Mohon tunggu...
Muara Alatas Marbun
Muara Alatas Marbun Mohon Tunggu... Guru - Alumni U Pe' I

Seorang lulusan yang sudah memperoleh pekerjaan dengan cara yang layak, bukan dengan "orang dalem", apalagi dengan "daleman orang"

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Di Dewan, Aku Membela Kertas - 2

22 April 2019   07:35 Diperbarui: 22 April 2019   07:38 46
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
http://www.donisetyawan.com (edited)

            Aku mulai melanjutkan, namun sebelumnya kulihat jam sakuku menunjukkan pukul 3 sore.

            "Tuan-tuan sekalian, yang saya hormati. Seperti yang saya katakan sebelumnya dan tak akan saya tarik...Pembredelan penting bagi Hindia Belanda karena dapat mengontrol keabsahan kabar bagi rakyatnya. Namun apa jadinya jika mengerti itu tak dapat dimengerti oleh siapa-siapa termasuk oleh pribumi yang sekian banyak ?."

            Menghela napas sejenak.

            "Politik etis dari Yang Mulia Ratu seharusnya bisa menjadi kunci bagi tuan van Limburg untuk membuat tegak martabat Kerajaan Belanda sebagai bangsa yang beradab terhadap jajahannya. Jika tidak, maka yang terjadi hanya dua tuan-tuan sekalian !. Satu adalah Kerajaan Belanda akan dikenal sebagai bangsa yang munafik oleh koran-koran Eropa yang dimana menggaungkan 'tidak ikut perang' pada Great War, tapi menindas rakyatnya disini. Itu 'makanan nikmat' koran-koran itu. Kedua adalah memicu pemberontakan. Soviet sekarang adalah hasil ketidaksepahaman rakyat miskin dengan rajanya yang kaya, segitu besar itu negeri bisa jungkir balik karena hanya beda pemahaman. Tapi Inggris masih bisa tenang di negerinya karena tidak memberangus hal yang bisa dipahami oleh rakyat pribumi disana, yaitu bahasa."

            Semua masih memperhatikan, dan van Limburg kulihat sedang memegang dagunya sembari menyaksikan diriku berbicara.

            "Memang saya hanyalah seorang yang diangkat ke volksraad ini karena dibilang cakap. Tidak lebih daripada itu. Tapi saya paham tuan-tuan sekalian jika tidak memahami sesuatu, maka akan ada usaha untuk bisa mengerti sesuatu, kalau bisa dengan cara yang radikal ! . Singkatnya, meneer, bagi yang memojokkan anda tanpa bukti kuat, Bredel itu. Bagi yang tidak, jangan diapakan. Karena bahaya ada pada beda paham, apalagi tak dipahami oleh pribumi-pribumi yang gabung organisasi sehingga mereka lebih percaya gosip yang dekat dengan mereka ketimbang surat kabar Belanda yang jauh dari mereka."

            Hening. Diriku kembali duduk.

            Tidak ada tepuk tangan bagi pribumi, karena memang seperti itulah volksraad. Van Limburg masih bicara dengan chairman. Tatapan dan sedikit curi pandang masih aku lihat di sekitarku, ada yang marah, ada yang senang, ada yang mencoba memahami maksudku. Akh aku tak peduli, selama kertas yang dibaca oleh kuli panggul itu bisa ku bela, setidaknya aku bisa hafal kegunaanku duduk di kursi yang nyaman ini.

            Rapat selesai. Hasilnya adalah beberapa surat kabar berbahasa melayu dan seluruh surat kabar berbahasa belanda yang tertera dalam surat edaran selamat dari pembredelan.

            Rasa lega diriku melihat hasil itu. Van Limburg pun tidak menyadari satu hal dari ucapan panjangku tadi, bahwa pandangan akan kehormatannya sedang aku lempar kesana kemari. Bagai bola sepak yang tak tentu arah jika tidak disepak oleh pemainnya, bergerak ke arah yang dimaunya.

            Beberapa orang menyalamiku seakan aku adalah pahlawan hari ini, termasuk dua tiga orang Belanda. Seorang dengan peci bertanya padaku saat bersalaman :

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun