zimmah, dan harus memelihara dan menghormati hak-hak mereka.

Lho, berarti sampeyan dan teman teman sampeyan, melakukan bom bunuh diri di hotel legian kute Bali, di Kuningan, hotel JW Marriot, Hotel Riz Calton di Jakarta, menyerang Mapolsek Hamparan Perak Deli Serdang Sumatera Utara, di Gereja yang ada di Surabaya,  itu tidak sesuai dengan etika Islam? Apa karena itu sampeyan menjadi sebab masuk neraka? Sang teroris dengan wajah malu-malu, mengatakan, he..he..he... saya malu menjawab pertanyaan panjenengan pak.

Sang teroris balik mencecer pertanyaan kepada sang koruptor. Terus bapak kok bisa di sini antri masuk neraka?, bapak kan dulu sering beramal/shodaqah kepada masyarakat terutama pada saat bapak mau mencalonkan sebagai pejabat? Bapak sering memberi bingkisan lebaran, bapak sering memasang iklan di TV, bapak juga selalu mengucapkan selamat idul fitri di berbagai spanduk? Itukan amal baik pak? Kenapa kok masih saja antri masuk neraka?

Sang koruptor juga dengan wajah tersipu malu, memberikan jawaban. Jangan bilang-bilang orang lain ya? Sang teroris menjawab, ah.. bapak ini masih terbawa kebiasaan di dunia, selalu merahasiakan yang sebenarnya. Keduanya saling tertawa terpingkal-pingkal. 

Sang koruptor mulai menjelaskan alasan kenapa masuk neraka. Begini, saya dulu selama didunia, memang jelas terpidana korupsi, meskipun saya juga sudah shodaqoh kepada masyarakat, tetapi saya shodaqoh itu tidak ihlas, saya hanya ingin dianggap baik menurut manusia. Shodaqoh saya itu agar masyarakat tetap simpatik kepada saya, sehingga mau memilih saya pada saat saya mencalonkan sebagai pejabat negara.

Sang teroris, mendekatkan dirinya sambil bertanya dengan pelan-pelan, selain shodaqoh kepada masyarakat, apa bapak juga shodaqoh kepada yang lain? Oh iya. Saya shodaqah kepada oknum jaksa, agar saya tidak ditahan, saya juga shodaqah kepada oknum hakim agar saya divonis ringan, setelah saya didalam penjara, saya juga masih sering shodaqah kepada oknum petugas rutan, agar saya bisa keluar masuk pulang tengok keluarga.

Saya bisa pasang AC di ruangan saya, bisa bawa HP untuk alat komunikasi dengan kolega saya, bahkan kalau saya ingin dapat remisi, saya juga shodaqah kepada oknum Depkumham. Wah kalau tidah rajin shodaqah saya ya babak belur seperti sampeyan.

Sang terosris menambah pertanyaan lagi, berarti bapak melakukan suap juga? Sang koruptor menjawab dengan tegas tidak malu-malu, Iya. Sang teroris nambahi pertanyaan lagi, berarti oknum yang dulu menerima shodaqah dari bapak juga akan antri masuk neraka seperti kita ini?. Sang koruptor langsung menjawab, ya harus, kalau tidak masuk neraka seperti kita, saya akan mengadu kepada Allah yang maha adil dan bijaksana. Semoga teman-teman kita di dunia sadar tidak melakukan seperti yang kita lakukan. Amien....

Dr. M. Saekhan Muchith, S.Ag, M.Pd Dosen IAIN  Kudus, Ketua Dewan Pembina Yayasan Tasamuh Indonesia Mengabdi (TIME) Jawa Tengah

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun