Para sosiolog mencoba menjelaskan mengenai proses terjadinya mobilitas sosial yang diakibatkan oleh gerakan pendidikan yang dilaksanakan oleh masyarakat. Karena kebutuhan dalam masyarakat itu belum kompleks, maka kebutuhan keluarga pun dirasa sudah cukup.
Disisi lain, kebutuhan lembaga sekolah masih belum muncul dan baru muncul ketika kebudyaan memasuki tahap kompleks. Sejarah mencatat bahwa setiap pembaharu pasti menekankan akan pendidikan. Memang pendidikan itu tidak selalu identik dengan sekolah. Namun jika melihat pengalaman barat, lembaga dengan sistem sekolah ialah lembaga pokok yang berperan dalam mengembangkan pengetahuan, melatih kemampuan guna proses pembangunan. Sistem pendidikan sekolah disini diharapkan banyak memberi sumbangan terhadap masyarakat.
Berbicara sekolah berlabel islam, sekolah islam sejatinya mampu mewarnai peserta didiknya dengan totalitas nilai-nilai keislaman, mulai dari individu, sosial, dan seluruh umat islam.
Dengan nilai islam ini diharapkan dapat terbentuknya suatu masyarakaat yang sanggup mengusung serta mempratikkan apa saja nilai-nilai keislaman, sehingga kehadiran islam sebagai rahmat bagi seluruh alam itu tidak sebatas kata-kata, tapi memang teraktualisasikan dalam kenyataan.
Namun yang menjadi masalah saat ini adalah bagaimana agar proses dan hasil pendidikan mampu memberikan perubahan dalam masyarakat? maka rekontruksi sosial dalam pendidikan menjadi salah satu jawabannya.
Rekontruksi pendidikan ini  merupakan suatu teori yang menitikberatkan pada tugas pendidikan sebagai upaya pengembangan aspek individual serta tanggung jawab kemasyarakatan, dan bersikap proaktif serta antisipatif mengahadapi masalah dimasa depan.
Dalam merespon tantangan diatas, maka diperlukannya teori rekontruksi sosial yang berlandasan tauhid. Hal ini dilandasi dengan argumen bahwa :
a) Masyarakat selalu membutuhkan perubahan melalui upaya amar ma'ruf nahi munkar.
b) Perubahan sosial itu melibatkan rekontruksi pendidikan maupun pemanfaatan pendidikan dalam rekontruksi masyarakat.
c) Manusia adalah konstruktivis bahkan kontruktivis sosial.
Rekontruksi sosial berangkat dari bottom-up yang dibangun dari grass root, dalam pluralisme, serta dalam konteks mengejar keunggulan. Jadi, akan tampak bahwa pelaksanaan pendidikan lebih bersifat proaktif dan antisipatif.