Mohon tunggu...
Muchammad Nasrul Hamzah
Muchammad Nasrul Hamzah Mohon Tunggu... Penulis - Asli

Penulis

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Ada Dalih Agama di Balik Pembangunan "Patung Lucu" Senilai Rp 1 Miliar

10 Februari 2020   18:30 Diperbarui: 10 Februari 2020   18:31 474
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Patung Gajah Mungkur di Gresik| Foto: Detik

Tetenger atau "land mark" baru di Kabupaten Gresik mendadak menjadi bahan pembicaraan. Bagaimana tidak, tetenger yang diklaim sebagai patung Gajah Mungkur ini memiliki bentuk yang sangat abstrak dan jauh dari kesan hewan yang memiliki gading itu.

Lebih jadi bahan pembicaraan, lantaran anggaran untuk membuat patung yang terletak di pertigaan Sukorame itu dialokasikan sebesar Rp 1 miliar dari dana Corporate Social Responsibility (CSR) PT Petrokimia Gresik.

Dikutip dari Radar Surabaya, ternyata banyak masyarakat yang cukup kecewa dengan hasil akhir patung gajah itu. Salah satunya adalah Solikin, warga setempat yang berhasil diwawancara koran tersebut. Tanpa ragu, Solikin mengatakan jika patung itu seperti mainan anak-anak.

Bahkan, patung gajah itu menjadi bahan pembicaraan warganet dan sempat menghebohkan media sosial. Humas PT Petrokimia Gresik sebagaimana diberitakan Detik, membenarkan jika patung itu dana berasal dari CSR perusahaannya.

Akan tetapi, semua desain dan konsep pengerjaan dilakukan oleh Pemerintah Kabupaten Gresik. Ia mengaku perusahaan tidak tahu menahu soal konsep. Sebab, perusahaan hanya menjalankan kewajiban dengan emberikan anggaran yang diminta.

Ihwan juga mengakui jika memang desain gajah itu tergolong sangat baru dan unik. Bentuknya yang abstrak itu, bisa menjadi daya tarik tersendiri.

Namun, apa mau dikata, patung yang sudah terbangun itu sudah dianggap masyarakat memiliki bentuk yang lucu dan jauh dari kesan indah. Bahkan, Ahli Waris dari Rumah Gajah Mungkur mempersoalkan pendirian patung tersebut.

Akhmad Khoiri salah satu ahli waris Rumah Gajah Mungkur, menjelaskan, jika pihaknya tidak pernah diajak berbicara perihal pendirian patung. Meski tidak mempermasalahkan bentuk patung yang lucu itu, namun sebagai ahli waris Gajah Mungkur pihaknya tidak diberitahu sebelumnya.

Bahkan, ia meminta agar patung itu dibongkar lantaran tidak ada izin dari ahli waris dan tidak mengedepankan etika dalam prosesnya.

Lantas bagaimana jawaban dari Pemerintah Kabupaten Gresik. Asisten Perekonomian dan Pembangunan Setda Gresik, Ida Lalilatus Sa'diyah mengaku jika memang patung di desain seperti itu. Alasannya, ia hanya meriplikasi patung dan tidak membuatnya dengan detil lantaran takut ada protes.

"Dalam Ajaran Islam tak bisa membuat patung yang makhluk bernyawa. Seolah sengaja dibuat seperti itu," kata Ida seperti dikutip dari Radar Surabaya.

Dalih agama di balik pembuatan patung lucu itu bisa saja menuai pro dan kontra. Maka, tanpa bermaksud menghakimi, penulis menilai jika sedari awal ingin mereplikasi patung gajah, maka sejatinya harus dikonsultasikan dahulu secara syar'i kepada ulama atau Majelis Ulama Indonesia (MUI) setempat.

Dalih agama dibalik pembuatan patung lucu itu, juga terkesan dipaksakan. Jika kita melihat simbol negara dengan burung garuda yang digambarkan hampir detil, maka logika yang disampaikan pejabat itu setidaknya bisa kita pakai untuk menggugat lambang Burung Garuda itu.

Tapi, nyatanya masyarakat Indonesia dan pendiri bangsa yang di dalamnya terdapat para ulama ternama juga tidak pernah mempermasalahkan lambang Burung Garuda yang notabenenya adalah makhluk hidup dan direplikasi menjadi semacam patung kecil yang harus ada dan dipasang bahkan di kantor sang pejabat.

Patung Selamat Datang Jakarta yang menggambarkan dua orang sedang melambai, juga replikasi dari makhluk hidup dan dibuat sangat detil. Lagi-lagi jika logika pejabat dengan dalih agama itu disematkan, maka sudah banyak ulama yang akan mempermasalahkan.

Sekali lagi, dalih agama Islam dalam pembangunan patung tersebut justru jauh dari nilai-nilai kebersamaan dan Bhinneka Tunggal Ika. Masyarakat Gresik, tidak semuanya beragama Islam, meski memang mayoritas disana adalah muslim. Tapi, penulis juga menduga tidak semua muslim sepakat dengan alasan pejabat itu.

Pada intinya, estetika juga diperlukan dalam sebuah pembangunan, apalagi sebagai tetenger, jika dibangun seenaknya dan dengan konsep yang seadanya, maka bisa jadi sebuah bangunan malah akan terkesan lucu. Apalagi, kabarnya tetenger itu dibangun untuk menghormati cagar budaya.

Tentu, sebelum melakukan pembangunan harus ada kajian dan konsultasi dari para budayawan atau juga para ahli waris. Nyatanya, sebagaimana diberitakan ahli waris juga menolak pembangunan tetenger Gajah Mungkur itu.

Apalagi dana pembangunan diambil dari CSR yang seharusnya berimbas langsung kepada masyarakat. Memang, selama ini dana CSR banyak yang tidak tepat di daerah. Banyak penelitian yang sudah mengungkapkan hal tersebut dari berbagai riset, meski tidak semuanya begitu di semua daerah.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun