Mohon tunggu...
Muchammad Nasrul Hamzah
Muchammad Nasrul Hamzah Mohon Tunggu... Penulis - Asli

Penulis

Selanjutnya

Tutup

Film Pilihan

"Maardani 2" dan Sikap Perlawanan akan Kekerasan pada Perempuan

24 Februari 2020   05:46 Diperbarui: 24 Februari 2020   06:08 292
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Poster Film Mardani | sumber: Photopng.blogspot.com

Dalam melawan aksi kekerasan terhadap perempuan, baru-baru ini rumah produksi Yash Chopra merilis film berjudul "Maardani 2". Film yang diperankan Rani Mukerje ini cukup sederhana dengan pesan yang sangat komplit. Mulai dari ganasnya pelaku kekerasan terhadap perempuan, gambaran korban kekerasan, hingga pandangan tentang misoginis dan kekuatan politik.

Film ini bercerita tentang seorang anak di bawah umur yang sudah menjadi pelaku kriminal. Memperkosa wanita dan membunuhnya, hingga menjadi pembunuh bayaran. Meski yang ditampilkan hanya satu cerita, namun itu sudah mewakili aksi kejahatan terhadap perempuan yang ada di India.

"Mardaani 2" secara tidak langsung adalah perlawanan terhadap aksi misoginis yang melanda di India. Salah satu yang pernah penulis analisa adalah bagaimana film India membentuk perilaku misoginis di masyarakat. "Mardaani 2" adalah salah satu dari ribuan film India yang melawan pandangan misoginis.

Film ini dibuka dengan adegan yang cukup kontroversial. Sunny salah seorang anak yang kerap melakukan aksi kriminal terhadap perempuan dalam film itu secara garis besar mengatakan jika ia bisa menahan lapar, namun tak mampu menahan hasrat seksual, terlebih jika melihat perempuan dengan karakter tertentu.

Adegan pembuka ini lantas dikaitkan dengan aksi misoginis yang sengaja disisipkan sutradara dalam film tersebut. Dimana, segerombolan pria menggoda wanita yang sedang lari pagi di sebuah taman, dan akhirnya harus menerima hukuman tamparan keras dari sang tokoh utama polisi bernama Shivani Roy.

Upaya melawan kekerasan terhadap perempuan dalam film ini dilakukan dengan cara yang cukup kompleks. Usai menghukum laki-laki yang menggoda perempuan, Shivani Roy dalam film itu dikisahkan menghadiri sebuah acara "talkshow".

Ia membukakan mata bahwa selama ini perempuan India selalu dianggap sebagai objek laki-laki. Padahal, sebagai manusia perempuan memiliki hak dan kewajiban yang sama di hadapan negara.

Shivani juga mencontohkan bahkan ketika perempuan membantu suami dalam mencari nafkah, mereka masih tetap menjalankan kewajibannya sebagai seorang ibu rumah tangga, sehingga tidak layak diperlakukan secara tidak adil.

Bukan itu saja, kritik terhadap minimnya politisi perempuan di parlemen juga menjadi sasaran walaupun tidak sepenuhnya. Tapi, kritik itu bisa jadi membuka mata, bahwa minimnya anggota parlemen perempuan berdampak pada keputusan atau produk politik yang cenderung patriarkis.

Upaya melawan kekerasan terhadap perempuan, dilakukan karena salah satu penyebabnya, yakni mayoritas film India mengandung unsur misoginis. Penulis pernah membahas masalah ini di Kompasiana.

Kenapa harus film? Sebab masyarakat India sangat gandrung dengan film lokal, apalagi dibintangi oleh aktor dan aktris ternama. Penjualan tiket film tiap tahunnya sudah menembus angka ratusan juta tiket. Sehingga, menurut analisa penulis, film memiliki daya pengaruh tersendiri bagi masyarakat India.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Film Selengkapnya
Lihat Film Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun