Mohon tunggu...
Muara Alatas Marbun
Muara Alatas Marbun Mohon Tunggu... Guru - Alumni U Pe' I

Seorang lulusan yang sudah memperoleh pekerjaan dengan cara yang layak, bukan dengan "orang dalem", apalagi dengan "daleman orang"

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Tamparan Keras Kalsel untuk Jakarta dan Jabar (Aspek Pengelolaan Sampah)

8 Februari 2020   16:06 Diperbarui: 8 Februari 2020   16:06 133
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Credit photo: Banjarmasin Post

Seakan kontestasi politik yang masih polar itu berlanjut meski beda punggawa, masalah-masalah sipil kerap kali diketahui publik hanya masih berkutat di pulau Jawa saja. Kala Banjir Jakarta Awal 2020, Anies lantas "diserang", di sisi lain kala banjir kena efeknya di Jawa Barat maka giliran Ridwan Kamil (RK) yang kena "serang balik". Surabaya kena banjir, Tri Risma "hampir diserang" bertubi-tubi jika saja banjir yang dialami tidak surut dalam beberapa jam. Namun, persamaan dari ketiga kejadian itu adalah adanya pembelaan pada masing-masing tokoh oleh para penggemarnya bahwa penyebab banjir karena masyarakat, masyarakat yang buang sampah sembarangan.

Masyarakat sipil yang selalu jadi "kambing hitam" para buzzer politik harus dibebaskan dari segala tuduhan tunggal atas segala masalah tata kelola kota yang kompleks. Di sinilah kita melihat dari sudut pandang pemerintah, tentang bagaimana mereka menangani sampah-sampah yang tentunya sudah pasti ada dan tercatat sebagai aspek yang perlu ditangani pemerintah. Masalah sampah yang perlu dikelola dengan baik harus melihat contoh yang baik pula, dalam hal ini TPA Banjar Bakula adalah salah satu representasi bagaimana berbagai daerah bekerja sama untuk menangani aspek masalah yang laten tersebut.

TPA yang baru saja diresmikan Joko Widodo bulan ini memang sempat mencuri perhatian karena TPA ini bersedia untuk menampung sampah dari 5 daerah sekaligus. Hal yang dirasa cukup ribet ini bisa diatasi dengan suatu hal yaitu pola komunikasi langsung antar pimpinan yang intens serta pola hubungan yang mendorong mereka untuk bekerja sama lebih mudah (Irawanto, 2016). Kedua hal itulah yang sesungguhnya kurang dimiliki oleh kedua gubernur yang menjadi sorotan di kala banjir melanda.

Berbeda halnya jika kita melihat Jakarta yang masih menggunakan TPA Bantar Gebang sebagai TPA utama dan Jawa Barat dengan semrawutnya masalah sampah hingga melebar ke sungai-sungai utama, termasuk sungai Citarum. Penduduk yang terlalu banyak tidak bisa dijadikan alasan rendahnya tata kelola sampah di kedua provinsi tersebut. Jika saja mereka punya lahan untuk dijadikan TPA regional bagi keduanya, mungkin masalah tata kelola sampah bisa diminimalisir.

Untuk bisa mewujudkan sebuah TPA regional yang menampung lonjakan sampah dari 5 daerah yang berbeda, perlu adanya bentuk kolaborasi yang bagus. Dalam hal ini, gubernur Kalsel beserta bawahannya telah memperlihatkan sebuah aktivitas collaborative government yang menghasilkan sebuah karya nyata. Collaborative government  sangat cocok untuk diterapkan sebagai konsep pengelolaan suatu wilayah karena mekanisme penggunaan tenaga di luar pemerintah memiliki resiko untuk membebani anggaran (Wargadinata, 2016), sehingga berkolaborasi dengan pemerintah daerah lainnya untuk menyelesaikan masalah bersama merupakan alternatif yang tepat.

Bayangkan saja kelima daerah di Kalimantan Selatan rela untuk menyisihkan waktunya untuk berunding mengenai pembuatan TPA dengan arahan dari sang Gubernur sendiri. Hasil yang diperoleh dari collaborative government ini adalah sebuah TPA seluas 15 hektar dimana 8 hektarnya siap menampung sampah dari 5 kabupaten dan kota. Dengan daerah yang luas itu, diharapkan semua sampah yang dibawa oleh dinas kebersihan masing-masing wilayah memiliki titik akhir yang jelas.

TPA Banjar Bakula punya potensi lain, seperti pengelolaan yang diperuntukkan secara positif bagi masyarakat. Harapan Joko Widodo terhadap kehadiran TPA ini di Kalimantan Selatan adalah menggunakan sampah-sampah yang tertampung sebagai sumber energi listrik (Haswar, 2020). Yups, TPA Banjar Bakula yang luas sepertinya diarahkan untuk bisa menjadi fasilitas yang otentik dengan kebutuhan masyarakat di Kalimantan Selatan.

Masalah sampah di suatu daerah bukan hanya diperhatikan sebagai biang kerok kala banjir, tapi masalah sehari-hari yang membutuhkan penanganan sederhana namun berkelanjutan. Ini yang setidaknya harus dibentuk suatu keputusan/gerakan pasti bagi setiap pemimpin daerah yang bermasalah dengan tata kelola sampah. Joko Widodo sepertinya benar untuk mengatakan bahwa cara Kalsel mengelola sampah perlu ditiru oleh gubernur lain, termasuk oleh Anies Baswedan dan Ridwan Kamil.

Referensi :

Kompas.com

Jurnal dari Universitas Teuku Umar

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun