Mohon tunggu...
Muara Alatas Marbun
Muara Alatas Marbun Mohon Tunggu... Guru - Alumni U Pe' I

Seorang lulusan yang sudah memperoleh pekerjaan dengan cara yang layak, bukan dengan "orang dalem", apalagi dengan "daleman orang"

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Indonesia Tidak akan Bubar: Sebagai Gantinya, Indonesia akan Gitu-gitu Aja

19 Januari 2021   20:20 Diperbarui: 19 Januari 2021   20:36 460
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber gambar: https://aminoapps.com/

Teringat tahun 2017 dimana pesaing Joko Widodo, Prabowo Subianto berpidato dihadapan para kadernya dengan gagah mengenakan baju safari putih. Dia mensyukuri keadaan negara yang masih setia dengan Pancasila dan mengapresiasi penghormatan yang masih ada terhadap para pendiri bangsa, namun terdapat satu kalimat yang cukup kontroversial:

"Tetapi di negara lain, mereka sudah bikin kajian-kajian di mana Republik Indonesia sudah dinyatakan tidak ada lagi tahun 2030. Bung, mereka ramalkan kita ini bubar!" [1]. 

Pernyataan yang berani dari seseorang yang mendasarkan ucapannya dari novel "Ghost Fleet".

Indonesia yang bubar tahun 2030 sudah membuat saya sendiri berpikir kemana-mana. Buat saya tinggal di pulau yang semestinya adalah pilihan utama, berbeda jika saya memikirkan orang lain dengan reaksi yang beragam. Mungkin ada yang berpikir untuk membentuk negara sendiri hingga mencoba menjadi eksil. Tapi itu bermuara pada satu kondisi: negara yang sudah kacau balau dan menjadi "no mans land".

Namun saya meyakini kepada kalian saat ini bahwa Indonesia tidak akan bubar, percaya deh. Dari pengaruh dalam dan pengaruh luar Indonesia telah kokoh secara historis. Kita sering mendengar bahwa Indonesia terbentuk dari persatuan dan kesatuan sebagai satu bangsa dengan mengaitkan proses berkumpulkan partikel-partikel kesukuan duduk bersama melingkari 'meja' bangsa Indonesia. Dari tekanan luar, kita selalu berasas pada "politik bebas aktif" yang menjadi manifestasi dari sejarah negara Indonesia yang menempatkan diri sebagai "negara non blok" kala negara-negara lain seperti harus memilih antara berpihak pada Amerika atau Uni Soviet.

Sejatinya kita kuat lho persatuannya, bahkan jika semangat persatuan tanpa membedakan berdasarkan identitas tersebut terus beradaptasi dengan zaman. Saking kuatnya, persatuan tersebut bertolak menjadi 'pelarian' terhadap realita bangsa Indonesia yang membuat negara ini gitu-gitu aja.

Alasan terpenting dari negara Indonesia gitu-gitu aja adalah relasi tiap manusia Indonesia yang gitu-gitu aja. Satu-satunya loncatan besar dari bersatunya suku-suku adalah masa pergerakan nasional dan revolusi fisik, selebihnya? entahlah. Makin hari Indonesia makin terpolarisasi, dan itu terjadi tidak hanya di dunia nyata, tapi juga di medsos. Medsos punya peran dalam melanggengkan kegiatan yang nirmanfaat seperti debat kusir tentang perbedaan identitas dan pandangan politik, bahkan menjadi ajang fanatisme buta yang membuat kita terpisah satu sama lain.

Pemerintah sebagai motor pergerakan kebijakan di Indonesia justru seperti terpisah satu sama lain, antara yang niat bekerja, cuma bekerja, dan bekerja dengan kepentingan individu atau golongan. Tidak ada yang satu padu diantara mereka terhadap bahaya yang mengintai Indonesia karena mereka terlalu lama tidur nyaman bersama dengan golongannya.

Hal tersebut semakin terbuka di tahun 2020 ketika COVID-19 menyerang. Banyak negara yang berupaya selamat dari pandemi, sehingga banyak istilah seperti lockdown dan banyak menteri yang mengundurkan diri karena mengakui bahwa dia merasa tidak dapat menekan angka pandemi di negaranya. Berbeda dengan di Indonesia yang seenak jidat bercanda dengan awal kemunculan virus tersebut di negara lain, hingga virus itu menyerang Indonesia dan sukses membuat lebih dari 700.000 orang di Indonesia menderita karenanya.

Bagaimana dengan publik? Publik pun memiliki permasalahannya sendiri yang sederhana namun tidak membuat diri kita menjadi warga negara yang baik. Banyak pengendara sepeda dadakan --ketika sedang trending penggunaan sepeda-- yang beraksi layaknya 'raja jalanan', mencoba untuk turut berkerumun, dan aksi-aksi lainnya yang melanggar protokol kesehatan. Itu baru beberapa kecil yang mencerminkan bahwa di sekitar kita pun sikap tidak disiplin nan lalai merupakan hal yang sering ditemui

Mundur kebelakang, kita ingat kasus khusus seperti rasisme mahasiswa Papua, DOM Aceh, konflik Ambon, dan konflik lainnya. Itu belum dihitung dengan kasus umum seperti impor gila-gilaan produk agraria, berkurangnya lahan hutan, masyarakat adat yang tersingkir oleh korporasi dan penegakan hukum yang tidak memuaskan masyarakat. Itu adalah manifestasi dari kondisi tiap orang yang merasa superior dari orang lainnya, dan itu adalah gambaran kecil dari Indonesia yang gitu-gitu aja.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun